Neta S Pane Sebut Buronan KPK Nurhadi Terlacak 5 Kali Saat Salat Duha
Maqdir Ismail, kuasa hukum Nurhadi, mempertanyakan bukti-bukti yang disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane tersebut.
TRIBUNBATAM.id - Selain Harun Masiku, ada nama lain yang hingga kini belum diketahui keberadaannya. Dia adalah mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Agung (MA) Nurhadi.
Sosok Nurhadi kembali ramai diperbincangkan setelah Ketua Presidiu IPW Neta S Pane menyampaikan soal keberadaannya belum lama ini.
Maqdir Ismail, kuasa hukum Nurhadi, mempertanyakan bukti-bukti yang disampaikan Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane tersebut.
Hal itu terkait keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) yang disebut sempat salat duha di lima titik berbeda, karena hidup berpindah-pindah.
Menurut Maqdir, apabila Neta tidak bisa memperlihatkan foto Nurhadi sedang salat duha, maka patut dipertanyakan kebenaran informasi yang diterima IPW dari sumber yang tidak disebutkan.
Dan, bisa dikategorikan sebagai berita bohong atau hoaks.
"Tolong tanya Neta saja, apa dia punya fotonya Pak Nurhadi sedang salat?" kata Maqdir saat dimintai konfirmasi, Senin (4/5/2020).
Maqdir mengaku tidak mengetahui kebenaran informasi yang disampaikan Neta, karena dia sudah lama tidak bertemu Nurhadi.
Sebab, ia tidak melakukan komunikasi dengan Nurhadi setelah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya tidak tahu kebenaran informasi itu."
"Saya terakhir ketemu Pak Nurhadi bulan Januari lalu."
"Yang pasti kami tidak bisa berhubungan dengan Pak Nurhadi sejak akhir Januari," tuturnya.
Maqdir menyesalkan pernyataan Neta yang disampaikan ke publik terkait keberadaan Nurhadi di sejumlah masjid yang berbeda untuk melaksanakan salat.
Seharusnya, informasi itu disampaikan ke KPK.
"Kalau cerita ini hanya berdasarkan 'menurut yang empunya cerita' sebaiknya tidak disampaikan kepada publik. Cukup sampaikan saja kepada KPK," sarannya.
Menurut Maqdir, pernyataan Neta dalam keterangan tertulis yang diterima para awak media itu, suatu tindakan yang melanggar asas praduga tak bersalah.
"Mohon maaf, saya tidak mempunyai informasi apapun tentang Pak Nurhadi sekarang."
"Memamerkan orang belum tentu bersalah, seolah-olah sudah bersalah, adalah tindakan tidak patut dan melanggar asas presumption of innocence (praduga tak bersalah)," paparnya.
Sebab, lanjutnya, dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi, ada hak tersangka yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun.
"Dalam menegakkan hukum termasuk dalam perkara korupsi, hak-hak tersangka tidak boleh dilanggar," tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Presidium IPW Neta S Pane mengatakan, Nuhardi, tersangka suap dan gratifikasi Rp 46 miliar yang buron, sempat terlacak lima kali saat melakukan salat duha.
Namun, katanya, buronan KPK itu berhasil meloloskan diri saat hendak ditangkap.
Neta menyebutkan, KPK dibantu Polri terus berupaya menangkap Nurhadi.
Mantan Sekjen MA itu selalu berpindah-pindah masjid saat melakukan salat duha.
Setidaknya sudah ada lima masjid yang terus dipantau.
Sumber IPW, kata Neta, optimistis Nurhadi bakal segera tertangkap.
"IPW berharap Nurhadi bisa tertangkap menjelang Lebaran, sehingga bisa menjadi hadiah Idul Fitri dari KPK buat masyarakat," harapnya.
Lalu bagaimana dengan Harun Masiku, buronan KPK lainnya?
Sumber IPW mengatakan, anggota Partai Demokrat yang hengkang ke PDIP itu sama sekali tidak terlacak.
"Harun seperti ditelan bumi. Harun terakhir terlacak saat Menkumham mengatakan yang bersangkutan berada di luar negeri, padahal KPK mendapat informasi Harun berada di Jakarta."
"Tapi sejak itu Harun hilang bagai ditelan bumi," katanya.
Sumber lain IPW, kata Neta, justru mengkhawatirkan Harun sudah tewas.
Tapi, sumber itu tidak menjelaskan apa penyebabnya.
Terlepas dari sinyalemen itu, IPW berharap KPK terus memburu Harun dan segera menangkapnya.
"Setelah tertangkap, baik Nurhadi maupun Harun, KPK harus memajangnya dalam jumpa pers, seperti KPK memajang Ketua DPRD Muara Enim yang berhasil ditangkap," papar Neta.
Aksi memajang tersangka, kata dia, patut didukung semua pihak agar ada efek jera.
"Para koruptor harus dipermalukan seperti bandar narkoba dan kriminal jalanan yang tertangkap," ujarnya.
IPW mendukung cara kerja KPK saat ini, di mana lembaga anti-rasuah it bekerja secara senyap, dan begitu tersangka tertangkap langsung dipajang dan kasusnya diproses secara transparan.
"Tidak seperti KPK sebelumnya, yang sibuk jumpa pers mentersangkakan orang tapi kasusnya tidak berjalan, dan yang ditersangkakan bertahun-tahun tanpa ada kejelasan," ucap Neta.
Menurutnya, cara kerja KPK lama yang mengkriminalisasi, menzalimi, dan membunuh karakter itu harus ditinggalkan KPK baru.
"Sebab, cara cara biadab itu melanggar HAM."
"Jika sesorang sudah jadi tersangka korupsi seharusnya segera ditahan dan kasusnya diselesaikan di pengadilan agar ada kepastian hukum," beber Neta.
KPK baru, menurut Neta, jangan mau mendengarkan orang-orang sirik dan kelompok sakit hati yang kepentingannya tergusur oleh pimpinan KPK baru.
IPW juga berharap KPK pimpinan Komjen Firli segera mencermati proses sidang Tipikor kasus OTT KPU.
"Jika sidangnya sudah selesai, pihak pihak yang terbukti terlibat melakukan penyuapan harus segera ditangkap KPK."
"Meskipun itu misalnya elite partai yang berkuasa, kemudian dipajang dalam jumpa pers," cetusnya.
Apa yang dilakukan KPK di Muara Enim, kata dia, harus menjadi yurisprudensi dalam mengembangkan kasus-kasus korupsi ke depan.
"KPK jangan takut dengan celoteh kelompok sakit hati di tubuh KPK."
"Korupsi harus terus dibasmi tanpa pencitraan dan kepentingan kelompok tertentu," tutur Neta. (Ilham Rian Pratama)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Neta S Pane Bilang Nurhadi Terlacak 5 Kali Saat Salat Duha, Kuasa Hukum Minta Bukti Foto
