BATAM TERKINI
Rokok FTZ di Batam Sudah Kena Cukai
Penerapan cukai terhadap rokok dan minuman beralkohol di Batam sudah berlaku sejak Mei 2019 lalu dan sudah berdampak pada penerimaan cukai di Batam.
Rokok FTZ di Batam Sudah Kena Cukai
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam (KPU BC Tipe B Batam) sendiri menyebutkan bahwa pengenaan cukai terhadap barang bebas cukai di Batam sebenarnya sudah berlangsung sejak lama.
Penerapan cukai terhadap rokok dan minuman beralkohol sudah berlaku sejak Mei 2019 lalu.
Penerapan cukai ini langsung berdampak pada penerimaan cukai di Kota Batam.
Target pendapatan cukai ini sebelumnya dipatok Rp 5,9 miliar dan hingga November sudah menembus Rp 11 miliar.
Kepala Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Tipe B Batam Susila Brata, Kamis (19/12) lalu mengatakan, Ditjen BC memberlakukan cukai atau pajak untuk rokok produksi lokal Batam yang dibawa atau diperjual belikan ke luar wilayah Batam.
Tak hanya rokok lokal saja, minuman beralkohol dari Batam yang hendak diperjualbelikan atau dibawa keluar dari Batam, juga dikenakan cukai atau pajak.
Aturan tersebut tertuang dalam Nota Dinas Dirjen Bea dan Cukai Nomor ND-466/BC/2019 yang ditandatangani langsung oleh Dirjen BC dengan tembusan Menko Perekonomian.
• MULAI 1 Januari 2020 Cukai Rokok Naik, Harga Rokok Ikut Naik? Begini Pengakuan Pedagang di Batam
"Rokok lokal sekarang ini kena cukai kalau dibawa keluar daerah. Aturan ND-466 itu berlaku sejak bulan Mei 2019 ini.
Aturan tersebut satu paket dengan pengenaan cukai mikol dari Batam yang dibawa keluar daerah lainnya," ujar Kabid Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi (BKLI) Bea Cukai (BC) Batam, Sumarna.
Pemberlakuan cukai ini menindaklanjuti kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang datang ke Batam melakukan rapat bersama Menko Perekonomian dan Kapolri terkait razia terhadap kuota barang kena cukai yang ada di Batam.
"Dari hasil kajian itulah, didapati kuota yang diberikan untuk Batam itu tak imbang dengan jumlah penduduk yang sedikit. Artinya kuota yang diberikan itu terlalu banyak. Sehingga dari kajian KPK itulah, disampaikan ke Menko Perekonomian," tuturnya.
Susila mengatakan, penerapan cukai ini ini juga membhuat BC semakin ketat mengawasi peredaran dan melalkukan tindakan terhadap barang kena cukai.
BC sudah menangkap rokok sebanyak 7,98 ribu, begitu juga terhadap minuman beralkohol, ponsel berikut aksesorisnya, alat kesehatan dan lainnya.
"Total yang dimusnahkan, bernilai Rp 7,3 miliar, dengan estimasi kerugian, Rp 2,5 miliar," ujar Susila.
Diakuinya jumlah penindakan mengalami penurunan dibandingkan dengan 2018 lalu.
Namun dari nilai dan jumlah barang, mengalami peningkatan. Jumlah penindakan pada 2019 sebanyak 533, sementara 2018 lalu, jumlah penindakan sebanyak 583.
BMN yang dimusnahkan lanjut dia, merupakan barang yang tidak dapat digunakan ataupun tidak dimanfaatkan. Termasuk yang cepat rusak/ busuk, serta tidak dapat dihibahkan atau berdasarkan ketentuan lain peraturan perundang-undangan wajib dimusnahkan.
"Ini barang yang telah diselesaikan administrasinya. Kemudian, barang itu sudah mendapatkan persetujuan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Batam atas nama Menteri Keuangan," katanya.
Harga Rokok Naik 35 Persen
Menyambut Tahun Baru 2020, rakyat Indonesia menghadapi sejumlah kenaikan tarif.
Mulai dari tarif cukai rokok, BPJS Kesehatan hingga Tarif Dasar Listrik (TDL).
Kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) dan harga eceran tertinggi (HET) rokok resmi diterapkan per 1 Januari 2019.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan memastikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 21,56%, dan harga jual eceran (HJE) rokok rata-rata sebesar 35% berlaku pada 1 Januari 2020.
Kenaikan tarif cukai rokok dan HJE tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang tarif cukai hasil tembakau.
Di dalam beleid itu sudah diatur kenaikan cukai terhadap beberapa jenis rokok. Sedangkan untuk kenaikan harga jualnya, kurang lebih 35%.
• Daftar Harga Rokok Terbaru di Anambas Per Januari 2020
Kenaikan tarif cukai rokok terbesar yakni ada pada jenis rokok Sigaret Putih Mesin (SPM) sebesar 29,96%. Untuk cukai rokok jenis Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF) naik sebesar 25,42%, Sigaret Kretek Mesin (SKM) 23,49%, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) 12,84%. Sedangkan, jenis produk tembakau seperti tembakau iris, rokok daun, sigaret kelembek kemenyan, dan cerutu tidak mengalami kenaikan tarif cukai.
Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC, Sunaryo, mengatakan, pada awal tahun 2020 ini pita cukai yang tertera di bungkus rokok pun baru.
”Sudah, jadi ini di kantor Bea Cukai itu per diberlakukannya PMK mereka sudah menetapkan per masing-masing merek pas pesan pita cukai 35%," kata Sunaryo, Selasa (31/12/2019). "Harga yang tertera di pita cukai per 1 Januari sudah 35%," jelas dia.
Lalu bagaimana dengan rokok stok lama yang pita cukainya masih menggunakan HJE tahun sebelumnya? Kepala Sub Direktorat Publikasi dan Komunikasi DJBC Kementerian Keuangan Deni Surjantoro mengatakan, harga rokok dengan pita cukai lama harus dijual berdasarkan ketentuan yang berlaku.
"Bagi yang sudah menempel di rokok (pita cukai lama) itu boleh beredar sesuai dengan HJE lama. Tapi ada aturannya berapa persen di atas (HJE lama)," kata Deni.
Deni tidak memungkiri bahwa pada awal 2020 ini banyak rokok dengan pita cukai yang lama akan dijual setara dengan harga yang baru.
Menurut dia, hal itu terjadi karena hukum pasar.
Penelusuran TRIBUNBATAM.id, di beberapa kios rokok di Kota Batam, kenaikan harga rokok memang belum merata.
“Harganya belum naik semua, soalnya ini kan masih stok yang kemarin,” kata Amrizal, seorang pedagang rokok di Tanjungpiayu.
Pengakuan Amrizal memang sudah ada beberapa jenis rokok yang naik seperti rokok Magnum Blue, Lucky Strike dan U mild.
“Masih beberapa yang naik sementara ini, belum merata semua,” tukasnya. “Paling dalam 1-2 minggu ke depan pasti akan naik semua.”
Di minimarket modern sepeti Indomaret, harga rokok sudah mengalami kenaikan rata-rata 20 persen.
“Sudah naik semua bang harga rokok, 20 persen naiknya,” ujar seorang kasir.
Seperti Marlboro 20 batang yang tadinya 28 ribu menjadi 30 ribu rupiah, begitu pula dengan Philip Morris 12 batang yang tadinya Rp 12 ribu menjadi Rp 13 ribu.
Namun memang belum semua harga rokok yang tertera mengalami kenaikan karena masih ada yang menggunakan pita cukai lama.
Ketua Asosiasi Vaper Indonesia (AVI), Johan Sumantri menilai kebijakan cukai rokok adalah hal yang tepat. Menurutnya. besaran pengenaan cukai harus berdasarkan emisi yang dihasilkan.
Namun Johan menilai apa yang dilakukan pemerintah terhadap vape dan rokok belum adil.
Vape sendiri sudah dikenakan tarif cukai pada likuid vape sebesar 57% yang tertuang dalamPMK Nomor 146/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
"Kebijakan pemerintah memberikan nilai cukai maksimal pada vape seharusnya dikaji ulang. Karena nilai cukai vape itu adalah nilai tertinggi 57%, sedangkan tingkat adiksi dan bahaya dari vape amat jauh lebih rendah di bawah rokok, 95% less harmful jika berdasar penelitian. Masih belum bisa dibilang adil," terangnya.
Penjualan Anjlok
Di sisi lain, penaikan harga rokok sebesar 35 persen ini diperkirakan membuat volume penjualan rokok akan turun di tahun 2020 ini.
Head of Research Samuel Sekuritas Indonesia, Suria Dharma menilai, kenaikan cukai rokok ini terlalu tinggi.
"Karena cukai rokok naik tinggi 23 persen, jadi kemungkinan volume penjualan rokok diperkirakan bisa turun," kata Suria.
Dia menjelaskan, kenaikan cukai memang bukan hal baru lagi, namun tidak terlalu tinggi sehingga kenaikan tidak terlalu terasa.
"Biasanya kalau cukai naik, harga rokok ikut naik. Biasanya bisa dilewati ke customer, sepanjang kenaikan cukainya tidak terlalu banyak. Kali ini kan tinggi sekali," imbuhnya.
Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan hal senada.
Menurutnya, dengan naiknya harga jual eceran, dipastikan volume penjualan akan menurun.
Dia mencontohkan, rokok yang dia jual saat ini seharga Rp 15.000 bakalan naik menjadi Rp 20.000. Hal ini tentu akan membuat banyak konsumennya berpaling mencari rokok yang lebih murah.
"Setiap konsumen itu tentunya punya batas tertentu di dalam kantongnya. Kalau tidak bisa membeli, salah satu jalannya adalah cari rokok yang tanpa banderol (ilegal) yang tentunya lebih murah," ujarnya.
"Kenaikan Rp5.000 saja akan mempengaruhi atau memberikan dampak kepada konsumen," dia menambahkan.
Para perokok memang tidak bisa mengelak dengan kenaikan harga tersebut.
Seperti Dimas yang memang perokok kretek sejak lama mengaku hanya pasrah saja.
“Mau bagaimana lagi resiko kita sebagai perokok, hanya mungkin lebih dikurangi saja merokoknya sekarang,” ujarnya.
Dimas mengaku tak punya alternatif lain untuk menanggulangi naiknya harga rokok yang biasa dia beli.
“Iya kita mau berhenti merokok rasanya belum bisa, mau nyoba rokok lain pun belum tentu cocok,” tutur Dimas kemudian.
Seorang perokok lain mengatakan bahwa rokok-rokok berlabel FTZ swelama ini juga mulai mengalami kenaikan.
“Kalau informasi dari agen rokoknya, sebentar lagi rokok ini pun akan dibanderol, otomatis harganya juga pasti akan naik,” kata Amrizal. (kdk/tribun network/fit/dod/kps)