Detik-Detik Pemakaman Walikota Tanjungpinang; Istri Berkursi Roda, Putra Berkopiah dan Baju Hazmat
Nyaris tak ada wajah yang bisa dikenali di suasana pemakaman yang dimulai setelah buka puasa hari kelima Ramadhan itu.
Penulis: Endra Kaputra |
5. Sang Istri Tak Ikut di Kabin Mobil Ambulas BP 7656 A.
Ambulans Pemkab Tanjungpinang yang membawa Wali Kota Syahrul ke TMP Batu, Tanjungpinang, Rabu (29/4/2020) malam
Memang hanya keluarga inti dan betul-betul dekat yang bisa menghadiri prosesi pemakaman Ketua DPD Partai Gerindra Kepri itu.
Tribun dan belasan wartawan lain, hanya memantau dari radius 15 meter.
Petugas polisi, personel TNI, dan satpol PP Pemkab Tanjungpinang, mengawasi para pelayat.
“Pak tolong, jaga jarak. 1,5 meter minimal,” kata petugas ber-APD, berkaos tangan, dan tentunya bermasker.
Juwariyah datang khusus datang ke TMP Batu, untuk menyaksikan kali terakhir jazad suaminya yang sejak 15 April 2020 lalu, dikonfirmasi positif terinfeksi virus yang menyerang organ pernafasan ini.
Sejatinya, wanita berdarah Jawa-Minangkabau ini, ikut di kabin mobil jenazah, nomor polisi BP 7656 A.
Di mobil jenazah silver milik Pemerintah Kota Tanjungpinag inilah, suaminya diantar dari selasar Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Raja Ahmad Tabib ke Taman Makan Pahlawan Batu.
Tak hanya itu, suara bising mesin generator listrik juga menutupi suara tangis sekitar 60-an pelayat di kompleks pemakaman milik pemerintah provinsi itu.
Mesin generator memang harus didatangkan, untuk memberi penerangan di proses pemakaman ala militer dan pahlawan itu.
Dalam catatan Tribun, inilah kali pertama dalam 50 tahun terakhir, ada jenazah yang dikuburkan malam hari di Taman Makam Pahlawan di tengah kota ibu kota provinsi ini.
Proses pemulasaran jenazahnya tak mengikuti tradisi Melayu.
Jenazahnya diwrapping, dibungkus dengan plastik ketat, tak dihadiri orang dekat, kerabat, atau tentangga dekat.
Pejabat Pemko Tanjungpinang, hanya menyaksikan proses pemulasaran, penyalatan salat, usai Magrib, hingga pemakaman di Taman Makam Pahlawan, Tanjungpinang hanya dihadiri kurang dari 20 orang.
Tetap ada upacara laiknya pahlawan, namun di liang kubur, hanya empat petugas.
Itupun mereka menggunakan seragam hamzat.
Prosesi ini, amat miris, dan nyaris tak pernah terlintas di benak keluarga dan kerabatnya.
Pasalnya, selama hampir tiga dekade, sejak awal dekade 1970-an hingga awal 2000-an, sang wali kota adalah guru sekolah, guru mengaji, dan sering , diundang memandikan jenazah di kampungnya di Tarempa, Pulau Anambas.
Bahkan, kepada Tribun, dia mengaku hingga dia mulai bermukim di Tanjungpinang sebagai Guru, Kepala Sekolah Teladan 19 Tanjungpinang, dan pejabat di Dinas Pendidikan Kota Tanjungpinang, ayah dua anak dan empat cucu ini masih kerap diundang menghadiri takziyah, berdoa di depan jenazah warga.
“Masih biasa, nanti jadi wakil wali kota Pinang (2012) tak ada lagi, mungkin segan undang Ayah,” kata Syahrul kepada Tribun sambil berkelakar.