HEADLINE TRIBUN BATAM

Virus Corona Singapura Level Oranye, Dua Warganya Tertular Pulang dari Malaysia

Pemerintah Singapura menaikkan level wabah virus corona dari kuning ke oranye. Dan menangguhkan kegiatan eksternal seluruh sekolah.

wahyu indri yatno
halaman 01 TB 

Virus Corona Singapura Level Oranye, Dua Warganya Tertular Pulang dari Malaysia

SINGAPURA, TRIBUNBATAM.id - Pemerintah Singapura menaikkan level wabah virus corona dari kuning ke oranye atau disebut Kondisi Sistem Penanggulangan Wabah Penyakit (Disease Outbreak Response System Condition/Dorscon), Jumat (7/2/2020).

Dengan level terbaru ini, seluruh sekolah akan menangguhkan kegiatan eksternal sampai akhir liburan sekolah, Maret.

Bahkan ada kemungkinan libur diperpanjang.

Rumah sakit akan memperketat kontrol titik masuk dan menyaring suhu pasien seluruh pengunjung.

Naiknya tingkat kewaspadaan menjadi oranye berarti penyakit ini tergolong parah, satu tingkat dari level tertinggi, merah.

Level oranye menunjukkan virus menyebar dengan mudah dari orang ke orang, tetapi tidak menyebar luas secara masif.

Selama wabah SARS (2002-2003), Singapura mematok pada warna oranye dan sekolah ditutup selama 10 hari.

Berbagai perusahaan memberlakukan staf bekerja dari rumah.

DAMPAK PMK 199, Sebagian Toko Online Stop Kirim Barang ke Luar Batam

Dorscon level oranye ini diumumkan setelah kementerian kesehatan (MOH) mengumumkan tiga kasus baru, sehingga total penderita di Singapura saat ini menjadi 24 orang.

Dua dari kasus itu setelah warganya berkunjung ke Malaysia.

Seorang warga negara Singapura berusia 53 tahun yang telah melakukan perjalanan ke Malaysia pada tiga kesempatan terpisah, pada 6, 11 dan 17 Januari.

Ia melaporkan gejala pada 23 Januari, dan dirawat di Rumah Sakit Umum Changi pada 1 Februari.

Kasus lainnya menimpa seorang guru di Victoria Junior College, WN Singapura berusia 42 tahun.

Dia mengalami gejala pada 2 Februari dan dirawat di RS Parkway East.

Kemudian wanita berusia 39 tahun yang juga punya riwayat perjalanan ke Malaysia dari 22 hingga 29 Januari. Dia mengalami gejala pada 30 Januari, dan berada dalam isolasi di Rumah Sakit Umum Sengkang.

Hong Kong Panik

Sementara itu, warga Hong Kong dilanda kepanikan dan menyerbu supermarket untuk memborong barang-barang penting.

Mereka cemas setelah pemerintah eksekutif Hong Kong mengumumkan pembatasan dan karantina seluruh barang dari China daratan di perbatasan selama 14 hari.

Selain itu, pemerintah Hong Kong juga mengumumkan tentang karantina wajib 36 jam terhadap warga yang datang dari China daratan.

Tidak detailnya pengumuman pemerintah tersebut membuat warga Hong Kong menyerbu swalayan dan toko-toko.

Sementara, kelompok pemuda yang sebelumnya sudah menyatakan “perang” dengan pemerintah menggelar aksi demo.

Menurut laporan South China Morning Post, selama dua hari sejak Kamis, warga berdesakan untuk membeli tisu toilet, beras dan barang-barang harian lainnya.

Meskipun pemasok makanan berusaha meyakinkan masyarakat bahwa tidak perlu menimbun barang-barang tersebut, namun warga negara otonom sudah kadung panik.

“Tidak perlu panik membeli. Kami selalu memastikan pasokan makanan yang selama bertahun-tahun, di semua jenis acara besar, kami tidak pernah kekurangan,” ujar Thomas Ng Wing-yan, ketua Dewan Makanan Hong Kong dalam konferensi pers, Jumat (7/2/2020).

Namun, pernyataan Thomas itu langsung mendapatkan reaksi dari himpunan pedagang untuk mendesak pemerintah Hong Kong membebaskan truk yang membawa beras, babi, telur, makanan laut, unggas, buah dan sayuran dari karantina.

Karantina yang dimulai Sabtu itu hanya akan memunculkan keterlambatan pasokan mencapai kota, kata pedagang itu.

Di media sosial, pro dan kontra berlangsung sangat sengit setelah Aliansi Karyawan Otoritas Rumah Sakit (HAEA) dan personel medis menggelar aksi mogok dan melakukan demonstrasi di gedung Otoritas Rumah Sakit di Hong Kong, Jumat.

Mereka menyerukan pemerintah untuk menutup perbatasan dengan China daratan agar virus tidak semakin meluas di Hong Kong.

Saat ini, jumlah penderita virus di negara otonom itu mencapai 25 kasus dan satu orang meninggal dunia.

Aksi mogok kerja berlangsung selama seminggu dan sudah memasuki hari keempat. Sebanyak 5.000 karyawan, termasuk sekitar 220 dokter dan 3.000 perawat belum bertugas.

Pertemuan antara pemerintah dan aliansi berakhir dengan hasil yang beragam dan tidak terikat.

Hal ini membuat masyarakat semakin resah dan memaksa mereka untuk menghentikan aktifitas akibat layanan rumah sakit yang nyaris lumpuh.

China menjadi semakin frustrasi dengan larangan perjalanan yang diberlakukan pada warganya di tengah wabah corona.

Apalagi, sejumlah daerah otonom juga melakukan hal yang sama, seperti Hong Kong, Taiwan dan Macau. (yan/tst/cna/afp/scmp)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved