Akibat Covid-19, Perekonomian Inggris Sentuh Level Terendah Dalam 40 Tahun
Perekonomian Inggris merosot lebih tajam selama periode Januari hingga Maret 2020 lalu. Sama seperti negara lainnya, semua ini dipicu dari Covid-19.
TRIBUNBATAM.id, LONDON - Inggris kembali melaporkan penurunan perekonomian secara drastis.
Perekonomian Inggris merosot lebih tajam selama periode Januari hingga Maret 2020 lalu.
Sama seperti negara lainnya, semua ini dipicu dari wabah virus Corona atau Covid-19.
Dilansir dari BBC, Selasa (30/6/2020), ekonomi Inggris terkontraksi alias minus 2,2 persen pada periode Januari hingga Maret 2020.
Ini merupakan level terendah dalam sekira 40 tahun, atau sejak 1979.
Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) merevisi ke bawah estimasi kontraksi ekonomi Inggris, yakni 2 persen.
• Hasil Liga Inggris Brighton vs Manchester United, Bruno Fernandes Cetak 2 Gol, MU Dekati Chelsea
Adapun semua sektor ekonomi Inggris terpantau merosot.
Ada dampak ekonomi yang signifikan imbas pagebluk virus Corona pada Maret 2020.
Kala itu, virus Corona mulai merebak dan memberi dampak pada perekonomian Inggris.
"Gambaran kami yang lebih mendetil tentang perekonomian pada kuartal I 2020 menunjukkan produk domestik bruto (PDB) merosot sedikit lebih dalam dari estimasi awal.
Informasi dari pemerintah menunjukkan, kegiatan-kegiatan merosot lebih dalam dari yang sebelumnya," ujar Jonathan Athow, deputi statistik nasional ONS.
"Semua sektor ekonomi utama menyusut secara signifikan pada Maret sebagai efek pandemi," imbuh Athow.
Kontraksi ekonomi pada kuartal I 2020 ini merupakan penurunan terbesar sejak periode Juli hingga September 1979.
"Penurunan tajam pada belanja konsumen pada akhir Maret 2020 berdampak pada peningkatan simpanan rumah tangga," ungkap Athow.
Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekonomi Inggris merosot 1,7 persen. Angka ini lebih buruk dari estimasi sebelumnya, yakni kontraksi 1,6 persen.
Namun demikian, karena kebijakan lockdown mulai diterapkan pada 23 Maret 2020, maka kuartal II 2020 menjadi periode pukulan telak bagi perekonomian Inggris.
Data ONS pun menunjukkan, ekonomi Inggris minus 20,4 persen pada bulan April 2020 saja. Ini adalah level terendah sepanjang sejarah pencatatan data ekonomi negara itu.
Kontraksi tersebut tiga kali lipat lebih parah dibandingkan saat krisis ekonomi tahun 2008 dan 2009.
Kepala ekonom Inggris di Pantheon Macroeconomics Samuel Tombs menyebut, data terkini tersebut merupakan kontraksi terbesar dalam 40 tahun, meski pada kuartal I 2020 kebijakan lockdown hanya berlangsung selama 9 hari.
"Data itu adalah permulaan sebelum yang lebih buruk terjadi," ucap Tombs.
Jika Melanggar Dikenakan Denda, Semua Anak di Inggris Harus Kembali ke Sekolah Bulan September
Inggris menetapkan kebijakan terkait anak-anak sekolah yang harus mulai belajar lagi.
Inggris mengumumkan kepada semua anak di negaranya harus kembali bersekolah pada bulan September mendatang.
Hal ini disampaikan langsung oleh Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Jika tidak, orang tua murid akan dikenai denda karena melanggar hukum.
Seperti yang dilansir Mirror, Boris Johnson akan mewajibkan anak masuk sekolah pada bulan September.
Boris Johnson menyebut penutupan sekolah telah menjadi masalah besar bagi dunia pendidikan.
Sekolah-sekolah di Inggris telah ditutup sejak Maret, dan anak-anak menerima pelajaran secara online.
Namun, ketakutan murid-murid ketinggalan pelajaran karena tidak masuk sekolah diimbangi tentang ketakutan penyebaran virus Corona di sekolah.
Sejak pandemi, pemerintah telah menangguhkan denda bagi orang tua yang tidak mengirimkan anaknya ke sekolah.
Namun kepada The Mail, sang perdana menteri mengatakan:
"Kita perlu mengirimkan anak-anak kembali ke sekolah."
"Saya ingin semua anak kembali ke sekolah pada bulan September."
Ketika ditanya apakah hal itu merupakan kewajiban, ia menjawab, "Ya. Ini hukum."
Dengan diwajibkannya anak-anak masuk kembali ke sekolah, itu artinya orang tua yang memilih untuk tetap membiarkan anaknya belajar di rumah akan dikenai denda.
Dalam wawancara itu juga Boris menyebut serikat pekerja yang menentang pembukaan sekolah harus 'bertanggung jawab dengan serius'.
Namun, pemerintah di Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara mungkin tidak setuju dengan sikap Perdana Menteri itu.
Mereka mungkin memutuskan untuk menawarkan lebih banyak fleksibilitas.
Minggu lalu, Sekretaris Pendidikan Gavin Williams berjanji kepada anggota parlemen Tory untuk mengakhiri pendekatan yang lembut soal berurusan dengan serikat pekerja.
Ia berjanji untuk membawa anak-anak kembali ke sekolah pada bulan September dengan menggandakan batasan 15-anak dalam satu kelas di sekolah dasar.
Ia juga mengabaikan persyaratan bagi guru untuk melakukan physical distancing 'satu meter plus' yang telah berlaku sejak 4 Juli lalu.
Dengan visinya untuk bangkit pasca-Covid di Inggris, Boris akan berpidato pada hari Selasa mendatang untuk mengumumkan pembentukan satuan tugas untuk mempercepat pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan dan bahkan penjara.
Satuan tugas tersebut diberitahu bahwa "tidak ada alasan untuk penundaan" untuk membangun program setelah negara menunjukkan bahwa mereka dapat bergerak dengan cepat selama keadaan darurat nasional.
Sukses Tes Pada Hewan, Inggris Mulai Lakukan Uji Coba Vaksin Covid-19 ke Manusia
Inggris diketahui melakukan serangkaian penelitian terkait penemuan vaksin virus Corona atau Covid-19.
Kali ini, Inggris melakukan uji coba vaksin virus Corona kepada manusia.
Sejumlah relawan di Inggris telah diimunisasi dengan vaksin Covid-19 tersebut.
Sekitar 300 orang akan mendapatkan vaksin selama beberapa minggu mendatang, sebagai bagian dari uji coba yang dipimpin Profesor Robin Shattock dan rekan-rekannya di Imperial College London.
Tes pada hewan telah menunjukkan bahwa vaksin aman dan memicu respons imun yang efektif.
Sementara itu, para ahli di Universitas Oxford telah mulai menguji coba pada manusia.
Uji coba tersebut merupakan salah satu di antara banyak pengujian di seluruh dunia, di mana sekitar 120 program vaksin tengah berjalan.
Salah satu sukarelawan, Kathy (39), mengatakan, alasannya karena ingin berperan dalam memerangi virus.
"Saya pikir itu datang dari benar-benar tidak tahu apa yang bisa saya lakukan untuk membantu, dan ini ternyata menjadi sesuatu yang bisa saya lakukan," kata dia seperti dilansir dari BBC, 25 Juni 2020.
Kathy memahami bahwa tidak mungkin semuanya kembali normal sampai ada vaksin.
Ia pun ingin menjadi bagian dari kemajuan ini.
Setelah fase pertama ini, percobaan lain tengah direncanakan pada Oktober 2020 yang akan melibatkan 6.000 orang.
Tim Imperial berharap vaksin dapat didistribusikan di Inggris dan luar negeri mulai awal 2021.
Sementara itu, Duke of Cambridge bertemu sukarelawan yang ikut serta dalam persidangan Universitas Oxford di Churcill Hospital.
Pangeran Wiliam mengatakan kepada para sukarelawan jika ini adalah proyek yang paling luar biasa menarik dan sangat disambut baik.
Pendekatan baru
Banyak vaksin didasarkan pada bentuk virus yang dilemahkan atau dimodifikasi atau bagian dari itu.
Akan tetapi, vaksin Imperial didasarkan pada pendekatan baru menggunakan untaian kode genetik sintetis yang disebut RNA, yang meniru virus.
Setelah disuntikkan ke otot, RNA menguatkan diri, menghasilkan salinan sendiri, dan menginstruksikan sel-sel tubuhnya untuk membuat salinan protein lonjakan yang ditemukan di bagian luar virus.
Oleh karena itu, harus melatih sistem kekebalan untuk mengenali dan melawan corona virus tanpa harus mengembangkan Covid-19.
Karena hanya sejumlah kecil kode genetik yang digunakan dalam vaksin Imperial maka menunjukkan perkembangan berarti.
Tim Imperial menyebutkan, satu liter bahan sintetisnya akan cukup untuk menghasilkan dua juta dosis.
Dosis-dosis tersebut telah diproduksi di Amerika Serikat, tetapi akhir tahun ini manufaktur beralih ke Inggris sehingga jika dan ketika perlu diproduksi secara massal, dapat dilakukan di sini.
Semua uji klinis dimulai dengan hati-hati dan perlahan untuk mengurangi risiko keamanan.
Ketika vaksin Oxford dimulai pada April 2020, hanya dua sukarelawan yang diimunisasi pada hari pertama.
Sifat unik dari vaksin Imperial berarti bahwa hanya satu sukarelawan akan diimunisasi pada hari pertama, diikuti oleh tiga lagi setiap 48 jam. Setelah sekitar satu minggu, angka akan perlahan-lahan meningkat.
Berbeda dengan vaksin Oxford yang menggunakan satu dosis, sukarelawan dalam uji coba Imperial akan mendapatkan dua suntikan, terpisah selama empat minggu.
Profesor Shattock dan timnya mengatakan, tidak ada masalah keamanan soal vaksini ini karena hanyalah pembaruan dari pendekatan yang digunakan selama ini dan mereka melanjutkannya dengan hati-hati.
Ada lebih dari 120 vaksin corona virus yang tengah dalam pengembangan awal di seluruh dunia.
Sementara itu, 13 vaksin berada dalam uji klinis, yaitu 5 di China, 3 di Amerika Serikat, 2 di Inggris, dan masing-masing 2 di Australia, Jerman, dan Rusia.
Untuk mendapatkan dosis yang cukup untuk seluruh dunia, perlu sejumlah uji vaksin yang berhasil.
"Kami telah dapat menghasilkan vaksin dari awal dan membawanya ke percobaan manusia hanya dalam beberapa bulan," kata Profesor Shattock.
"Jika pendekatan kami berhasil dan vaksinnya memberikan perlindungan efektif terhadap penyakit, itu dapat merevolusi cara kami merespons wabah penyakit di masa mendatang," lanjut dia.
Kepala penelitian ini, Dr Katrina Pollock, menyebutkan, ia tidak akan mengerjakan uji coba ini jika tidak merasa optimistis melihat respons imun yang baik pada peserta uji coba.
"Data pra-klinis tampak sangat menjanjikan. Kami mendapatkan respons antibodi penetral yang merupakan respons kekebalan yang ingin Anda lindungi dari infeksi.
Tetapi masih ada jalan panjang untuk mengevaluasi vaksin ini," ujar dia.
Penelitian ini didanai sebesar 41 juta poundsterling dari Pemerintah Inggris dan 5 juta poundsterling dari sumbangan lainnya.
(*)
• Prediksi Line Up Brighton vs Man United di Liga Inggris, Neal Maupay Siap Cetak Gol, Live Mola TV
• Jadwal Liga Inggris Malam Ini Brighton vs Man United, Peluang Setan Merah Kembali ke Peringkat 6
• Covid-19 Menghantam Bisnis Global, Pemilik Mal Terbesar di Inggris Dilaporkan Bangkrut
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ekonomi Inggris Sentuh Level Terendah dalam 40 Tahun di Kuartal I 2020".
