Penelitian Italia Ungkap Radiasi Matahari Bisa Membunuh Covid-19, Berikut Hasilnya

Peneliti di Italia meneliti model untuk menunjukkan bagaimana radiasi matahari dapat membunuh Covid-19. Berikut ini hasil penelitian yang didapatkan.

(beerphotographer)/Kompas
Ilustrasi sinar matahari. Radiasi matahari dikabarkan dapat membunuh virus Corona berdasarkan penelitian di Italia. 

TRIBUNBATAM.id, ROMA - Beragam penelitian digelar Italia untuk menemukan cara terbaik membunuh virus Corona atau Covid-19.

Salah satu yang dikembangkan oleh Ilmuwan Italia terkait dengan radiasi matahari.

Mereka meneliti model untuk menunjukkan bagaimana radiasi matahari dapat membunuh Covid-19.

Tim astrofisikawan Italia mengungkapkan sinar ultraviolet yang dihasilkan oleh matahari dapat membantu membunuh virus Corona.

Mereka mengatakan dampak wabah Covid-19 di seluruh dunia mungkin dipengaruhi oleh intensitas cahaya seperti itu.

Mereka beralasan, bentuk sinar ultraviolet UVA dan UVB yang lebih dikenal, radiasi matahari mengandung UVC.

Termasuk Italia, 4 Negara Eropa Sepakat Beli 300 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Usai Ditemukan

UVC diketahui memiliki panjang gelombang lebih pendek, lebih energik yang cukup kuat untuk memecah bahan genetik.

Untungnya bagi manusia, sebagian besar UVC disaring oleh lapisan ozon.

Namun, tim peneliti dari Institut Nasional untuk Astrofisika di Roma, yang dipimpin oleh Dr Fabrizio Nicastro, menghitung dosis radiasi UVA dan UVB yang mampu menyebabkan kerusakan yang sama pada virus Corona seperti ledakan setara dengan UVC.

Mereka kemudian membangun model untuk memperkirakan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membunuh virus di lebih dari 100 negara.

Hasilnya bervariasi, tetapi secara umum, dari Januari hingga April 2020 di negara-negara antara 40 hingga 60 derajat utara khatulistiwa, paparan sinar UV selama antara 30 menit dan 14 jam sehari diperlukan untuk membunuh 63 persen patogen.

Tim tersebut menilai wilayah itu meliputi banyak daerah.

Termasuk daerah yang terdampak parah akibat pandemi seperti Cina, Italia, Spanyol, Inggris dan Amerika Serikat.

Temuan itu mereka terbitkan melalui sebuah makalah di situs pracetak arXiv.org pekan lalu, yang artinya belum ditinjau oleh rekan sejawatnya.

"Di negara-negara utara wabah berlangsung dengan tingkat tinggi selama puluhan hari."

"Meskipun langkah-langkah sosial jarak jauh diadopsi oleh sebagian besar negara-negara ini," kata para ilmuwan, dikutip Tribunnews dari SCMP.

Mereka menambahkan, hal itu menunjukkan adanya bukti tidak langsung dari evolusi dan kekuatan pandemi mungkin telah dimodulasi oleh intensitas radiasi matahari UVB dan UVA.

Para peneliti kemudian mengalihkan perhatian mereka ke bagian selatan dunia dan menemukan bahwa pada periode yang sama, di daerah antara 40 dan 60 derajat selatan khatulistiwa, dibutuhkan sekitar empat hingga 35 menit sinar matahari untuk membunuh virus.

Daerah termasuk Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Chili, Argentina dan Zimbabwe.

Dimana daerah tersebut banyak dari pemerintah yang memberlakukan tindakan penguncian yang kurang ketat, dan tingkat infeksi relatif rendah.

Namun, tidak semua lokasi selatan berjalan dengan baik.

Brasil telah mengalami tingkat infeksi yang tinggi sejak Maret lalu.

Tetapi penelitian itu menunjukkan epidemi berkembang secara efisien di daerah-daerah di mana paparan inaktivasi virus UVA dan UVB lebih lama dari 20 menit.

Oleh karena itu, mereka menambahkan bahwa itu adalah sesuatu yang harus dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan di seluruh dunia.

Termasuk, adanya tanda-tanda yang muncul bahwa tingkat infeksi di wilayah selatan telah meningkat karena tingkat paparan UV menurun karena perubahan musim.

Profesor Cina tidak yakin atas temuan Ilmuan Italia

Profesor Li Ying, seorang astronom di Purple Mountain Observatory di kota Nanjing, Cina timur, mengatakan para ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam membangun hubungan yang kuat antara radiasi matahari dan penyebaran Covid-19.

Banyak elemen cuaca, seperti tetesan air di awan yang menyerap atau membelokkan sinar matahari, dapat memengaruhi pemodelan, katanya

Artinya, tingkat radiasi UV bisa tetap rendah bahkan jika matahari berada tepat di atas suatu wilayah.

"Penyebaran virus dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan," katanya.

"Aku khawatir sinyal UV, jika itu benar-benar ada, akan tenggelam dalam kebisingan," tambah Li.

Beberapa peneliti telah menyarankan perubahan aktivitas matahari dalam beberapa bulan terakhir telah mengurangi jumlah radiasi yang menghantam Bumi, yang mungkin telah berkontribusi pada munculnya dan penyebaran virus.

Tetapi Li mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung spekulasi semacam itu dan bahwa ada tanda-tanda lingkaran matahari baru akan segera dimulai, jika belum.

"Kami berharap aktivitas matahari akan mencapai titik tertinggi dalam dua atau tiga tahun," katanya.

Diduga Lalai Tangani Covid-19, Jaksa di Italia Akan Interogasi PM Giuseppe Conte

Para keluarga korban Covid-19 menuntut digelarnya penyelidikan terhadap penanganan wabah virus Corona di Italia.

Menanggapi hal tersebut, sejumlah jaksa di Italia utara menginterogasi sejumlah petinggi negara termasuk Perdana Menteri Giuseppe Conte, mulai dari Jumat (12/06/2020).

Keluarga korban Covid-19 menduga adanya kelalaian pemerintah dalam penanganannya.

Sesi tersebut akan berlangsung di Bergamo, kota dekat Milan yang paling parah terdampak virus Corona sebelum karantina wilayah diberlakukan di seluruh Italia pada Maret lalu.

Conte mengaku dirinya "sama sekali tidak khawatir" apabila ditanyai.

Selain PM Conte, Menteri Dalam Negeri, Luciana Lamorgese, dan Menteri Kesehatan, Roberto Speranza, juga akan dimintai keterangannya oleh para jaksa.

Jaksa-jaksa ini akan berupaya menentukan apakah ada dasar yang kuat untuk menuntut para petinggi atas tuduhan pidana kelalaian.

Sebanyak 50 aduan hukum diajukan di kantor kejaksaan Bergamo pada Kamis (11/06) oleh kelompok masyarakat bernama Noi Denunceremo (Kami akan melaporkan).

Kelompok itu terdiri dari para keluarga sejumlah korban Covid-19, yang berdalih bahwa dua kota—Alzano and Nembro—seharusnya dinyatakan sebagai 'zona merah' begitu wabah dideteksi di lokasi tersebut.

Lombardy adalah kawasan pertama di Eropa yang terdampak Covid-19 dan lebih dari setengah korbannya meninggal di daerah itu.

Wilayah Lombardy dikuasai oleh kelompok oposisi sayap kanan, Partai Liga. Banyak kalangan yang menyalahkan kelompok tersebut, alih-alih pemerintah pusat, atas tuduhan kegagalan dalam penanganan pandemi Covid-19.

Pada Kamis (11/06), jumlah resmi kematian akibat Covid-19 di Italia mencapai 34.114 orang—yang tertinggi kedua di Eropa setelah Inggris dan yang keempat tertinggi di dunia.

Namun, jumlah rata-rata penularan di Italia cenderung turun sehingga aparat dapat melonggarkan pembatasan sosial.

Tanggung jawab pemerintah pusat atau Lombardy?

PM Conte mengatakan: "Saya akan memaparkan semua fakta yang saya ketahui secara menyeluruh. Saya sama sekali tidak khawatir.

"Semua investigasi dipersilakan. Warga berhak untuk tahu dan kami berhak menanggapi."

Dalam wawancara dengan BBC pada awal April, Conte membantah klaim-klaim yang menyebut dirinya meremehkan wabah virus Corona.

Dia menegaskan bahwa jika dia memerintahkan karantina wilayah sejak awal, ketika klaster pertama dideteksi, "orang-orang akan menganggap saya orang gila".

Dia menepis usulan bahwa Italia sesungguhnya bisa menerapkan 'lockdown' besar-besaran seperti yang diberlakukan Kota Wuhan di China.

Para pejabat wilayah Lombardy mengatakan mengisolasi zona merah adalah tanggung jawab pemerintah pusat.

Kepala Dinas Kesehatan daerah Lombardy, Giulio Gallera, menegaskan bahwa jelas sejak 23 Februari, kasus-kasus banyak terjadi di Alzano dan Nembro.

Akan tetapi, Conte, yang memimpin koalisi pemerintah berhaluan tengah-kiri, membalas dengan ucapan "jika Lombardy menginginkannya, mereka bisa menjadikan Alzano dan Nembro sebagai zona merah", seperti dikutip kantor berita AFP.

Para jaksa sudah menggelar sesi bertanya kepada para pejabat senior daerah Lombardy.

Bagaimana krisis bermula di Lombardy?

Kota kecil Codogno adalah yang pertama dikenai 'lockdown' pada 21 Februari. Kemudian kebijakan tersebut diberlakukan di Lombardy dan 14 provinsi lainnya, seperti Veneto, Piedmont and Emilia Romagna, pada 8 Maret.

Dua hari berselang, 'lockdown' diterapkan di seluruh Italia.

Pada awal Maret, seluruh rumah sakit di kawasan zona merah Lombardy kewalahan menangani para pasien Covid-19 dan sulit memperoleh alat pelindung diri, ranjang, dan tambahan staf medis.

Liputan BBC di sebuah rumah sakit di Brescia, dekat Bergamo, memperlihatkan para dokter berjuang merawat para pasien Covid-19 yang membludak.

Salah satu janda dari seorang korban, Monica Plazzoli, berkata: "Jika tidak begitu kacau, jika [Provinsi] Bergamo dibuat menjadi zona merah lebih awal, mungkin rumah sakit-rumah sakit tidak akan kolaps."

(*)

Hasil Napoli vs Inter Milan, Laga Berakhir Imbang, Napoli Susul Juventus ke Final Coppa Italia

Hasil Coppa Italia - Ditahan Imbang Napoli, Inter Milan Gagal Lolos ke Final Coppa Italia 2020

Rumah di Italia Ini Dijual Seharga Kurang dari Rp 20 Ribu, Tertarik?

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Peneliti di Italia Ungkap Radiasi Matahari Dapat Membunuh virus Corona.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved