Kim Jong Un Dikabarkan Sakit Parah, Mungkinkah Pemimpin Korea Utara Hidup Setelah Mati Otak?

Daily NK, media yang dikelola oleh pembelot Korea Utara, melaporkan bahwa Kim Jong Un melakukan prosedur operasi kardiovaskular.

KOMPAS.COM
Kim Jong Un 

TRIBUNBATAM.id PYONGYANG- Kim Jong Un dikabarkan sedang sakit parah.

Sebelum kabar tersebut berhembus, Pemipin Korea Utara itupun memang sudah cukup lama tak terlihat di hadapan publik.

Kim Jong Un disebut sakit diduga setelah melakukan operasi jantung. Presiden Korea Utara ini disebut berada dalam kondisi kritis usai melakukan operasi.

Dia disebut tengah melakukan proses pemulihan di sebuah vila yang berlokasi di kawasan Hyangsan County, swetelah disebut operasi pada 12 April.

"Perokok berat, obesitas, dan kelelahan menjadi faktor mengapa Kim langsung menjalani operasi jantung," ulas Daily NK yang mengutip sumber.

Bahkan, melansir Dailystar, Kim Jong Un disebut mengalami koma dan mati otak.

Dalam tweet yang dihapus sejak itu, reporter NBC Katy Tur menulis: 

"Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mati otak, menurut dua pejabat AS."

"Dia baru-baru ini menjalani operasi jantung dan mengalami koma, menurut seorang pejabat AS saat ini dan seorang mantan pejabat AS."

Presiden Donald Trump pun disebut telah mengetahui kabar tentang kondisi kesehatan Kim Jong Un.

Menurut laporan, pemerintahan Presiden Donald Trump menerima informasi bahwa Kim Jong Un menjalani operasi pekan lalu dan percaya jika dia masih hidup, kesehatannya buruk.

Presiden AS Donald Trump Umumkan Darurat Nasional Virus Corona
Presiden AS Donald Trump Umumkan Darurat Nasional Virus Corona (Twitter Donald Trump)

Mendengar hal tersebut, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mendoakan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un agar lekas sembuh pada Selasa (21/4/2020).

Namun tidak banyak berkomentar tentang kondisi kesehatan Kim Jong Un yang disebut kritis.

"Saya harap dia segera sembuh," ungkap Trump kepada reporter Gedung Putih seraya membahas hubungan baik yang selama ini dia jalin dengan pemimpin Korea Utara itu.

"Saya hanya berharap dia baik-baik saja," imbuh Trump dengan menekankan dia mungkin akan mencari tahu langsung kondisi Kim.

Sementara itu, diketahui Kim Jong Un terakhir kali terlihat dalam foto di depan umum sekitar 10 hari lalu, yaitu pada 11 April.

Lamanya pemimpin diktator ini tidak muncul di depan umum pun semakin memicu desas-desus bahwa kesehatan Kim Jong Un mungkin dalam 'bahaya besar'.

Kim Jong Un tampil terakhir kali saat mengambil bagian dalam pertemuan Biro Politik Komite Sentral Partai Buruh Korea.

Setelahnya, ia tidak pernah terlihat di acara penting nasional, bahkan pada sebuah acara yang diadakan untuk mengenang sang kakek, Kim Il-sung.

Baru-baru ini, saudara perempuannya, Kim Yo-jong, 31, menggantikan Kim Jong Un, yang kemudian menimbulkan lebih banyak pertanyaan tentang betapa gawatnya kesehatannya.

Seorang reporter Gedung Putih untuk tweet Bloomberg:

"KJU (Kim Jong Un) belum terlihat di acara-acara penting dalam beberapa hari terakhir."

"Tidak jelas bagi para pejabat AS apakah dia hidup atau mati. (CNN 1 melaporkan kondisinya sangat parah.)"

"Pejabat administrasi Trump sedang mencari siapa yang akan berada di garis suksesi jika Kim Jong Un meninggal atau sudah mati, saya diberitahu."

 

Lain lagi politisi Amerika Ted Lieu yang membuat cuitan tentang siapa yang akan memegang kekuasaan Korea Utara jika Kim Jong Un meninggal.

"Korea Utara tidak memiliki garis suksesi resmi."

"Jika Kim Jong Un meninggal, kemungkinan akan ada perebutan kekuasaan segera & intens."

"Sejarah juga mengajarkan kita bahwa negara totaliter tidak berakhir jika pemimpinnya mati. Tapi itu bisa memberikan peluang untuk perubahan."

Namun di saat rumor buruknya kondisi kesehatan Kim Jong Un, pemerintah negara tetangga Korea Utara, Korea Selatan, membuat pengumuman yang membantahnya.

Pemerintah Korea Utara mengumumkan bahwa Presiden Korea Utara, Kim Jong Un, tidak dalam bahaya besar.

Kemudian jika benar kondisi mati otak tengah dialami Kim Jong Un, mungkinkah sang presiden dapat hidup kembali?

Berikut ulasan mengenai kondisi mati otak seperti dilansir Tribunbatam.id melalui Kompas.com

Beberapa waktu lalu, kasus yang menimpa seorang gadis berusia 13 tahun di California, AS, cukup menghebohkan dunia kedokteran.

Pasalnya, setelah gadis tersebut dinyatakan mati otak, gadis ini masih "hidup" dengan bantuan ventilator.

Namun, sebenarnya apakah tubuh benar dapat bertahan hidup meskipun otak sudah mati dengan bantuan teknologi, dan untuk berapa lama? 

Adalah Jahi McMath, gadis dari Oakland, California, yang dinyatakan mati otak bulan lalu setelah menjalani komplikasi langka dari operasi tonsil.

Keluarga Jahi memaksakan gadis itu untuk berada dalam bantuan ventilator, tetapi pihak hukum meminta agar mesin tersebut dihentikan minggu depan.

Seseorang dinyatakan mati otak ketika tidak ada lagi aktivitas saraf pada otak ataupun batang otaknya.

Artinya, tidak ada lagi impuls saraf yang dikirimkan antara sel-sel otak.

Menurut keterangan Diana Greene-Chandos, asisten profesor bedah saraf dan neurologi di Ohio State University Wexner Medical Center, dokter biasanya akan melakukan serangkaian uji, salah satu pengecekan apakah seseorang dapat merasakan napasnya sendiri.

Ini adalah refleks primitif yang dilakukan oleh batang otak.

Di Amerika Serikat dan banyak negara lainnya, seseorang dinyatakan resmi meninggal jika dia kehilangan aktivitas otaknya (mati otak) atau seluruh napas dan fungsi sirkulasinya.

Dalam kasus Jahi, tiga dokter telah menyatakan bahwa Jahi mengalami mati otak.

Kendati demikian, Greene-Chandos mengatakan, sistem kelistrikan otak biasanya masih dapat menjaga organ tersebut tetap berdenyut dalam periode waktu yang singkat setelah seseorang mengalami mati otak.

Faktanya, jantung masih dapat berdetak meski berada di luar tubuh.

Namun, tanpa bantuan ventilator untuk menjaga darah dan oksigen tetap bergerak, denyutan ini dapat berhenti dengan sangat cepat, biasanya kurang dari satu jam.

"Sedangkan dengan ventilator, beberapa proses biologis seperti fungsi ginjal dan pencernaan dapat berlangsung selama seminggu," jelasnya.

Sementara itu, Kenneth Goodman, direktur di Bioethics Program di University of Miami, menekankan, meskipun sistem tersebut tetap berjalan, tetapi tidak berarti seseorang tersebut masih hidup.

"Jika mengalami mati otak, seseorang telah meninggal, tetapi dengan bantuan teknologi, tubuh dapat melakukan hal-hal yang seharusnya hanya dapat dilakukan pada masa hidup," ujarnya.

Tanpa otak, imbuh dia, tubuh tidak dapat menyekresikan hormon-hormon penting yang dibutuhkan untuk menjaga proses biologis, termasuk fungsi pencernaan, ginjal, dan imun, lebih dari satu minggu.

Contohnya, metabolisme tubuh membutuhkan hormon tiroid dan sistem ginjal membutuhkan vasopresin.

Selain itu, Greene-Chandos menambahkan, tekanan darah dan temperatur tubuh yang normal pun akan sulit dicapai ketika otak sudah tidak berfungsi.

Oleh sebab itu, biasanya dokter menggunakan teknologi untuk menjaga seseorang dengan mati otak tetap hidup selama beberapa hari apabila ada organ-organ yang perlu disumbangkan setelah meninggal.

Bisa juga saat keluarga membutuhkan waktu lebih lama untuk merelakan kepergian seseorang.(*)

Sebagian Artikel ini telah tayang di Intisari dengan judul Nyaring Terdengar Kabar Kim Jong Un Kritis hingga Koma, Ini Penampilan Terakhir Sang Pemimpin Korea Utara di Depan Umum 10 Hari Lalu sebelum Hilang Bak Ditelan Bumi dan di Kompas.com dengan judul  Hidup Setelah Mati Otak, Mungkinkah? 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved