Pasukan KKB Papua Pernah 3 Kali Kelabakan Hadapi Pasukan Elite TNI, Warga Tembagapura diSandera
Dalam catatan sejarah, sudah 3 kali anggota Elit TNI melakukan kontak senjata secara terang-terangan dan membuat anggota KKB ketakutan.
TRIBUNBATAM.id, PAPUA - Sepak terjang anggota elit TNI perah membuat pasukan KKB Papua kelabakan.
Dalam catatan sejarah, sudah 3 kali anggota Elit TNI melakukan kontak senjata secara terang-terangan dan membuat anggota KKB ketakutan.
Yang pertama adalah saat pasukan elit Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus), dikirim untuk meredam aksi KKB Papua pada tahun 1967.
• Singapura Bakal Hadapi Resesi Ekonomi, Diprediksi Pertumbuhan Ekonomi Menyusut Minus 4 Persen
• Singapura Bakal Hadapi Resesi Ekonomi, Diprediksi Pertumbuhan Ekonomi Menyusut Minus 4 Persen
• Tidak Terima Ditegur Saat Berkendara, Seorang Pria Pukul Tetangganya Sendiri
Sebanyak 50 prajurit RPKAD berhasil menggempur KKB Papua yang menyerang salah satu pos koramil di Warmare.
Lalu di tahun 1995, pasukan gabungan Kopassus dan Kostrad diterjunkan untuk menumpas KKB Papua dan menyelamatkan 26 orang sandera.
Dan yang ketiga terjadi di tahun 2017, ketika KKB Papua melakukan aksi penyanderaan terhadap warga Tembagapura.
TNI lalu menerjunkan Kopassus dan Kostrad untuk melakukan operasi pembebasan.
Berikut kisahnya dirangkum SURYA.co.id dari berbagai sumber.
1. 50 Prajurit RPKAD gempur KKB Papua
Awalnya, kurang lebih 50 prajurit RPKAD yang baru mendarat di Papua langsung ditugaskan untuk menggempur KKB Papua.
Dilansir dari buku 'Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando' karya Hendro Subroto, 50 prajurit RPKAD pimpinan Sintong Panjaitan itu langsung ditugaskan menyerbu KKB Papua tanpa sempat istirahat.
Saat itu, salah satu pos koramil di Warmare diserbu oleh KKB Papua.
Pos koramil itu hanya dipertahankan oleh enam orang anggota TNI, yang kemudian salah satunya gugur saat KKB Papua mengepung.
Pasukan RPKAD pimpinan Sintong Panjaitan tiba di Manokwari pada 6 Januari 1967, dan langsung diperintahkan untuk menggempur KKB Papua yang tengah mengepung pos koramil itu.
50 prajurit RPKAD langsung berangkat dari Manokwari menuju Warmare menggunakan dua truk tanpa sempat istirahat.
Dalam menghadapi KKB Papua di Warmare, pasukan RPKAD bertempur secara frontal.
KKB Papua pun berhasil dipukul mundur dari Warmare dan lima orang anggota TNI yang terkepung berhasil dibebaskan.
2. Gabungan Kopassus & Kostrad lawan ratusan KKB Papua
Pasukan gabungan Kopassus dan Kostrad pernah diterjunkan untuk melawan KKB Papua pimpinan Kelly Kwalik, demi menyelamatkan 26 orang sandera.
Dilansir dari buku 'Sandera, 130 Hari Terperangkap di Mapenduma' (1997), 26 orang tersebut merupakan peneliti anggota tim Ekspedisi Lorentz 95 dan berhasil diselamatkan oleh Kopassus dan Kostrad setelah 130 hari disandera.
Meski prajurit Kopassus & Kostrad telah diturunkan, penyanderaan 26 peneliti oleh KKB pimpinan Kelly Kwalik itu mengakibatkan tewasnya 2 orang sandera.
Kronologi Awal
Penculikan itu dipimpin oleh tokoh Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelly Kwalik, yang tewas pada 2009 lalu.
Terkait penyanderaan Tim Lorentz ’96 dan bagaimana mereka diselamatkan, kisah ini juga pernah diulas secara khusus oleh majalah Intisari.
Tim Lorentz ’95 dibentuk di Jakarta berdasarkan kerjasama antara Biological Science Club (BSsC) dari Indonesia dan Emmanuel College, Cambridge University.
Lembaga BSsC merupakan organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) independen yang didirikan pada 7 September 1969 oleh sekelompok mahasiswa ilmu Biologi Universitas Nasional (UNAS), Jakarta.
Tujuan ekspedisi ini adalah untuk melakukan penelitian terhadap beragam flora dan fauna di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Kabupaten Jawawijaya
Tim ini terdiri atas 11 peneliti.
Selain meneliti flora-fauna, mereka juga akan mengaji keterkaitan objek penelitian dengan kehidupan dan pola pikir tradisional suku Nduga di sana.
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan bisa menjadi masukan bagi usaha-usaha pelestarian dan pengembangan Taman Nasional Lorentz.

Penelitian dilakukan antara bulan November 1995 dan Januari 1996.
Anggota tim dari Indonesia terdiri dari Navy Panekanan (28), Matheis Y.Lasamalu (30), Jualita Tanasale (30), Adinda Arimbis Saraswati (25).
Sementara anggota tim dari Inggris terdiri dari Daniel Start (22), William “Bill” Oates (23), Annette van der Kolk (22), dan Anna Mclvor (21).
Mereka juga dibantu oleh antropolog Markus Warip (36) dari Universitas Cendrawasih dan Abraham Wanggai (36) dari Balai Konservasi Sumber Daya ALam (BKSDA) Kantor Wilayah Kehutanan Irian Jaya.
Bersama mereka ada juga Jacobus Wandika, putra daerah suku Nduga, yang merupakan antropolog lulusan Universitas Cendrawasih dan murid Markus Warip.
Tidak ada gangguan berarti yang dialami tim selama menjalankan misinya.
Meski begitu, sebelum keberangkatan, tim tahu jika di sana terdapat kelompok Gerakan Pengacau Keamanan – Organisasi Papua Merdeka (GPK – OPM) yang mengaku kecewa dengan Pemerintah Pusat Republik Indonesia.
Tanggal 8 Januari menjelang hari-hari kepulangan ke Jakarta, mereka berkumpul di rumah kayu milik Pendeta Adriaan van der Bijl asal Belanda yang sudah menetap di sana sejak tahun 1963.
Hari itu sang pemilik rumah sedang pergi, berkeliling ke daerah Mbua dan ALama untuk menyusun kegiatan misionaris bersama istrinya.
Tiba-tiba, datanglah sekelompok suku setempat berjumlah puluhan orang berpakaian perang, lengkap dengan tombak.
Tak hanya itu, salah satu dari mereka, diduga sebagai komandan, membawa senapan laras panjang M-16 yang diacung-acungkan dan sesekali ditembakkan ke udara
Mereka lalu mendobrak mendobrak pintu yang dikunci, memaksa masuk, menyerang, menyandera tim, dan akhirnya membawa seluruh tim peneliti ke hutan pedalaman.
Berita penyanderaan Tim Lorentz mulai beredar di media massa dan menjadi berita besar hingga ke Jakarta bahkan dunia.
Misi Penyelamatan
Di Jakarta Pemerintah segera meminta ABRI (TNI) melakukan penyelamatan.
Komandan Jenderal Kopassus saat itu (Mayjen TNI Prabowo Subianto) diputuskan memimpin misi penyelamatan.
Beberapa satuan TNI lainnya seperti pasukan Kostrad juga dilibatkan dalam misi penyelamatan ini.
Sekitar lima bulan berlalu, misi pembebasan Tim Lorentz yang disandera oleh GPK-OPM pimpinan Kelly Kwalik belum juga membuahkan hasil.
Para OPM terus bersembunyi dan berpindah-pindah tempat sambil mengirimkan beberapa pesan tuntutan mereka kepada Pemerintah RI.
Pasukan yang dibawa Kelly Kwalik mula-mula berjumlah 50 orang, kemudian ditambah lagi hingga menjadi 100 orang.
Tanggal 7 Mei 1996, satu kompi pasukan batalyon Linud 330/Kostrad di bawah pimpinan Kapten Inf Agus Rochim ikut dikirim ke Timika untuk menambah kekuatan.
Kompi dibagi dalam beberapa tim.
Secara berangsur masing-masing tim dikirim ke daerah operasi.
Setelah berbagai upaya dilakukan, Tim Kopassus dan Kostrad berhasil menuntaskan misinya pada tanggal 9 Mei 1996.
Tim gabungan Kopassus dan Kostrad itu akhirnya berhasil menyelamatkan para sandera kecuali 2 orang, yaitu Navy dan Matheis yang gugur di tangan keganasan para OPM.
3. Kopassus Tumpas KKB Papua Saat Sandera 347 Warga
Melansir dari Tribunnews dalam artikel 'Kronologi Operasi Pembebasan 347 Sandera di Papua Dalam Waktu 78 Menit', operasi penyelamatan yang digelar Jumat (17/11/2017) itu, tidak dilakukan aparat sembarangan.
Kepala Penerangan Kodam Chendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi, menyebut anggota TNI yang berpartisipasi dalam operasi itu, adalah gabungan dari Grup 1,2,3 dan Sat81/Gultor Kopassus TNI AD, serta Yonif-751/Raider dan Tontaipur Kostrad TNI AD.
Saat dihubungi Tribunnews.com, ia menjelaskan dalam operasi tersebut pasukan Kopassus ditugaskan untuk menyerbu penyandera yang menguasai desa Kimberley.
Sementara pasukan lainnya ditugaskan untuk menyerbu desa Binti.
Mereka sejak pagi hari, sudah berhasil mendekati lokasi target masing-masing, tanpa diketahui para pelaku.
"Pada waktu yang dikoordinasikan, pada jam 'J' jam tujuh kosong-kosong (WIT), pasukan mulai bergerak ke posisi kelompok KKB Papua yang sedang berkumpul," ujarnya.
Pada pukul 07.45 WIT, akhirnya sebuah bom diledakan sebagai penanda pasukan untuk bergerak.
Anggota Kopassus TNI AD yang ditugaskan membebaskan sandera di aera Kimbley, langsung menghampiri kandang babi di desa itu, tempat para penyandera berkumpul.
"Mengetahui Pasukan yang tiba-tiba Muncul diluar area pemukiman, Kelompok KKB berhamburan melarikan diri tanpa bisa melakukan Perlawanan," ujarnya.
Pada pukul 08.18 WIB, seluruh wilayah yang dikuasai oleh KKB Papua sudah bisa dikuasai anggota TNI.
Semua anggota KKB Papua yang sejak sepekan terakhir melakukan penyanderaan, kabur ke arah hutan lalu melepaskan tembakan dari kejauhan.
Saat itu pasukan tidak melakukan pengejaran ke hutan, karena kondisi cuaca yang kurang memadai.
Setelahnya tim yang berhasil membebaskan pada sandera itu melaporkan ke Pangdam Chendrawasih, Mayjend George Elnadus Supit dan Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar.
Tak lama kemudian Tim Satgas Terpadu TNI - Polri, termasuk Pangdam Chendrawasih dan Kapolda Papua tiba di lokasi melaksanakan evakuasi.
Sekitar pukul 14.00 WIT proses evakuasi berhasil dilaksanakan dengan jumlah korban Sandera 347 orang terdiri dari warga Papua dan Luar Papua.
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul KKB Papua Pernah 3 Kali Dibabat Habis Pasukan Elite TNI, 347 Warga Tembagapura Jadi Sandera