Mengenal Poseidon, Drone Nuklir Rusia yang Bisa Dikontrol Hingga 10 Ribu Km
Drone bawah air bernama Poseidon yang bertenaga nuklir tersebut, akan menjalani uji coba dan meluncur dari kapal selam Belgorod.
TRIBUNBATAM.id - Panasnya pertikaian antara Amerika dan China bisa menyeret negara lainnya yang terkait seperti Inggris, Hongkong, Iran dan Korea Utara, bahkan Rusia.
Jika situasi ini makin panas, tentu menjadi hal yang mengerikan bagi umat manusia, karena negara-negara yang bertikai itu semuanya memiliki senjata pemusnah yang dahsyat.
China dan Rusia adalah dua negara yang sepadan dengan kekuatan militer Amerika, dengan memiliki hulu ledak nuklir dalam jumlah banyak.
Bahkan Rusia berencana untuk menguji kapal selam tak berawak, yang memiliki hulu ledak nuklir di perairan Kutub Utara musim gugur ini.
Ini adalah satu tahun setelah kecelakaan rudal bertenaga nuklir yang fatal, dan menyebabkan lonjakan radiasi di kota terdekat.
Drone bawah air bernama Poseidon yang bertenaga nuklir tersebut, akan menjalani uji coba dan meluncur dari kapal selam Belgorod.
Sumber industri pertahanan Rusia yang tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti, Selasa (26/5), seperti dilansir Moscow Times.
Rusia membuat drone berbentuk seperti torpedo raksasa, untuk membawa hulu ledak nuklir seberat hingga dua megaton.
Analis senjata menyebutnya sebagai "senjata nuklir hari kiamat".
Dibekali dukungan reaktor nuklir kecil, Poseidon memiliki jangkauan 10.000 kilometer untuk mengarungi lautan dunia.
Meluncur dari Laut Barents atau perairan lain di Kutub Utara, drone bawah air tersebut bisa melintasi Atlantik Utara.
Jika diledakkan di lepas pantai timur Amerika Serikat (AS), hulu ledak nuklir yang dibawa Poseidon bisa menciptakan gelombang tsunami setinggi puluhan meter, selain kerusakan yang disebabkan oleh ledakan nuklir itu sendiri.
Pada Maret 2018 lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengonfirmasi keberadaan drone bawah air raksasa tersebut.
Poseidon adalah salah satu dari enam senjata nuklir strategis baru negeri beruang merah.
Pada Juli 2018, Departemen Pertahanan Rusia merilis sebuah video yang menunjukkan fasilitas tempat drone itu dirakit, dan sebuah film animasi yang menunjukkan bagaimana drone digunakan dalam situasi perang yang sebenarnya.
