Dampak Virus Corona Singapura Terancam Resesi, Pengusaha di Batam Khawatir
Dampak virus Corona menghantam perekonomian Singapura hingga terancam resesi. Pengusaha Batam pun waswas
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Dampak virus Corona menghantam perekonomian Singapura.
Singapura terancam resesi.
Nilai tukar dolar Singapura pun melemah, nyaris menembus ke bawah Rp 9.800.
Dolar Singapura melemah 0,07% ke Rp 9.811,24/SG$, berada di dekat level terlemah sejak September 2017. Posisi mata uang Negeri Merlion ini membaik, berada di level Rp 9.840.31/SG$ atau menguat 0,22% di pasar spot, melansir data Refnitiv.
Pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya dari 0,5 persen hingga 2,5 persen, menjadi -0,5 persen hingga 1,5 persen.
Penurunan ini, disebabkan virus Corona yang melanda beberapa negara, termasuk Singapura sendiri.
• Target Ekonomi Turun Akibat Virus Corona, Menteri Perdagangan Singapura Khawatir Hal Ini
• Singapura Turunkan Target Ekonomi, Teo Siong Seng: Menghentikan Bisnis Bukanlah Solusi
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran dari para pengusaha Batam. Mengingat, perekonomian Kota Batam sangat tergantung dengan Singapura.
Wakil Koordinator HKI Kepri Tjaw Hoeing menegaskan kondisi ini perlu menjadi perhatian karena ekspor terbesar Provinsi Kepri ini berasal dari Singapura.
Sehingga, jika di ibaratkan Singapura batuk saja, maka ekonomi Kepri juga terguncang sedikit.
"Kita pun berharap kasus virus corona ini cepat terselesaikan," ujar Tjaw Hoeing, Selasa (18/2/2020).
Sama halnya dengan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam, Rafki Rasyid.
Ia mengatakan jika Singapura mengalami perlambatan secara signifikan secara tidak langsung bisa dibilang cepat atau lambat akan membuat ekonomi Batam terimbas.
Bahkan kemungkinan akan lebih dalam daripada perlambatan yang dialami oleh Singapura.
"Itu yang kita khawatirkan ya. Karena perekonomian Batam sangat tergantung dengan Singapura," ujarnya.
Ia menambahkan ekonomi Batam, digerakkan oleh investasi yang sebagian besarnya berasal dari Singapura.
Jika Singapura mengalami perlambatan ekonomi, maka permintaan produk dari Batam juga bisa dipastikan akan menurun.
"Akibatnya bisa mengancam perekonomian Batam untuk jangka pendek dan menengah," tuturnya.
Berdasarkan data BPS Kepri, posisi ekspor Kepri terbesar ke Singapura, China lalu Amerika. Tercatat data per Desember 2019, Tiongkok berkontribusi 11,70 persen terhadap impor Kepri. Secara keseluruhan, impor dari Tiongkok senilai 1.194,61 juta dolar Amerika (1,1 miliar dolar Amerika) di 2019.
Memang masih kalah jauh dari Singapura yang merupakan mitra utama Kepri dengan nilai impor capai 4.616,61 juta dolar Amerika (4,6 miliar dolar Amerika).
"Tak ada alternatif lain karena susah. Singapura itu Center yang terbesar," jelasnya.
Ancaman resesi
Menurut Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, dampak wabah virus corona terhadap ekonomi telah melebihi dampak Sars, atau sindrom pernafasan akut yang parah, pada tahun 2003.
"Saya tidak bisa mengatakan apakah kita akan mengalami resesi atau tidak. Itu mungkin, tapi pasti ekonomi kita akan terpukul," katanya kepada wartawan, Jumat (14 Februari) saat berkunjung ke Terminal 3 Bandara Changi seperti yang dikutip Straits Times.
Dampaknya, khususnya di beberapa kuartal mendatang, akan menjadi signifikan karena negara itu memerangi "wabah yang sangat hebat".
"Ini sudah jauh lebih banyak daripada Sars, dan ekonomi kawasan itu saling terkait. China, khususnya, terkena dampak yang jauh lebih besar di kawasan itu," tambahnya.
Mengutip Straits Times, Singapura terkena Sars pada Maret 2003. Butuh waktu lima bulan, hingga Juli tahun itu, untuk memberantas penyakit ini di Negeri Merlion tersebut.
"Itu, saya pikir, sangat cepat. Saya berharap tidak terlalu cepat kali ini," kata PM Lee.
Singapura berupaya mengatasi penyakit coronavirus, yang dikenal sebagai Covid-19, yang pertama kali dilaporkan di kota Wuhan di China pada Desember.
Jumlah kasus yang dikonfirmasi di Singapura telah meningkat terus - ada 58 sejauh ini, dengan setidaknya lima kelompok lokal.
Industri pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terpukul. Itu sebabnya, pemerintah Singapura bersiap-siap untuk mengalami penurunan tajam kedatangan wisatawan antara 25% dan 30% tahun ini.
Terkait hal itu, Bloomberg melaporkan, Singapura akan menggelontorkan anggaran besar pada minggu ini untuk mengimbangi kerusakan pada ekonomi akibat dari virus corona, di mana para analis memperkirakan defisit terbesar dalam hampir dua dekade.
Menurut estimasi bilai tengah (median) dalam survei ekonom Bloomberg, kesenjangan fiskal Singapura dapat melebar menjadi 1,5% dari produk domestik bruto pada tahun fiskal yang dimulai 1 April. Ini merupakan level tertinggi sejak defisit sebesar 1,7% yang dicatat pada tahun keuangan 2001.
Defisit tahun ini mungkin akan berada pada 0,3%, dibandingkan dengan proyeksi pemerintah sebelumnya sebesar 0,7%.
Selain itu, lanjut Bloomberg, Singapura juga sudah merencanakan dukungan untuk bisnis yang terkena perang dagang ketika virus corona pecah pada awal tahun ini.
Negara kota, yang memiliki lebih dari 60 kasus infeksi virus, kehilangan sebanyak 20.000 wisatawan per hari di tengah pembatasan perjalanan.
Menurut Selena Ling, kepala penelitian dan strategi di Oversea-Chinese Banking Corporation Ltd. di Singapura, virus corona dapat memangkas 0,5-1% dari pertumbuhan PDB tahun ini tergantung pada seberapa parah epidemi itu.
Pemerintah - yang akan mempublikasikan estimasi PDB akhir kuartal keempat Senin - telah memperkirakan pemulihan dari ekspansi tahun lalu sebesar 0,7%, laju paling lambat dalam satu dekade.
Sembilan dari 10 analis yang disurvei oleh Bloomberg hingga 13 Februari mengatakan, kebutuhan ekonomi yang paling mendesak bagi anggaran untuk ditangani adalah upaya respon cepat untuk melawan penyebaran virus dan untuk menopang bisnis.
Ekonom di Citigroup Inc memperkirakan total paket yang akan digelontorkan dapat mencapai S$ 700 juta (US$ 503 juta) dan dapat mencakup dukungan di luar sektor transportasi dan pariwisata.
"Itu akan mengerdilkan S$ 230 juta yang disediakan sebagai tanggapan terhadap wabah SARS pada tahun 2003," analis Citi Wei Zheng Kit dan Kai Wei Ang mengatakan dalam catatan penelitian 11 Februari.(tribunbatam.id / Roma Uly Sianturi)