Kebijakan Mal di Batam Centre Soal Taksi Online, Perwakilan ASK: Kami Tak Mau Ambil Pusing

Perwakilan ASK menilai izin operasional taksi online di Batam, seharusnya menjadi pertimbangan pengelola mal di Batam Centre.

tribunbatam.uid/ichwannurfadillah
Aksi solidaritas taksi konvensional di kawasan Batam Centre, Batam, Kamis (2/1/2020) lalu. Aksi ini bentuk kekecewaan mereka terhadap keputusan sebuah mal di Batam Centre yang memperbolehkan taksi online menjemput penumpang di dalam kawasan mal. 

Pro kontra taksi online di Kota Batam, Provinsi Kepri mendapat tanggapan dari anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring. 

Dia menyayangkan keputusan manajemen sebuah mal di Batam Centre yang mencabut izin taksi online yang diperbolehkan menjemput penumpang di kawasan mal. 

"Apapun itu, seharusnya tunduk pada aturan yang diterbitkan pemerintah melalui PM 118 tahun 2018. Kalau izin operasional telah diterbitkan, artinya mereka legal secara hukum," jelasnya kepada TribunBatam.id, Minggu (5/1/2020).

Menurutnya, keputusan pengelola mal seharusnya mengacu pada kepentingan orang banyak, khususnya pengunjung. 

Meski mal memiliki wilayahnya, hal itu harus sejalan dengan aturan milik pemerintah.

"Aturan menteri itu sifatnya nasional, jadi tak ada pembatasan hak pelanggan untuk memilih moda transportasi apa yang akan digunakan. Toh mereka juga berhak memilih," ucapnya.

Kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mempertanyakan terkait aturan titik jemput penumpang atau kerap disebut sebagai red zone.

Baginya tak ada payung hukum terkait pengaturan itu.

"Mana perdanya? Jadi tak ada acuan," tegasnya. 

Tak hanya itu, jika memang ada sebuah kearifan lokal, maka seharusnya dibentuk ke dalam aturan hukum agar tak menjadikan keributan antara kedua belah pihak baik taksi online dan konvensional semakin larut.

Dia juga meminta agar Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kepri segera menuntaskan polemik ini.

"Kearifan lokal itu dalam bentuk undang-undangkah atau hanya konvensi? Kalau dalam bentuk konvensi, siapa yang menetapkan itu? Tidak ada perdanya terkait kearifan lokal itu. Kalau bicara kearifan lokal dalam bentuk konvensi, itu hanya sepihak dan tidak menyeluruh," pungkasnya.

Perwakilan Badan Usaha Angkutan Sewa Khusus (ASK) juga meminta Dishub Kepri beserta Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kepri muncul sebagai penyelesai masalah (problem solver) yang independen dalam masalah ini.

"Pemerintah dan Organda itu sebagai konstituen yang independen. Jangan nanti polemik ini ada pihak ketiga yang mengambil keuntungan," kata pengelola Badan Usaha ASK PT. Diva Citra Ssjati, Sawir.

(Dinas Perhubungan Kepri melalui Kabid Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Frengki Willianto belum menjawab upaya konfirmasi dari Tribun Batam.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved