HIKMAH RAMADHAN
Ramadhan Dalam Manajemen Ihsan
Ramadhan ini, selain menjamin tegaknya ketakwaan, pemimpin dan para pejabat adalah pihak yang harus melayani keperluan masyarakat dengan cara mudah.
Dalam berpuasa nilai-nilai seperti ini harus mendapat sorotan dalam dimensi bukan saja horizontal, tapi juga besifat vertical, baik tatkala mendapat cobaan kesenangan maupun sebuah ujian (musibah).
Pada suatu hari ketika Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam beserta sahabat baru kembali dari sebuah peperangan besar (perang badar), beliau bersabda:
“Kita baru saja kembali dari peperangan yang kecil menuju kepada suatu peperangan yang maha besar, sahabat bertanya, peperangan apalagi ya Rasul? Yaitu perang melawan hawa nafsu…”
Sebahagian meriwayatkan peristiwa tersebut di atas terjadi pada bulan Ramadhan, sehingga memberikan lagi spirit kepada para sahabat dalam meningkatkan ketakwaan dan keimanan mereka kepada Allah Ta'ala.
Dengan demikian, menahan diri tidak lain adalah perjuangan melawan gejolak hati yang hendak meninggalkan akhlak yang tepat lagi, menahan diri adalah bagian dari perjuangan melawan hawa nafsu.
Rasa dendam kesumat dan rasa amarah yang berkobar, tidak diberi hak untuk menyala dalam hati.
Perjuangan menahan diri ini sebenarnya bisa sulit bila tidak tahu cara bagaimana meredam gejolak emosi dan rasa marah, lebih dalam atmosfir politik yang sedang memanas dalam persiapan menghadapi pemilu 2004 yang akan datang.
Tapi akan terasa agak mudah kalau tahu resepnya.
Resep ini tak lain adalah resep agama yang diturunkan oleh Allah Ta'ala dengan pernyataannya, “Ketahuilah dengan dzikir (mengingat Allah) akan tentramlah hati”.
Ingat kepada Allah Ta'ala adalah bagian dari pencerahan hati, sehingga manusia akan selalu berada dalam kondisi batin yang stabil, dalam situasi yang bagaimanapun semrawut dan kacaunya. Apalagi, rasa marah yang tidak terkontrol memang tidak ada gunanya.
Dalam sebuah riwayat, Ali bin Abi Thalib pernah siap dengan pedangnya untuk memenggal leher seorang kafir dalam sebuah pertempuran sengit antara kaum Muslimin dan bala tentara kafir.
Musuh yang sudah tertelantang itu sempat meludah ke wajah Ali.
Kemudian Ali segera melepaskan musuhnya itu dan Ali terus bertempur melawan orang-orang kafir yang lainnya.
Setelah pertempuran selesai, Ali ditanya oleh sahabatnya, mengapa musuh yang telah berhasil ia tekuk dilepaskan lagi.
Ali menjawab bahwa, musuh yang siap dipenggal itu meludahi wajahnya dan Ali takut kepada Allah kalau ia membunuh musuh karena “dendam” oleh ludah yang disemprotkan ke wajahnya.