BATAM TERKINI

ABK Kapal Lu Huang Yuan Yu Curhat, Kerja Pagi sampai Malam Diberikan Makan Makanan Kedaluwarsa

Usai dibawa ke Batam para ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 117 curhat kepada awak media. Mereka menyebut selama berada di dalam kapal.

Penulis: Beres Lumbantobing | Editor: Sihat Manalu
TRIBUN BATAM/ARGIANTO
KAPAL CHINA - Sejumlah nakhoda kapal berbendera China yang diamankan tim gabungan di perairan Kepulauan Riau (Kepri), Rabu (08/07/2020). Dari dalam kapal terdapat jenazah WNI diduga korban kekerasan. 

TRIBUNBATAM.id, BATAM - Usai dibawa ke Batam para ABK kapal Lu Huang Yuan Yu 117 curhat kepada awak media. Mereka menyebut selama berada di dalam kapal, mereka diberi makanan kedaluwarsa, waktu istirahat yang sangat terbatas, kerja dari pagi hingga malam, ditambah tekanan serta rindu akan keluarga.

Lima poin itulah yang terangkum dalam curhatan beberapa Anak Buah Kapal Pekerja Migran Indonesia di kapal Lu Huang Yuan Yu 117 saat berlabuh di dermaga Pelabuhan Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Batam, Rabu (9/7/2020) lalu.

Mereka terlihat kusut, matanya memerah, kulitnya hitam kelat sedangkan rambutnya acak-acakan berwarna hitam merah lantaran terpanggang matahari setiap saat.

Hanya kata penyelasan yang terucap dari salah satu ABK PMI, Novantino (22) saat itu.
Novantino, pria asal Kediri Jatim ini tahu betul apa yang dialami dan dirasakannya bersama 22 orang rekannya saat bekerja di atas kapal berbendera China itu.

TEGAS, Menlu Minta China Hadirkan Warganya sebagai Saksi di Kasus Kapal Long Xing 629

Sore itu sesaat melangkah ke luar dari dalam kapal perbudakan itu menuju dermaga Lanal, mereka langsung dikumpulkan.
Tas ranselnya pun diturunkan satu persatu. Mereka istirahat sejenak menunggu pemeriksaan kesehatan.

Mereka menceritakan pengalaman yang dilaluinya. "Tidak ada cerita pengalaman baik, hanya kepedihan yang kami lalui bekerja di kapal itu, bukan cuman saya. Semua kami merasakan hal yang sama," kata ABK PMI, Siswandi pria asal Jakarta.

Siswandi terlihat kecut, kulit wajahnya pun terlihat hitam gosong dan matanya merah. Ia tampak terlihat geram.

Begitu juga dengan Didi Nuriza, rekan dari Siswandi. Hanya saja mereka berbeda, jika Siswandi berasal dari Jakarta sementara Didi asal Pemalang, Jateng.

Bocah 12 Tahun di Karimun Dipaksa Ayah Tiri Untuk Layani Nafsu Bejatnya Berulang Kali

Namun mereka senasib, yakni jadi korban perbudakan di kapal Lu Huang Yuan Yu 117.
Tujuh bulan lamanya bekerja bukanlah waktu yang singkat bagi mereka, harus menahan berbagai kepedihan hidup di tengah laut di perairan lintas negara mencari ikan cumi.

Bukan tanpa alasan, aksi heroik kerja tak kenal waktu, makan makanan kedaluwarsa hingga rindu keluarga anak dan istri membuat mereka rindu pulang dan mengakhiri perbudakan.

Mereka berjumlah 22 orang, namun satu diantaranya mengalami nasib yang naas, yakni Hasan (30) warga Lampung yang jenazahnya dimasukkan ke dalam freezer kulkas cumi selama 18 hari.

Sederet cerita diantara mereka berbeda-beda, namun nasib mereka sama, menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di dua kapal berbendera China Lu Huang Yuan Yu 117 dan Lu Huang Yuan Yu 118, dua kapal itu dikomandoi kapten dari China, sementara ABK terdiri dari berbagai negara.
Pengakuan ABK PMI, Didi pekerja di dalam kapal tersebut tidak hanya WNI namun juga WNA Thailand dan Fhilipina.

Sementara WNI sendiri, terdiri dari berbagai daerah, ada yang dari Jakarta, Lampung, Medan, Brebes, Kediri, Tegal yang lebih dominan dari Pulau Jawa.

"Kerja tak kenal waktu, makan seadanya. Waktu istirahat terbatas, dipaksa dengan upah tidak sepadan," kata Didi.

Sembari duduk beralaskan semen bangunan dermaga Lanal, Didi terus bercerita bahwa kehidupan di dalam kapal tidak teratur, amburadul.

Tak Butuh Waktu Lama, Polda Kepri Tetapkan 1 Orang Tersangka Tewasnya WNI di Kapal Asing

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved