Novel Baswedan Sebut Beragam Kejanggalan di Sidang Kasusnya, Soal Opini Air Keras hingga Saksi Kunci

2 orang terdakwa kasus penyiraman air keras kepada Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis menerima tuntutan hukuman satu tahun penjara

KOMPAS.COM
Kuasa Hukum Novel Baswedan Ungkap Keanehan Sebelum Ditangkapnya Dua Pelaku 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA- Kasus Novel Baswedan hingga kini masih jadi perbincangan hangat publik.

Hal itu bermula dari kejanggalan tuntutan jaksa atas hukuman yang diberikan kepada dua terdakwa penyiraman air keras kepada Novel Baswedan.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itupun mengungkap sederet kenjanggalan mengenai kasus penyerangan terhadap dirinya.

Dua orang terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis menerima tuntutan hukuman satu tahun penjara.

Rahmat Kadir terbukti melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat pada bagian mata Novel Baswedan.

Sementara, Rony juga bersalah karena membantu Rahmat.

Sederet Kejanggalan Kasus Penyerangan Novel Baswedan Dibongkar,Dugaan Ada Aktor Intelektual Menguat

Rocky Gerung Sebut Tuntutan 1 Tahun Kasus Novel Baswedan Tak Masuk Akal: Buat Mata Keadilan

Pelaku penyiram air keras Novel Baswedan ditangkap
Pelaku penyiram air keras Novel Baswedan ditangkap (Kolase TribunNewsmaker - Kompas.com)

Rahmat dan Rony dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat 2 jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

Tuntutan hukuman satu tahun itu menuai reaksi dari publik.

Banyak yang mengungkapkan kekecewaannya.

Begitu juga dengan Novel Baswedan.

Ia menilai banyak kejanggalan dalam persidangan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya itu.

Menurut Novel, salah satu kejanggalan yang terlihat yakni adanya upaya penggiringan opini bahwa air yang digunakan pelaku untuk menyiram bukan air keras.

Ramalan Zodiak Besok, Rabu, 17 Juni 2020: Cancer Akan Alami Tekanan Berat, Tapi Jangan Putus Asa!

Tak Bisa Cari Calon Suami Akibat Wabah Covid-19, Luna Maya: Rencana Tinggal Rencana

Demikian yang dikatakan Novel dalam diskusi online bertajuk "Menakar Tuntutan Jaksa dalam Kasus Novel Baswedan" Senin (15/6/2020).

"Menurut saya kejanggalan yang paling nyata adalah ketika di persidangan jaksa dan hakim atau sebagian hakim setidak-tidaknya,

sudah punya pandangan bahwa seolah-olah digiring opini air itu adalah air aki, bukan air keras," kata Novel.

Ia mengatakan, upaya penggiringan opini itu juga terlihat dari adanya klaim bahwa tidak ada bekas noda air keras pada baju yang Novel gunakan saat penyiraman itu. 

Padahal, noda air keras pada baju yang digunakan tersebut sudah tergunting dan bekas guntingannya tidak bisa ditemukan.

"Ditambah lagi dengan fakta yang menunjukkan beton yang kena air keras itu ada bekas warna atau melepuh itu di dokumentasi dari tim dari laboratorium forensik yang melakukan olah TKP,

tapi itu tidak digunakan sebagai alat bukti," ujar dia.

Novel Baswedan mengaku sudah memberikan berbagai bukti pada hakim terkait dugaan penyiaraman menggunakan air keras.

"Fakta-fakta yang kami sampaikan, bukti-bukti yang kami sampaikan seolah-olah tidak dianggap, tidak dipertimbangkan," ucap dia.

 Novel Baswedan
Novel Baswedan (TribunNewsmaker.com Kolase/ ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Saksi kunci tak diperiksa

Kejanggalan lainnya, menurut Novel, yakni tidak diperiksannya saksi kunci pada kasus penyiraman air keras terhadap dirinya oleh aparat penegak hukum.

Menurut Novel, hanya sebagian saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa.

"Saksi-saksi kunci yang mengetahui peristiwa dan sebelum kejadian tidak diperiksa.

Hanya sebagian saja saksi saat kejadian dan setelah kejadian yang diperiksa," kata dia.

Novel menuturkan, sebelum kejadian, ia sudah diamati oleh pihak tak dikenal atau oknum.

Sebelum kejadian, ada saksi yang melihat pelaku di lokasi penyiraman.

Oleh karena itu, ia menilai pemeriksaan saksi kunci sebelum peristiwa dan saat penyiraman air keras terjadi penting dilakukan agar fakta mengenai pelaku yang sebenarnya dan motif penyerangan bisa terungkap.

"Hal ini akan terkonfirmasi ketika saksi-saksi yang mengetahui melihat dengan jelas," ujar dia. 

Novel pun merasa heran mengapa penyidik tidak memeriksa saksi-saksi kunci tersebut.

Padahal, ia mengaku sudah mengingatkan penyidik bahwa ada saksi-saksi yang belum diperiksa.

"Bahkan beberapa saksi ada yang memotret pelakunya.

Ketika ini diabaikan, ini sesuatu hal yang sangat vulgar dan saya kira itu konyol sekali, keterlaluan sekali," ucap Novel.

Ia juga menilai, ada tindak manipulasi manipulasi dalam proses penanganan kasus penyiraman air keras pada dirinya.

Selain upaya penggiringan opini bahwa air yang digunakan untuk menyiram Novel adalah air aki, tetapi lanjut Novel, ada juga upaya penggiringan opini yang menunjukkan pelaku penyiraman hanya dua orang dengan motif pribadi.

Novel menilai, upaya manipulatif ini sangat berbahaya bagi masa depan hukum di Indonesia.

Kejadian manipulatif tersebut menjadi bukti wajah hukum buruk.

"Apabila saya sebagai seorang aparat penegak hukum saja, sebagai hal yang kasusnya sudah terpublikasi dengan masif berani diperlakukan dengan cara-cara begitu,

atas lain kepada masyarakat umum, masyarakat awam lainnya dan ini tentu bukan dalam rangka mengecilkan tapi ini bentuk kekhawatiran yang serius," ujar Novel.

"Maka saya katakan, bahwa ini bentuk karut marut dan wajah hukum yang luar biasa buruk sekali," kata dia.

Penganiayaan paling lengkap

Kemudian, Novel juga menilai bahwa kasus penyiraman air keras terhadap dirinya merupakan tindak penganiayaan yang paling lengkap.

"Bayangkan kita bisa melihat, perbuatan kalau itu pun disebut sebagai penganiayaan itu penganiayaan yang paling lengkap, yaitu penganiayaan yang terencana, penganiayaan yang berat,

penganiayaan yang akibatnya luka berat dan penganiayaan dengan pemberatan," kata dia.

Menurut dia, para terduga pelaku harusnya dijerat dengan Pasal 340 juncto Pasal 53 KUHP, yaitu percobaan pembunuhan berencana dan sebagai subsider Pasal 355 Ayat 2 juncto 356 KUHP.

"Kenapa perbuatan penyerangan air keras yang dengan jumlah banyak faktanya saat itu saya gagal napas,

cuman karena saya ditolong dan mendapatkan air dalam waktu tidak ebih dari 20 detik," ujar dia. 

"Maka, hal itu bisa tertolong, beberapa kasus bisa menimbulkan meninggal dunia pada korban," kata dia. 

Oleh karena itu, Novel Baswedan pun mengaku heran dengan tuntutan jaksa terhadap terdakwa. 

"Kalau ancaman hukuman satu tahun untuk perkara lengkap itu sedetail itu, seekstrem itu,

maka bagaimana dengan penganiayaan-penganiayaan lainnya?" ucap Novel.

Negara abai

Novel Baswedan pun menilai, negara abai terhadap penanganan kasus penyiraman air keras terhadap dirinya.

"Kalau ancaman hukuman 1 tahun untuk perkara lengkap, sedetail itu, seekstrem itu, maka bagaimana dengan (kasus) penganiayaan-penganiayaan lainnya," kata dia. 

"Belum lagi kalau kita melihat bahwa saya diserang karena melaksanakan tugas sebagai penyidik atau petugas pemberantas korupsi.

Di sini letak perlindungan negara yang abai sekali," ujar Novel.

Menurut Novel, seharusnya negara memandang serius masalah hukum seperti yang ia alami.

Ia juga mengaku sering melontarkan protes terkait penanganan kasusnya pada setiap kesempatan yang ada.

"Karena berbahaya sekali apabila hal yang nyata begini dipermainkan," ucap Novel Baswedan. (Tribunnewsmaker/*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Novel Ungkap Sederet Kejanggalan Ini dalam Sidang Kasus Penyerangan terhadap Dirinya"

dan di Tribunnews Novel Baswedan Beberkan Kejanggalan dalam Sidang Kasusnya, Soal Opini Air Keras hingga Saksi Kunci

Sumber: TribunNewsmaker
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved