BATAM TERKINI
Perusahaan Masih Buka Ruang Negosiasi dengan Masyarakat Korban Udin Pelor
Kuasa hukum PT Arnada Pratama Mandiri dan PT Pesona Bumi Barelang, angkat bicara terkait lahan di Seranggong, Kelurahan Sadai, Bengkong, Batam
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kuasa hukum PT Arnada Pratama Mandiri dan PT Pesona Bumi Barelang, angkat bicara terkait lahan di Seranggong, Kelurahan Sadai, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Tantimin dan Amandri selaku kuasa hukum mengatakan, lahan seluas 48 ribu meter persegi itu milik kliennya.
"Berdasarkan penetapan lokasi tahun 2012, dan tahun 2003 untuk PL PT Pesona Bumi Barelang. Bahwa ada yang mengaku-ngaku memiliki dan menjual ke pihak lain, kami tidak mengakuinya.
Karena jelas, klien kami memiliki lahan itu secara legal," kata Tantimin saat menggelar konfrensi pers di kantornya, Selasa (14/1/2020).
Dalam kasus penjualan lahan di Seranggong ini, Nasran bin Alex dan Arba Udin alis Udin Pelor duduk di kursi pesakitan.
Menurut Tantimin, biar perkara ini berjalan sesuai apa adanya. Hanya saja, ia meminta pihak lain tidak mengklaim lahan itu tanpa hak.
• Seranggong Jadi Rebutan Warga dan Pengusaha, Ini Penjelasan Wakil Walikota Batam
• Diduga Ada Maladministrasi Dalam Penertiban Kampung Seranggong Batam, Ini Sikap Ombudsman Kepri
Meski begitu, Amandri menambahkan, perusahan berjiwa besar.
Mereka masih membuka ruang kepada korban penipuan atas kasus penjualan lahan tersebut kepada masyarakat.
Sebenarnya kata Amandri, mereka tidak bertanggung jawab atas itu. Karena bukan mereka yang menjual dan menerima duit.
"Tetapi kami berjiwa besar dan masih membuka ruang baik kepada korban penipuan oknum tertentu maupun pihak pemerintah. Dan bahkan sebagian masyarakat telah kami berikan uang sagu hati," kata Amandri.
Masih dengan Amandri, terkait berjalannya proses persoalan lahan ini dengan masyarakat, pada Jumat (10/1/2020) Pemko Batam menggelar pertemuan bersama. Baik dengan perwakilan masyarakat maupun perusahaan untuk mendudukan perkara.
Rapat itu dipimpin oleh Sekda Kota Batam Jefridin dan Yusfa Hendri selaku Assisten. Pihak Amandri keberatan dengan notulen rapat.
"Karena di dalam notulen rapat yang kami terima via WhatsApp, mengatakan jangan ada kegiatan selama tiga bulan di lahan itu. Kami sangat keberatan. Karena tanda tangan kami hanya sebagai daftar hadir. Bukan menyetujui. Kami bakal memperkarakan hal ini jika dipaksakan begitu," ancam Amandri.
Seperti diketahui, perkara ini sedang ramai dibicarakan. Bahkan dua terdakwa Nasran bin Alex dan Arba Udin alis Udin Pelor duduk di kursi pesakitan di Pengadilan Negeri Batam.
Mereka didakwa atas penipuan dan pemalsuan surat. Karena diduga menjual lahan kedua perusahaan tersebut.
Jaksa dan Pengacara Sempat Beda Pendapat
Sementara itu, Arba Udin alis Udin Pelor kembali menjalani sidang kasus penjualan lahan di Pengadilan Negeri Batam, Selasa (14/1/2020) siang.
Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi yang sempat diwarnai dengan suasana bersitegang.
Hal itu karena perbedaan pendapat antara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rosmalina Sembiring dkk dengan pengacara Udin, Bambang Yulianto terkait jadwal sidang.
Menurut catatan JPU dan hakim pengadilan tersebut, Selasa ini jadwal sidang pemeriksaan saksi.
Sementara menurut Bambang dkk jadwal adalah pembacaan eksepsi (keberatan) atas dakwaan JPU pekan lalu terhadap terdakwa Udin Pelor.
"Kami bacakan eksepsi yang mulia. Karena sepengetahuan kami, hari ini adalah eksepsi," kata Bambang.
• Kapolresta Barelang Beberkan Masalah Udin Pelor Ditahan, Sebut Karena Masalah Lahan
"Kami keberatan yang mulia, tidak mungkin mundur sidang ini. Karena sesuai kesepakatan jadwal hari ini pemeriksaan saksi. Bukan eksepsi," sela JPU itu.
Suasana sidang sempat alot. Ada sekitar lima menit hanya membahas ini.
Akhirnya, Ketua Majelis Hakim Jasael mengambil alih.
Dan mengatakan, sidang tetap lanjut tanpa dibacakan eksepsi dari kuasa hukum Udin Pelor.
"Karena tak mungkin mundur. Harus maju. Sebab sepengetahuan kami kuasa hukum tak mengajukan eksepsi," katanya.
Sidang pun dilanjutkan.
Hanya saja, ditunda karena saksi yang dihadirkan JPU tak hadir pada perkara bernomor 994/Pid.B/2019/PN Btm itu.
Udin Pelor menjadi terdakwa atas dugaan penipuan.
Udin didakwa pasal 263 ayat (2) KUHPidana dengan ancaman hukuman enam tahun penjara.
Dalam surat dakwaan JPU, Udin Pelor menjual lahan kaveling yang berada di Seranggong Kelurahan Sadai, Kecamatan Bengkong, Kota Batam, Kepulauan Riau.
Ada sekitar 200 korban.
Dari 200 korban ini, ada dua korban yang melaporkan ke polisi yakni Jayadi dan Heri.
Hingga mengantar Udin Pelor ke kursi pesakitan.
Dalam dakwaan tersebut, disebutkan saksi korban Jayadi membeli sebidang kavling di daerah Seranggong dari terdakwa dengan luas 8 X 12 M seharga Rp 40 juta dengan cara dicicil yakni, tanggal 3 Agustus 2018 sebesar Rp 10 juta, tanggal 25 Agustus 2018 sebesar Rp 10 juta.
Tanggal 30 September 2018 sebesar Rp 10 juta. Tanggal 2 November 2018 sebesar Rp 5 juta,
Setelah ditelusuri, ternyata lahan tersebut bukan milik Udin Pelor.
Dan bukan pula sebagai kampung tua.
Namun tercatat di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Batam milik perusahaan lain.
Dan hal ini sesuai keterangan Yudi Hermawan Kasi Insfraktruktur Pertanahan BPN Kota Batam.
"Belum ditetapkan sebagai kampung tua karena belum dikeluarkannya SK Penetapan lokasi dari Wali kota Batam," kata Yudi dalam keterangannya di dakwaan.
Suasana persidangan saat itu cukup ramai.
Bahkan ruangan sidang Letjen (Purn) Ali Said yang digunakan penuh keluarga dan simpatisan.
Usai persidangan, Udin Pelor sempat berteriak lantang.
Agar media menulis kasusnya objektif.
Usai itu, ia langsung diamankan dengan cara kedua tangannya diborgol.
Lalu digiring ke dalam ruang tahan yang berada di belakang Pengadilan Negeri Batam.
(Tribunbatam.id/leo halawa)