Gejala Baru Virus Corona Terungkap di Korea, Tak Bisa Mencium Bau & Mengecap Rasa
Studi membuktikan gejala baru virus corona membuat seseorang yang terinfeksi kehilangan kemampuan penciuman.
Gejala Baru Virus Corona Terungkap di Korea, Tak Bisa Mencium Bau & Mengecap Rasa
TRIBUNBATAM.id- Penyebaran virus Corona saat ini ikut memunculkan sejumlah fakta baru.
Fakta-fakta tersebut berkaitan dengan gejala yang dialami seseorang yang terinfeksi virus Corona.
Ya, satu gejala baru virus Corona terungkap di Korea.
Studi membuktikan gejala baru virus corona membuat seseorang yang terinfeksi kehilangan kemampuan penciuman.
Kenali gejala baru virus corona selain demam dan batu, tidak bisa cium bau dan mengecap rasa.
Gejala baru virus corona ditemukan di Korea Selatan pada beberapa pasien positif Covid-19.
• China Tuding Virus Corona Baru di Negerinya Diekspor dari Indonesia, Pemerintah Indonesia Bereaksi
• Batam Starts Corona Virus Rapid Test
Bukan dalam bentuk demam dan batuk, pasien positif corona justru kehilangan kemampuan mencium bau dan mengecap rasa.
Siapapun yang mendadak tidak bisa mencium bau adalah pembawa virus corona tak kasat mata.
Dalam kondisi ini, mereka biasanya tidak memiliki gejala umum Covid-19 seperti demam dan batuk.
Studi ini diungkap oleh ahli rinologi terkemuka di Inggris.

Di Korea Selatan, China, dan Italia, sekitar sepertiga pasien yang dites positif Covid-19 mengaku penciumannya terganggu atau hilang.
Menurut ahli THT di Inggris, kondisi ini dikenal sebagai anosmia atau hyposmia.
• Ramalan Zodiak Asmara Selasa 24 Maret 2020, Aries Bertengkar, Taurus Sensitif, Scorpio Tempramen
• Ramalan Zodiak Hari Selasa 24 Maret 2020, Cancer Bahagia, Virgo Ada Kejutan, Leo Jaga Kesehatan
"Di Korea Selatan, di mana pengujian dilakukan sangat luas, 30 persen pasien yang dites positif Covid-19 memiliki anosmia (hilangnya penciuman)," kata president of the British Rhinological Society Professor, Clare Hopkins, dan president of the British Association of Otorhinolaryngology, professor Nirmal Kumar.
Dilansir Business Insider, Senin (23/3/2020), para profesor mengatakan bahwa banyak pasien diseluruh dunia yang positif Covid-19 terinfeksi tanpa gejala demam tinggi atau batuk.
Sebagai gantinya, mereka sulit mencium bau dan mengecap rasa.
"Ada sejumlah laporan yang berkembang pesat tentang peningkatan signifikan dalam jumlah pasien Covid-19 yang hanya mengalami anosmia tanpa adanya gejala lain," kata peneliti dalam sebuah keterangan.
"Iran telah melaporkan peningkatan signifikan dalam kasus anosmia.
Selain itu, banyak pasien dari AS, Perancis, dan Italia Utara yang juga memiliki pengalaman sama," imbuhnya.
Minimnya gejala atau tanpa gejala yang umum terjadi pada Covid-19 membuat pasien yang mungkin positif tidak memeriksakan diri, dan tidak mengkarantina diri.
Jika ini terjadi, pasien Covid-19 yang tanpa gejala justru berkontribusi besar terhadap penyebaran penyakit.

Orang muda mungkin tidak menunjukkan gejala virus corona yang umum
Profesor Kumar mengatakan kepada Sky News bahwa pasien berusia muda justru menunjukkan tanda tidak dapat mencium bau atau mengecap rasa. Mereka tidak menunjukkan gejala virus corona yang umum seperti demam tinggi atau batuk terus menerus.
"Pada pasien muda, mereka tidak memiliki gejala yang signifikan seperti batuk dan demam.
Namun mereka mungkin kehilangan indera penciuman dan pengecapan, yang menunjukkan bahwa virus ini tinggal di hidung," katanya.
Para profesor menyerukan siapa saja yang memiliki gejala kehilangan indra penciuman dan perasa untuk mengisolasi diri selama tujuh hari untuk mencegah penyebaran penyakit lebih lanjut. (Kompas.com/ Gloria Setyvani Putri)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Studi: Mendadak Tak Bisa Mencium Bau, Gejala Baru untuk Virus Corona".

Obat Klorokuin untuk Pasien Corona Tak Bisa Diminum Sembarangan
Di samping gejala corona yang masih sulit dibedakan, obat untuk pasien corona ringan mulai ditemukan.
Meski demikian, konsumsinya tak boleh sembarangan karena klorokuin yang dipakai obati corona bisa sebabkan kematian.
Obat klorokuin yang digunakan pemerintah untuk menyembuhkan pasien corona bukanlah obat sembarangan yang bisa dipakai mencegah Covid-19, bisa menyebabkan kematian.
Untuk menangani pasien positif corona, pemerintah Indonesia menyiapkan dua obat yakni avigan dan klorokuin.
Kedua obat tersebut diyakini ampuh untuk mengobati pasien corona.
Namun, yang perlu diketahui, obat klorokuin bukanlah obat untuk mencegah corona.
Malah, dalam beberapa kasus, klorokuin bisa menyebabkan kematian jika dikonsumsi sembarangan.
• Aksi Kopassus Makan Beling Bikin Melongo Pasukan Elite AS, Geleng-geleng Kepala, Simak Kisahnya
• Kerap Berperan Sebagai ART di Sinetron, Ini Pesan Terakhir Purwaniatun Sebelum Meninggal
Covid-19 merupakan penyakit yang disebabkan virus corona jenis SARS-Cov-2.
Pemerintah lantas mendatangkan 5.000 butir avigan, dan tengah memesan dua juta butir lagi.
Sementara klorokuin sudah disiapkan sebanyak tiga juta butir.
Juru bicara Pemerintah untuk penanganan virus corona, Achmad Yurianto, mengimbau masyarakat tidak membeli dan menyimpan obat jenis klorokuin.

Selain bukan merupakan obat untuk mencegah infeksi virus corona, klorokuin juga merupakan jenis obat keras yang tak boleh sembarangan dikonsumsi.
Klorokuin diberikan kepada pasien dengan resep dokter. "Ini obat yang diberikan dengan resep dokter dan dengan pengawasan," kata Yuri.
Bahkan, seorang anak perempuan dari Tulsa, Oklahoma meninggal karena meminumnya.
Lana dan Steve Ervin kehilangan anak mereka, Ashley, setelah anak mereka tidak sengaja menelan apa yang diyakini sebagai pil klorokuin 37 tahun lalu.
Saat itu --tanpa diketahui, Ashley menemukan obat anti- malaria yang tersimpan di laci kamar mandi.
Menurut Lana, mereka telah diingatkan tentang betapa berbahayanya obat anti-malaria saat itu.
Melalui The Oklahoman, Lana dan Steve mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap efek samping obat yang berpotensi mematikan.
"Kita harus memberi tahu orang-orang ini berbahaya," kata Lana.
"Ketika saya pertama kali mendengar mereka mengatakannya, saya pikir saya perlu memberi tahu orang lain."
Meski begitu, Lana mengaku tidak bermaksud mencegah orang minum obat anti-malaria jika peneliti membuktikan itu dapat memerangi virus corona.
"Semoga itu benar-benar melayani pengobatan Covid-19," katanya dalam pemberitaan surat kabar itu.
"Tapi orang tua, kakek dan nenek, semua orang perlu tahu. Itu berbahaya."
Sementara itu, Direktur pelaksana Oklahoma Center for Poison and Drug Information, Scott Schaeffer mengatakan, hydroxychloroquine juga sedang ditinjau sebagai pengobatan Covid-19 yang potensial.
Hydroxychloroquine cenderung ditoleransi lebih baik daripada chloroquine, tetapi perlu waspada akan keduanya.
"Hydroxychloroquine tidak seburuk itu, tetapi masih harus berhati-hati untuk menjauhkannya dari jangkauan anak-anak, karena dapat memiliki efek yang sangat mirip chloroquine," kata Schaeffer. (Kompas.com/ Nabilla Tashandra
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Bukan untuk Cegah Infeksi Corona, Klorokuin Bahaya Dipakai Sembarangan"