TANJUNGPINANG TERKINI

Ini Tanggapan Warga Tanjungpinang Soal Napi Dapat Asimilasi Dampak Covid-19

Warga khawatir soal pengawasan para napi dan warga binaan anak yang mendapatkan asimilasi ini tak berjalan maksimal, akhirnya kembali berbuat pidana

Penulis: Endra Kaputra | Editor: Dewi Haryati
TribunBatam.id/Istimewa
Ilustrasi warga binaan. Kementerian Hukum dan HAM membuat kebijakan untuk mencegah dampak penyebaran Covid-19. Napi dan warga binaan anak yang mendapat program asimilasi Kemenkumham ini bisa berkumpul dengan keluarganya lebih cepat 

TRIBUNBATAM.id, TANJUNGPINANG - Total narapidana dan warga binaan anak di Kepulauan Riau (Kepri) yang mendapatkan asimilasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) untuk mencegah Covid-19, hingga saat ini berjumlah 191 orang. 

Jumlah tersebut berdasarkan data yang diberikan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Kepri. Dengan program ini, mereka bisa berkumpul dengan keluarganya lebih cepat dari masa pidana yang seharusnya dijalani.

Namun hal itu ternyata menjadi ketakutan bagi masyarakat, khususnya di Tanjungpinang. Seorang warga David (56) mempertanyakan soal pengawasan petugas nantinya. Apakah petugas yang mengawasi para narapidana dan warga binaan anak bisa maksimal?

"Sudah memadai tak petugas yang mengawasinya. Soalnya belum dinyatakan bebaskan," ujarnya, Kamis (2/4/2020).

Ia khawatir, dengan kondisi ekonomi lemah akibat dampak Covid-19 dapat membuat angka kriminalitas meningkat.

Pasien Corona Sembuh, Bupati Karimun Apresiasi Petugas Kesehatan & Non Medis, Janji Beri Insentif

 

"Kita sama-sama tahu aja, sekarang susah cari kerja, orang takut juga keluar rumah. Artinya nggak ada pemasukankan. Itu aja kita sudah khawatir tingkat kriminalitas naik. Apalagi dengan adanya asimilasi," ujarnya khawatir.

Ia pun mengingatkan, jangan sampai dengan alasan pencegahan Covid-19 dan kapasitas berlebih di ruang tahanan jadi alasan untuk merumahkan mereka.

"Bagusnya diungsikan saja di satu tempat dulu. Pengawasannya pun juga gampang, jangan dirumahkan," sebutnya.

Senada dengan Ali (23). Ia juga mempertanyakan soal pengawasan petugas. Dengan jumlah hampir 200 orang yang akan dirumahkan, apakah petugas yang bertugas mengawasi bisa bertanggungjawab.

"Kalau 100 saja orang yang dirumahkan, artinya 100 rumah yang harus diawasi dengan lokasi yang berbeda-beda. Bisa yakinkan masyarakat gak?," tanyanya.

Dengan hal ini, warga berharap pemerintah terutama Kanwil Kemenkumham Kepri bisa mempertimbangkan hal tersebut.

"Mungkin kekhawatiran masyarakat ini bisa dipertimbangkan, untuk dilaporkan ke pemerintah pusat. Jujur kami jadi khawatir," ujarnya.

87 Napi dan Anak Dapat Asimilasi

Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kepri kembali mengumumkan jumlah narapidana dan warga binaan anak yang mendapatkan asimilasi.

Kepala Kanwil Kemenkumham Kepri melalui Humas Rinto Gunawan menyebutkan, ada sebanyak 87 narapidana dan warga binaan anak yang mendapatkan asimilasi.

"Hari ini ada 87 orang yang dapat asimilasi. Tentunya ini atas kebijakan pemerintah pusat dalam pencegahan Covid-19 dan over kapasitas ruang tahanan," katanya, Kamis (2/4/2020).

Dirincikan, Lapas Kelas IIA Tanjungpinang berjumlah 20 orang, Lapas Kelas IIA Batam 14 orang, LPKA Kelas II Batam 15 orang.

"LPP Kelas IIB Batam ada 1 orang, Rutan Kelas l Tanjungpinang 14 orang, Rutan Kelas IIA Batam 3 orang, dan Rutan Kelas IIB Tanjungbalai Karimun berjumlah 20 orang," sebutnya.

87 orang tersebut tentunya sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

"Syarat yang harus dipenuhi bagi narapidana dan warga binaan anak untuk dapat keluar melalui asimilasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi anak," ujarnya.

Ia pun kembali mengimbau, agar para narapidana dan warga binaan anak yang mendapat asimilasi tetap mengikuti aturan.

"Jangan sampai keluyuran kemana-mana. Ingat masih dalam pemantauan kita. Ikuti aturan hingga sudah keluar SK pembebasan," imbaunya.

6 Warga Binaan Gagal Dapat Asimilasi

Dari 110 narapidana dan warga binaan anak yang mendapat asimilasi, ada 6 orang tak memenuhi administrasi.

"6 orang tersebut tidak bisa menghubungi keluarganya. Jadi sesuai ketentuan ini, petugas Bapas akan kesulitan memantau mereka. Jadinya tidak bisa dapat," ujar Humas Kanwil Kemenkumham Kepri Rinto Gunawan, Kamis (2/4/2020).

Menurutnya, 6 orang tersebut tidak keberatan akan hal itu, dan menerima untuk menjalani sisa masa tahanannya.

"Mereka tidak persoalkan juga, soalnya mereka juga nggak bisa hubungi keluarganya," ucapnya.

Dijelaskan, setelah sampai di rumah masing-masing, para narapidana dan warga binaan anak akan dipantau oleh petugas Bapas.

"Pemantauan tersebut untuk memastikan bahwa memang benar berada di rumah, sambil menunggu SK pembebasan bersyarat dan cuti bersyaratnya," sebutnya.

Ia menyampaikan, masyarakat tidak perlu khawatir atas kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat.

"Mereka semua tetap dalam pantauan sampai dinyatakan bebas. Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan covid-19 dan over kapasitas ruang tahanan," ujarnya.

Perlu diketahui, Keputusan Menteri Hukum dan HAM bernomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19 yang ditandatangani Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada Senin (30/3/2020) kemarin.

Syarat yang harus dipenuhi bagi narapidana dan anak untuk dapat keluar melalui asimilasi adalah telah menjalani 2/3 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana pada 31 Desember 2020 mendatang bagi anak.

Asimilasi tersebut akan dilaksanakan di rumah dan surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Sementara, syarat untuk bebas melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas) adalah telah menjalani 2/3 masa pidana bagi narapidana dan telah menjalani 1/2 masa pidana.

Pembebasan di atas hanya berlaku pada narapidana dan anak yang tidak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan warga negara asing.

(Tribunbatam.id/endrakaputra)

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved