ABK Selamat dari Perbudakan Kapal China Ungkap Pengalaman Getir
Riski mengatakan kondisi kesehatan para ABK juga tidak terjaga karena pola makan dan minum yang tidak sehat
"Mereka ini pun tidak bisa lepas dari lingkungan kerja yang tidak ada bedanya kayak lingkungan kerja budak," kata Jang Hansol menerjemahkan berita yang ia tonton.
"Ini tipikal banget cara kerja ekploitasi dengan diikat di atas pantai," lanjutnya.
Ia menyebutkan kemungkinan atasan mereka di kapal merampas dokumen para ABK agar tidak dapat kabur.
"Udah gitu, kemungkinan besar paspornya juga dirampas. Mereka juga enggak punya deposit dengan nominal yang besar jadi mereka enggak bisa kabur," papar Hansol.
"Akibat hal-hal seperti itu, tidak mudah untuk pekerja itu untuk melarikan diri," lanjutnya.
Sebelumnya Jang Hansol menyebutkan cara kerja tersebut sangat tidak manusiawi.
"Mereka udah terikat di situ. Kayak kontrak kerja budak kasarannya," ungkap Hansol.
Saat melanjutkan berita selanjutnya, ia langsung melongo dan tidak bisa berkata-kata.
Hansol menutup mulutnya saking terkejut.
Merasa tidak yakin tentang apa yang ia dengar, Hansol sampai mengulang lagi berita tersebut.
"Lima di antara nelayannya setelah bekerja 13 bulan hanya dibayar 120 USD, berarti sekitar Rp 1,7 jutaan atau 140 ribu Won," ungkap Hansol.
"Berarti gaji bulanannya Rp 100 ribu," lanjutnya masih tampak terkejut.
Ia menyebutkan kapal tersebut juga kerap melakukan pelanggaran dengan menangkap hiu.
"Kapal ini sebenarnya adalah kapal yang menangkap tuna, tapi mereka sering menangkap hiu juga katanya," papar Hansol.
Maka dari itu, mereka tidak bisa sembarangan berlabuh di daratan agar tidak diketahui otoritas kelautan setempat.