Warga Batam Kekeringan, Air di Dam Tambesi Melimpah Ruah, Ada Solusi Tapi ATB Tak Bisa Berkerja
Masyarakat Kota Batam bingung menghadapi krisis air di Kota Batam. Sejauh ini, saat ditanyakan pemerintah terus berlindung dibalik faktor alam
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Masyarakat Kota Batam bingung menghadapi krisis air di Kota Batam.
Sejauh ini, saat ditanyakan pemerintah terus berlindung dibalik faktor alam.
Memang belakangan ini, curah hujan sangat minim di Kota Batam.
Sehingga membuat beberapa waduk mulai kering sementara permintaan terus meningkat
• Mimpi Melihat Ular Hitam Pertanda adanya Guna-guna, Bagaimana dengan Arti Mimpi Melihat Ular Besar?
• 150 Tahun Hilang, Akhirnya Keris Kyai Naga Siluman Pangeran Diponegoro Ditemukan di Belanda
• Tawarkan Perempuan via WhatsApp, Muncikari di Karimun Diringkus Polisi, 3 Wanita Masih di Bawah Umur
Sebenarnya bukan tidak ada cara untuk menyelesaikan masalah, hanya saja jalan menuju kesepakatan tidak nampak sejauh ini.
Salah satu cara yaitu mempercepat transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning.
Namun hal tersebut tidak bisa dilaksanakan karena harus ada izin dari BP Batam.
Pihak PT. Adhya Tirta Batam (ATB) hingga saat ini masih mempersiapkan jadwal rationing air di Batam.
Hal ini seperti pemaparan Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, Selasa (10/3/2020).
"Ini masih meeting. Yang jelas jadwal rationing itu skemanya 2-5, 2 hari off 5 hari on," ungkapnya kepada Tribun Batam.
Ia pun berharap warga Batam tak lupa untuk berdoa agar hujan dapat turun beberapa hari ke depan.
Hal ini bukan tanpa sebab. Ketersediaan air baku di setiap waduk (DAM) sangat bergantung pada tingginya curah hujan.
"Didoakan saja," sambungnya.
Menurut Maria, langkah pendistribusian (rationing) bergilir air bagi warga Batam bisa diatasi dengan mempercepat transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning.
Terpisah, anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring menyebut permasalahan jaminan ketersediaan air baku di Batam adalah tanggung jawab Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Baginya, ATB hanya bertugas untuk mendistribusikan air ke masyarakat Batam. Permasalahan waduk dan sumber air baru ada di wilayah BP Batam.
"Jika distribusi air ke warga yang bermasalah, itu tanggung jawab ATB. Namun ketersediaannya BP Batam," sebutnya.
Warga Resah
Keresahan warga pun semakin menjadi-jadi setelah Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Hang Nadim Batam memprediksi rendahnya curah hujan sejak bulan Februari hingga akhir Maret 2020 nanti.
Kondisi ini pun tak luput dari sorotan banyak pihak. Salah satunya anggota Komisi III DPRD Batam, Thomas Arihta Sembiring.
Menurutnya, Batam sangat bergantung dengan intensitas curah hujan.
Namun ia menegaskan, kondisi ini tak seharusnya membuat pihak-pihak terkait berpangku tangan.
"Jangan salahkan Tuhan dong," ungkapnya kepada Tribun Batam, Selasa (10/3/2020).
Thomas menuturkan, ketidakhadiran inovasi justru membuat beberapa pihak seolah menyalahkan kondisi alam.
"Berbicara faktor alam tentu di luar prakiraan. Kondisi ini sebagai premis mayor harus segera dicari alternatifnya," sambungnya.
Inovasi itu lanjutnya dapat berupa penggunaan teknologi untuk menemukan sumber air baru.
Sehingga kebutuhan air untuk warga relevan dengan pertumbuhan penduduk di Batam.
"Kelemahannya itu belum memaksimalkan research and development. Padahal laboratorium sudah ada di lembaga itu," sesalnya.
Ia meminta pihak terkait sebagai penjamin ketersediaan air baku di Batam tidak bekerja seperti petugas pemadam kebakaran.
"Bekerja saat api membesar dan membahayakan. Tapi lebih baik sedia payung sebelum hujan, istilahnya masalah diselesaikan dari hulu baru ke hilir," pungkasnya. (dna)
Transfer Air Baku Domain BP Batam
Untuk mengatasinya, PT. Adhya Tirta Batam (ATB) sebagai pengelola air bersih di Batam pun menawarkan solusi dengan melakukan pendistribusian (rationing) bergilir terhadap warga.
Walau waktunya masih dipersiapkan, namun skema 2-5, 2 hari off 5 hari on, untuk rationing telah disosialisasikan.
Selain itu, Head of Corporate Secretary (ATB), Maria Jacobus menuturkan cara lain agar krisis air bersih sementara waktu dapat ditangani.
"Yaitu dengan mempercepat transfer air baku dari DAM Tembesi ke DAM Mukakuning," ungkapnya kepada Tribun Batam, Selasa (10/3/2020).
Namun lanjutnya, proses itu sendiri merupakan domain Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Maria menambahkan, pihaknya tak dapat mencampuri teknis pengerjaannya.
"Karena itu domain BP Batam, jadi prepare (persiapan) juga semuanya dilakukan oleh BP," sambungnya.
Tak ingin banyak berkomentar, Maria hanya mengatakan sampai bertemu hari Kamis (12/3/2020) nanti.
Tak jelas maksudnya, kemungkinan hal ini mengarah pada agenda pertemuan antara ATB dan Komisi III DPRD Batam yang sempat tertunda. (dna)
Optimasi ATB
PT. Adhya Tirta Batam (ATB) terus berupaya memberikan layanan terbaik di tengah keterbatasan sumber air baku. Namun, potensi krisis air baku harus tetap menjadi perhatian utama pemerintah.
Bergerak di bidang utilitas pelayanan air bersih di wilayah dengan keterbatasan sumber daya air baku, ATB sangat menyadari pentingnya melakukan berbagai upaya untuk turut serta menjaga ketersediaan air baku.
Untuk itu, ATB telah melakukan upaya efisiensi dalam hal pengelolaan air selama bertahun-tahun. Sehingga, walaupun sumber air baku di Batam sangat terbatas, masyarakat Batam masih bisa menikmati air bersih hingga hari ini.
Namun, efisiensi yang dilakukan ATB tidak akan cukup jika Batam tak kunjung mencari solusi untuk mengatasi masalah ketersediaan air baku. Setidaknya, ada 2 hal penting yang harus menjadi perhatian. Yakni, menjaga Daerah Tangkapan Air (DTA) di waduk-waduk yang telah ada, dan menambah cadangan sumber air baku baru.
“ATB sudah melakukan kewajibannya secara maksimal. Bahkan melebihi yang diwajibkan. Namun, apa yang kami lakukan tidak akan berguna bila kita tak menjaga sumber-sumber air baku di Batam,” ujar Head of Corporate Secretary ATB, Maria Jacobus, Selasa (10/3/2020).
Saat ini, kebutuhan air bersih di Kota Batam dipenuhi melalui 5 waduk milik pemerintah. Diantaranya Waduk Duriangkang, Mukakuning, Sei Harapan, Sei Ladi dan Nongsa. Waduk Duriangkang menopang 80 persen kebutuhan masyarakat kota Batam.
Namun, saat ini air di Waduk Duriangkang yang menopang kebutuhan air 228.900 pelanggan, telah menyusut hingga level -3,14 meter di bawah bangunan pelimpah. Jika air menyentuh level -3,4 meter di bawah bangunan pelimpah, maka IPA Tanjung Piayu dan pompa intake yang menyalurkan air dari waduk Duriangkang ke IPA Muka Kuning akan berhenti beroperasi.
Sementara bila air telah menyentuh level -5,0 meter, maka seluruh IPA Duriangkang dengan kapasitas 2.200 liter juga akan berhenti beroperasi. Pada akhirnya, akan ada 228.900 sambungan pelanggan yang tak akan mendapat pelayanan air bersih. Perlu diketahui, saat ini level air di waduk konsisten mengalami penurunan sebesar 2 cm.
“Mari sama-sama berharap agar pemerintah sebagai pemilik waduk memiliki langkah antisipatif jangka pendek dan jangka panjang. Jangan sampai Batam lumpuh karena tidak ada air,” tegas Maria.
Bencana Terburuk
Kondisi waduk Duriangkang saat ini merupakan yang terburuk sejak waduk tersebut beroperasi. Apalagi, setiap hari level air di waduk turun 2 cm. Batam semakin dekat dengan ancaman krisis air baku.
Batam sebenarnya pernah melewati krisis air. Tepatnya Saat El Nino menerpa Batam tahun 2015 silam. Saat itu, Waduk Nongsa mengalami penyusutan paling kritis dan disusul oleh Waduk Sei Harapan. El Nino memperpanjang masa kemarau tahunan yang terus dialami Kota Batam di awal tahun.
Namun krisis itu mampu dilewati dengan berbagai skema penggiliran. Dampak bisa diminimalisir, karena Waduk Duriangkang sebagai penyuplai air terbesar di Kota Batam masih bisa diandalkan untuk mengantisipasi hal terburuk.
Kini, waduk yang menjadi andalan kota Batam itu yang terancam tumbang. ATB telah memberikan masukan kepada pemerintah sejak tahun 2015, agar segera mengambil langkah antisipatif guna meminimalisir potensi krisis.
“Kami sudah melihat bahwa kita akan mengalami potensi krisis air sejak 5 tahun lalu. Kami juga telah memberikan masukan. Sayangnya, belum ada langkah strategis yang dilakukan untuk menjaga ketersediaan air baku,” jelas Maria.
ATB sendiri tidak memiliki kewenangan di waduk dan Daerah Tangkapan Air (DTA). Karena kedua wilayah tersebut adalah milik pemerintah.
Kendati demikian, ATB tak tinggal diam dan berpangku tangan. ATB secara rutin melakukan penanaman pohon di sekitar DTA melalui kegiatan tahunan bernama ATB Festival Hijau.
ATB bersinergi bersama pemerintah dan seluruh elemen masyarakat untuk menanam dan memelihara bibit pohon sebagai langkah konkrit untuk mengatasi persoalan deforestasi hutan serta memelihara catchment area (daerah resapan air).
ATB juga aktif memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai program. Tujuannya untuk menanamkan budaya bertoleransi dalam hal penggunaan air, dan dalam hal penggunaan air seperlunya. (*)
Artikel ini telah tayang di tribunbatam.id dengan judul Optimal Antisipasi Krisis Air di Batam, Apa yang Dilakukan ATB?, https://batam.tribunnews.com/2020/03/10/optimal-antisipasi-krisis-air-di-batam-apa-yang-dilakukan-atb?page=all.