Merasakan Gejala Covid-19 Setelah Baca Beritanya, Kemungkinan Psikosomatis, Ini Penjelasannya
Ada kemungkinan Psikosomatis jika merasa seperti ada gejala Covid-19 setelah membaca beritanya, ini penjelasannya.
TRIBUNBATAM.id - Penyebaran virus Corona terbilang sangat cepat di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Berbagai informasi dan berita yang ada saat ini banyak membahad tentang Covid-19 ini.
Tapi jika setelah baca berita atau informasi jadi panik atau malah ketakutan,maka kemungkinan itu adalah psikosomatis.
• Larangan Berkumpul Cegah Covid-19, Tim Gabungan Temukan Warga Anambas Keluyuran di Luar Rumah
Banyak orang menjadi parno dan merasakan gejala yang disebarkan lewat berbagai media.
Dikutip TribunMataram.com dari Kompas.com, kekhawatiran ini membuat tubuh merasakan gejala layaknya Covid-19.
Hal ini membuat pikiran makin panik karena merasa terinfeksi virus corona.

Dokter dari The International Psychology Clinic, dr. Martina Paglia mengatakan sangat mungkin banyak orang bergejala mirip virus corona hanya karena kecemasan.
Lebih lanjut, pikiran ternyata tak bisa membedakan bahaya nyata dan yang dirasakan.
Saat merasa terancam dan rentan, adrenalin akan mengalir ke seluruh tubuh.
• Viral Pramugari Pamit dengan Nyanyikan Lagu Buat Penumpang, Terancam Dipecat Karena Virus Corona
Peningkatan kecemasan ini akan memicu nyeri dada, pusing, sesak napas hingga merasa demam.
Dokter mengingatkan agar jangan cemas dan panik, kemungkinan besar hal ini adalah psikosomatis daripada terserang virus.
Apa itu psikosomatis?
Dilansir Psychology Today, penyakit psikosomatis atau psikosomatik adalah suatu penyakit di mana pikiran bawah sadar menghasilkan gejala fisik tanpa adanya penyakit.
Biasanya pasien sudah mendatangi petugas medis, namun tidak menemukan penjelasan medis. Sehingga mereka disarankan untuk terapi.
Dikutip Patient Info, psikosomatik berarti pikiran (jiwa) dan tubuh (soma). Gangguan psikosomatik adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh.
• MENGENAL Asal Mula Ogoh-ogoh dan Fungsinya Saat Perayaan Nyepi
Tidak menular secara fisik
Dilansir Psychology Today, meskipun penyakit psikosomatik tidak menular secara fisik, penyakit ini menular secara emosional.
Bisa secara pribadi maupun kelompok melalui informasi yang dibagikan di media sosial.
Wheaton dalam penelitiannya yang berjudul Psychological Predictors of Anxiety in Response to the H1N1 (Swine Flu) Pandemic, mengungkapkan hubungan antara wabah dan psikosomatik.
Di antara temuannya adalah wabah yang dipublikasikan secara luas dapat menyebabkan penyakit psikogenik massal.
• Tinjau Proyek RS Covid-19 di Batam, Panglima TNI: Semoga Senin (30/3) Sudah Beroperasi
Artinya orang sehat bisa salah mengartikan sensasi tubuh yang tidak serius seperti merasa sesak napas atau pusing sebagai bukti bahwa mereka sedang sakit.
Penelitian juga mencatat bahwa kesalahan diagnosis dapat menyebabkan kewaspadaan berlebihan, meningkatkan kecemasan, dan perilaku keselamatan ekstrem.
Dampaknya negatif bagi masyarakat, seperti terlalu banyak menggunakan sumber daya medis (masker, hand sanitizer, dan lainnya), bahkan kehilangan pekerjaan.
Mengatasinya
Beberapa saran yang bisa diterapkan, seperti dilansir Psychology Today antara lain:
- Pahami bahwa virus corona seperti wabah lainnya, ini akan berlalu.
- Seimbangkan antara informasi dan inspirasi (seperti berita baik dari corona dan kisah pasien sembuh). Hal itu dapat membantu Anda mundur ke belakang dan melihat pandemi ini secara lebih luas.
- Tetap lakukan disinfeksi dan pola hidup sehat.
- Media sosial digunakan untuk tetap terhubung tapi tetap berhati-hati dalam mengonsumsi informasi.
• Tinjau Proyek RS Covid-19 di Batam, Panglima TNI: Semoga Senin (30/3) Sudah Beroperasi
WHO juga memberikan saran serupa, yaitu:
- Hindari menonton, membaca, atau mendengarkan berita yang membuat Anda cemas atau tertekan.
- Carilah informasi terkini pada waktu tertentu. Sekali atau dua kali sehari saja.
- Tetap terhubung dengan jejaring sosial Anda. Jika dibatasi dalam pertemuan, gunakan media sosial.
- Dalam situasi isolasi, cobalah sebisa mungkin untuk menjaga rutinitas harian pribadi Anda.
- Selama masa-masa stres, perhatikan kebutuhan dan perasaan Anda sendiri. Misalnya lakukan hal yang membuat sehat dan rileks namun dapat Anda nikmati.
- Berolahragalah secara teratur, jaga rutinitas tidur, dan makan makanan sehat. (TribunMataram.com/Asytari Fauziah)

Gejala Covid-19 pada Anak Muda
Berikut gejala virus corona yang menyerang anak muda hingga anak-anak, alami hal yang berbeda.
Valerie Wilson (34) dan Fiona Lowenstein (26) mengira, mereka terlalu muda untuk terinfeksi virus corona, sebelum dinyatakan positif.
Mereka pun membagikan kisahnya kepada millenial lainnya ketika sudah pulih, agar tetap sadar pentingnya menjaga kesehatan.
Dilansir dari CNN, Wilson yang merupakan seorang ahli perjalanan, menepis gejalanya ketika pertama kali sakit.
• Cut Syifa Bongkar Isu Hubungannya dengan Rangga Azof, Sang Kakak Bongka Kriteria Adik Ipar
Kehilangan indra penciuman

Menurutnya, dia terlalu lelah dan hanya demam biasa. Sampai suatu hari dia kehilangan indra penciumannya secara total.
Dokternya berkata bahwa Wilson tak kelihatan seperti seseorang yang terinfeksi virus corona.
Tapi, setelah mengalami batuk yang parah, dia kembali ke ruang dokter dan masuk tanpa izin.
"Saya menangis dan mengatakan kepada mereka bahwa saya benar-benar takut. Tanpa ragu, mereka mengujinya," kata Wilson.
Wilson diketahui memiliki penyakit Lyme dan gangguan autoimun.
Dia merasa takut ketika mengetahui virus corona dapat mengirim seseorang ke ruang gawat darurat.
Dia pun berpesan kepada kaum muda untuk melakukan bagian dari mereka dan tinggal di rumah demi melindungi orang-orang yang mereka cintai.
"Kaum muda perlu memahami bahwa pada usia 30, saya akan mengatakan ada sebagian dari kita yang memang memiliki semacam kondisi yang mendasarinya, sehingga kita harus sadar bahwa kita memiliki sesuatu yang membuat kita sedikit lebih lemah untuk virus ini," katanya.
Hampir tak bisa makan dan bicara
Sementara itu, Lowenstein berpikir bahwa dia bukan termasuk kelompok yang paling berisiko akan virus corona.
Dia merasakan demam pada 13 Maret 2020 dan tetap tinggal di rumah sampai pada titik hampir tak bisa makan atau berbicara.
Saat itu pun dia pergi ke dokter dan menjalani perawatan selama dua malam.
• Kelulusan Ditentukan Sekolah, Ujian Nasional di Tanjungpinang Ditiadakan Akibat Wabah Virus Corona
Meskipun dia merasa lebih baik sekarang, dia harus diisolasi sampai dia tes negatif untuk Covid-19.
Angka statistika menunjukkan bahwa tingkat kematian dan gejala berat dari virus corona lebih banyak dirasakan oleh kelompok usia lanjut.
Kendati demikian, laporan terbaru menunjukkan bahwa kaum muda masih memiliki risiko untuk tertular virus corona.
Gejala pada anak
Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti China menemukan bahwa lebih dari separuh anak-anak memiliki gejala seperti pilek atau bahkan tak ada gejala sama sekali.
Dilansir dari The Guardian, penelitian itu dilakukan dengan memeriksa 2.000 sampel hasil infeksi dari kasus Covid-19 yang dikonfirmasi atau diduga.
Sekitar 5 persen dari mereka mengalami kondisi parah dan kritis, yaitu kadar oksigen tubuh rendah dan berbagai organ terancam.
• Pekerja Ngebut Kerjakan Proyek Rumah Sakit Khusus Covid-19 di Galang Batam
Usia di bawah satu tahun paling berisiko pada kasus 5 persen itu.
Meski memiliki kesenjangan signifikan dalam analisis ini, tetapi penelitian itu setidaknya menegaskan kembali bahwa kebanyakan infeksi pada anak-anak adalah ringan. (Kompas.com/ Ahmad Naufal Dzulfaroh/ Rizal Setyo Nugroho)
Artikel ini telah tayang di Tribunmataram.com dengan judul Merasakan Gejala Covid-19 Setelah Baca Berita Virus Corona? Kemungkinan Psikosomatis, Hati-hati!