Pembunuh Pacar Hamil yang Picu Demo Hong Kong Bersedia Serahkan Diri ke Taiwan
Chan Tong-kai, pemuda yang menjadi buron Taiwan karena tuduhan membunuh pacarnya yang sedang hamil, bersedia dideportasi ke Taiwan.
RUU ini ditolak karena dianggap bertentangan dengan hak asasi manusia karena para tersangka tidak ada jaminan para tersangka mendapat keadilan oleh negara lain.
Pendemo menuduh China berada di balik RUU itu karena banyak pelaku kriminal yang melarikan diri ke Hong Kong.
Bahkan aksi demo yang berlangsung keras selama hampir empat bulan itu berlum juga berhenti hingga saat ini dan isunya kemudian bergeser menjadi gerakan anti-China.
Anggota parlemen dari partai oposisi mencoba mengajukan jalan tengah dengan menyusun RUU Yuridiksi Pidana.
Andrew Wan Siu-kin, dari Partai Demokratik dalam amandemen RUU Yurisdiksi Pidana tersebut mengajukan pemberian kekuasaan ekstrateritorial pengadilan lokal atas kejahatan luar biasa, seperti pembunuhan dan genosida.
Setelah Departemen Kehakiman menyetujui rancangan undang-undang tersebut sesuai dengan persyaratan hukum, Wan menulis surat kepada Kepala DPR Andrew Leung Kwan-yuen.
Namun Leung pada bulan Agustus lalu meminta Andrew mengikuti prosedur standar untuk mengajukan amandemen, yakni dimulai dari panel.
“Itu menunjukkan kamp pro-kemapanan dan pemerintah sangat munafik. Waktunya pasti tidak cukup jika hal itu dimulai dari panel. Mereka mencekik kesempatan terakhir untuk membuat keadilan dengan prosedur," kecam Andrew

Sekretaris Kehakiman Teresa Cheng Yeuk-wah telah menolak proposal untuk memberdayakan pengadilan lokal sejak Mei.
Dia mengatakan, tindakan itu akan mengubah tradisi bahwa pengadilan setempat hanya menangani kejahatan yang dilakukan di Hong Kong.
Legislator Partai Buruh Fernando Cheung Chiu-hung sempat mengusulkan Hong Kong mentransfer tersangka kriminal ke Taiwan, tetapi tidak ke daratan China atau Makau.
Beberapa jam setelah usulannya memicu perdebatan sengit dari kalangan pengunjuk rasa, Fernando akhirnya menarik kembali usulan tersebut, Juli lalu.