BATAM TERKINI
Kock Meng Divonis 18 Bulan Penjara, Toko Pompong Miliknya di Nagoya Batam Tetap Beroperasi
Walau Kock Meng sedang menjadi pesakitan, namun toko miliknya di Komplek Nagoya City Centre, Lubuk Baja, tetap beroperasi seperti biasa.
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta akhirnya menjatuhkan vonis 18 bulan penjara terhadap Kock Meng, bos pompong di Nagoya, Kota Batam.
Kock Meng juga dikenakan denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara terkait kasus suap penerbitan izin reklamasi di Tanjung Piayu, Kota Batam beberapa waktu lalu. Kasus ini ikut melibatkan Gubernur Kepri non aktif, Nurdin Basirun.
Walau Kock Meng sedang menjadi pesakitan, namun toko miliknya di Komplek Nagoya City Centre, Lubuk Baja, Kota Batam tetap beroperasi seperti biasa.
Pantauan Tribun Batam di sana, Kamis (13/2/2020), tampak aktivitas di toko yang menjual mesin elektronik dan mesin pompong itu berjalan normal. Beberapa karyawan juga terlihat sedang berjaga di depan toko.
"Saya tak tahu mas, karyawan baru soalnya," ucap seorang karyawan saat ditanyai mengenai kabar dijatuhkannya vonis 18 bulan penjara terhadap Kock Meng.
Menurut karyawan ini, di dalam toko hanya ada putra kandung Kock Meng, Welliam Lee (26).
• Divonis 1,5 Tahun Penjara, Lahan Milik Kock Meng di Tanjung Piayu Laut Batam Terbengkalai
• Alasan Loyalitas, Pejabat Kepri Rogoh Kocek Pribadi Disetor untuk Kegiatan Nurdin Basirun
Namun Welliam tak ingin berkomentar perihal ayahnya. Ia tampak terpukul.
Sesekali ia tampak memberi kode kepada karyawan di toko agar tak menerima kunjungan wartawan.
"Maaf bang, bos tak mau bicara dulu katanya," tambah karyawan itu.
Lahan di Tanjung Piayu Laut Terbengkalai
Beberapa waktu lalu warga Batam dibuat heboh dengan keterlibatan seorang pengusaha dalam kasus suap penerbitan izin reklamasi yang melibatkan Gubernur Kepri non aktif, Nurdin Basirun.
Pengusaha itu bernama Kock Meng. Pria paruh baya yang dikenal sebagai 'bos pompong' di Nagoya, Kota Batam.
Dari hasil pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu, Kock Meng terbukti menyuap mantan orang nomor satu di Kepri itu melalui orang kepercayaannya dengan peran yang berbeda-beda.
Yaitu Abu Bakar (terdakwa lain) dan Johanes Kodrat (saksi) untuk penerbitan izin prinsip pemanfaatan ruang laut di Tanjung Piayu, Kota Batam.
Kabar terbaru, vonis pidana penjara selama satu tahun enam bulan dan denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan penjara pun telah diterima Kock Meng.
Akibatnya, lahan Kock Meng di Tanjung Piayu Batam terbengkalai. Seperti penuturan Ketua RT 001/RW 010, Rahman.
"Lahan dia (Kock Meng) terbengkalai begitu saja. Tidak ada yang menggarap atau yang peduli, karena lahannya bermasalah dengan hukum," kata Rahman kepada Tribun Batam, Rabu (12/2/2020).
Lanjutnya, walau lahan berukuran 50X85 meter persegi milik Kock Meng sendiri masuk dalam titik Kampung Tua Tanjung Piayu Laut, namun pemerintah tak ingin ambil risiko untuk mengeluarkan sertifikatnya.
"Beberapa waktu lalu pernah rapat di kantor Wali Kota Batam, katanya untuk lahan bermasalah sementara ditinggal dulu. Ada RKWB juga waktu itu," sambungnya.
Bahkan kata Rahman, lahan Kock Meng sendiri tak akan diukur Badan Pertahanan Nasional (BPN), Jumat (14/2/2020) nanti.
"Jangan diberi sertifikat, diukur saja tidak. Yang jelas lahan itu kini tak ada pengerjaan apa-apa," tegasnya.
Padahal lahan itu kata Rahman, akan dijadikan restoran pinggir laut oleh Kock Meng sebelum akhirnya dia dibawa oleh KPK.
Reaksi Kock Meng
Pengusaha penyuap Gubernur nonaktif Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, Kock Meng menerima putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Ia divonis pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 3 bulan penjara. Berbeda dengna Kock Meng, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan masih pikir-pikir.
Majelis hakim menyatakan Kock Meng telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dalam dakwaan alternatif ke satu.
Majelis hakim menyatakan Kock Meng menyuap Nurdin sebesar Rp 45 juta dan 11 ribu dolar Singapura untuk pengurusan Izin Prinsip Pemanfaatan Laut dan gratifikasi yang menjerat terdakwa Nurdin Basirun.
Tujuan penerimaan suap itu agar Nurdin Basirun menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Laut atas nama pemohon Kock Meng seluas 6,2 hektare, surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektare dan rencana memasukkan kedua izin prinsip tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Pantai dan Pulau-Pulau Kecil.
Dilansir Tribunnews.com, sidang beragenda pembacaan putusan digelar di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin 10 Februari 2020.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sejumlah Rp100 juta, dan apabila denda tersebut tidak dibayar, diganti dengan denda kurungan selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Iim Nurohim, saat membacakan putusan.
Di persidangan itu, hakim menyebutkan hal yang memberatkan terdakwa, yaitu perbuatannya tidak mendukung program pemerintah memberantas tindak pidana korupsi.
Selain itu, hal yang meringankan, kata hakim, Kock Meng menyesali perbuatan, tidak pernah dihukum sebelumnya, berperilaku sopan, dan memiliki tanggungan keluarga.
Upaya penjatuhan vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang meminta Kock Meng dituntut 2 tahun penjara ditambah denda Rp100 juta.
Atas perbuatan itu, Kock Meng terbukti bersalah melakukan perbuatan yang melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
KPK Larang Kock Meng Keluar Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah pengusaha bernama Kock Meng untuk dapat bepergian ke luar negeri.
"KPK telah mengirimkan surat pelarangan ke luar negeri untuk seorang pihak swasta atas nama Kock Meng selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 17 Juli 2019," ujar Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati kepada pewarta, Rabu (7/8/2019).
Yuyuk menjelaskan, Kock Meng dilarang meninggalkan Indonesia dalam penyidikan yang tengah berjalan dengan tersangka Abu Bakar, penyuap Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) nonaktif Nurdin Basirun.
Diketahui, keduanya terjerat dalam perkara dugaan suap terkait izin prinsip dan izin lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri tahun 2018/2019.
Nama pengusaha Kock Meng mencuat pasca pemeriksaan Nurdin Basirun oleh KPK, pasalnya, uang yang dipakai oleh Abu Bakar, nelayan penyuap Nurdin Basirun untuk reklamasi dikabarkan hasil pinjaman dari Kock Meng.
Kock Meng dikabarkan memiliki lahan cukup luas di dekat kawasan lindung Tanjungpiayu yang akan direklamasi itu.
Uang yang dipinjam dari Kock Meng itu digunakan Abu Bakar dalam kasus dugaan suap ke gubernur.
Hal ini untuk memuluskan keluarnya izin prinsip di kawasan hutan lindung tersebut.
Selain Nurdin dan Abu Bakar, dalam kasus ini KPK juga menetapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Edy Sofyan dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Budi Hartono sebagai tersangka.
Nurdin diduga menerima SGD11.000 dan Rp 45 juta terkait suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepri Tahun 2018/2019.
Nurdin menerima uang dari Abu Bakar baik secara langsung maupun melalui Edy Sofyan dalam beberapa kali kesempatan.
Adapun rincian yang diterima Nurdin, yaitu pada 30 Mei 2019 sebesar SGD5.000 dan Rp45 juta.
Kemudian pada 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk Abu Bakar untuk luas area sebesar 10,2 hektare.
Kemudian pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar SGD6.000 kepada Nurdin melalui Budi Hartono.
Selain kasus suap, KPK juga menetapkan Nurdin sebagai tersangka penerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Terkait gratifikasi ini, KPK telah menyita uang senilai Rp6,1 miliar. Uang tersebut terdiri dari mata uang asing dan juga Rupiah. (tribunbatam.id/ichwan nur fadillah/Tribunnews.com/Glery Lazuardi/Ilhamrianpratama)