BATAM KRISIS AIR

Rencana Rationing di Batam Ternyata Bisa Dihindari, Ini Solusi yang Ditawarkan ATB

Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus mengungkapkan, rencana rationing dengan skema 5 hari on dan 2 hari off masih bisa dihindari.

TRIBUNBATAM.id/DEWI HARYATI
Dam Tembesi 

Rencana Rationing di Batam Ternyata Bisa Dihindari, Ini Solusi yang Ditawarkan ATB

BATAM, TRIBUNBATAM.id - Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus mengungkapkan, rencana rationing dengan skema 5 hari on dan 2 hari off masih bisa dihindari.

Yakni dengan transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning.  

Hanya saja, hingga kini belum ada kejelasan mengenai penggunaan DAM Tembesi.

Sehingga dalam waktu terdekat, ATB berencana melakukan rationing atau penggiliran aliran air dengan skema 2-5 dan saat ini masih disusun jadwalnya.

"Ini masih meeting. Yang jelas jadwal rationing itu skemanya 2-5, 2 hari off 5 hari on," ungkapnya kepada TRIBUNBATAM.id, Selasa (10/3/2020).

Ia pun berharap warga Batam tak lupa untuk berdoa agar hujan dapat turun beberapa hari ke depan.

Hal ini bukan tanpa sebab. Ketersediaan air baku di setiap waduk (DAM) sangat bergantung pada tingginya curah hujan.

"Didoakan saja," sambungnya.

Waduk Terus Menyusut 

Saat ini, warga Batam sedang dihantui dengan krisis air bersih.

Pasokan air bersih di Batam sangat tergantung dengan curah hujan.

Celakanya kondisi waduk utama menyusut hingga batas ambang krisis.

PT Adhya Tirta Batam (ATB) selaku penyuplai air bersih berancang-ancang melakukan rationing alias penggiliran aliran air.

Skema yang diambil yakni lima hari mengalir dan dua hari mati dalam satu minggu. 

Rationing di wilayah Piayu, Mukakuning akan dilangsungkan pada 15 Maret 2020 mendatang.

"Dua hari off dan lima hari on," ujar Head of Corporate Secretary PT Adhya Tirta Batam (ATB), Maria Jacobus, Kamis (5/3/2020).

 Batam Krisis Air, Anggota Dewan Pertanyakan Inovasi Cari Sumber Air Baru

 Jadwal Rationing Belum Mulai, Warga Sei Lekop Batam Sudah Seminggu Tak Dapat Air

Maria menegaskan penggiliran ini dilakukan untuk memperpanjang umur dam hingga 6 Juli 2020.

Lantas mengapa dilakukan penggiliran?

Tanpa penggiliran, stok air bersih diprediksi akan bertahan hanya sampai 13 Juni 2020.

Dari 228.900 pelanggan, sebanyak 196 ribu terdampak, komersial 30 ribu dan industri 3290 terdampak.

"Sebanyak 196 ribu dari 280 ribu yang terdampak, itu sama dengan 82 persen total dari semua pelanggan domestik di Batam. Kemudian, yang pelanggan komersil, 89 persen dari total komersil di Batam. Serta untuk industri, jumlahnya 98 persen dari industri di Batam," papar Maria.

Sementara itu untuk lokasi pelanggan yang terdampak rationing, terdampak di 17 lokasi pelanggan.

Maria meminta BP Batam turut serta memberikan edukasi hemat air dan sosialisasi secara proaktif.

Selain itu, kata dia, penting juga dilakukan screening pelanggan industri dan komersial. Misalnya pabrik plastik. Jadi penting melihat pelanggan yang menggunakan banyak air, terutama pabrik plastik.

Mengandalkan doa 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Hang Nadim Batam memprediksi rendahnya curah hujan sejak bulan Februari hingga akhir Maret 2020 nanti.

Jika tidak turun hujan, maka petaka krisis air bersih cepat terjadi.

Kondisi ini pun tak luput dari sorotan banyak pihak. Salah satunya anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring.

Menurutnya, Batam sangat bergantung dengan intensitas curah hujan.

Namun ia menegaskan, kondisi ini tak seharusnya membuat pihak-pihak terkait berpangku tangan.

"Jangan salahkan Tuhan dong," ungkapnya kepada Tribun Batam, Selasa (10/3/2020).

Thomas menuturkan, ketidakhadiran inovasi justru membuat beberapa pihak seolah menyalahkan kondisi alam.

"Berbicara faktor alam tentu di luar prakiraan. Kondisi ini sebagai premis mayor harus segera dicari alternatifnya," sambungnya.

Inovasi itu lanjutnya dapat berupa penggunaan teknologi untuk menemukan sumber air baru.

Sehingga kebutuhan air untuk warga relevan dengan pertumbuhan penduduk di Batam.

"Kelemahannya itu belum memaksimalkan research and development. Padahal laboratorium sudah ada di lembaga itu," sesalnya.

Ia meminta pihak terkait sebagai penjamin ketersediaan air baku di Batam tidak bekerja seperti petugas pemadam kebakaran.

"Bekerja saat api membesar dan membahayakan. Tapi lebih baik sedia payung sebelum hujan, istilahnya masalah diselesaikan dari hulu baru ke hilir,"

Solusi 

Pihak PT Adhya Tirta Batam (ATB) hingga saat ini masih mempersiapkan jadwal rationing air di Batam.

Hal ini seperti pemaparan Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, Selasa (10/3/2020).

"Ini masih meeting. Yang jelas jadwal rationing itu skemanya 2-5, 2 hari off 5 hari on," ungkapnya kepada TRIBUNBATAM.id

Ia pun berharap warga Batam tak lupa untuk berdoa agar hujan dapat turun beberapa hari ke depan.

Hal ini bukan tanpa sebab. Ketersediaan air baku di setiap waduk (DAM) sangat bergantung pada tingginya curah hujan.

"Didoakan saja," sambungnya.

Menurut Maria, sebenarnya rationing bisa dihindari asalkan bisa transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning.

Namun hingga kini belum ada kejelasan mengenai penggunaan DAM Tembesi.

Lantas apakah Batam sebagai kota industri akan krisis air.

BP Batam Siapkan 3 Alternatif Solusi

Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama PT Adhya Tirta Batam (ATB), menyiapkan langkah antisipasi terhadap ancaman krisis air. Tanpa antisipasi, maka 6 Juli 2020, Dam Duriangkang yang menyuplai 70 persen air di Batam, akan shut down.

BP Batam bersama ATB menyiapkan langkah rationing atau penggiliran air, memompa air dari Waduk Tembesi, hingga menyiapkan hujan buatan.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam, Binsar Tambunan.

"Kondisi sekarang memang Batam sangat kekurangan air hujan atau air baku. Kita mengantisipasi kondisi curah hujan," ujar Binsar saat konfrensi pers di Bida Marketing BP Batam, Kamis (5/3/2020).

Diakuinya langkah yang disiapkan, mengantisipasi kelangkaan air selain rationing atau penggiliran, dengan melibatkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Ia melanjutkan mulai minggu depan, akan membicarakan dengan BPPT untuk menggunakan teknologi modifikasi cuaca penerapan teknologi TMC BPPT.

"Mereka sudah pernah melakukan, dari tidak hujan, menjadi hujan dengan menambah garam untuk mengubah arah angin," ungkap dia.

Kajian pemilihan teknologi buatan, lanjutnya membutuhkan biaya lebih murah, atau sekitar Rp 100 juta. Dimana, dibutuhkan pelaksanaan kajian selama 14 hari kerja.

"Kita akan melakukan kajian secara cepat, untuk mengambil sikap," tuturnya.(*) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved