Simpan 1.864 Ton EAFD, Malaysia Laporkan Penemuan 110 Kontainer Limbah Beracun di Johor
Malaysia melaporkan telah temukan 110 kontainer limbah beracun yang dibuang secara ilegal. Malaysia meminta Interpol untuk ikut menyelidiki kasus ini.
TRIBUNBATAM.id, KUALA LUMPUR - Malaysia melaporkan telah temukan 110 kontainer limbah beracun yang dibuang secara ilegal.
Kontainer limbah beracun tersebut dibuang di Pelabuhan Tanjung Pelepas, Johor sejak bulan lalu.
Berisi 1.864 ton debu tanur busur listrik (EAFD).
Bernama melaporkan sebagaimana yang dilansir dari CNN pada Senin (20/7/2020), EAFD merupakan produk sampingan berbahaya dari produksi baja dan mengandung unsur-unsur beracun, seperti timah dan kromium.
Para pejabat berwenang mengatakan ratusan kontainer itu datang dari Rumania dan didaftarkan sebagai seng pekat dalam formulir deklarasi.
"Temuan EAFD, saat transit di Malaysia dan menuju Indonesia ini adalah temuan terbesar dari jenisnya ( pembuangan limbah beracun) dalam sejarah Malaysia," kata Menteri Lingkungan dan Air, Ibrahim Tuan Man dalam laporan Bernama.
• Laporkan 13 Kluster Covid-19 Baru, Malaysia Pertimbangkan Kewajiban Pakai Masker
Atas temuan pembuangan limbah beracun secara ilegal dari Rumania tersebut, Malaysia mengirim limbah kembali ke Rumania dan meminta Interpol untuk menyelidiki.
Sejak China melarang impor limbah plastik pada 2018 dalam upaya untuk membersihkan lingkungannya, banyak negara telah mencari tempat pembuangan alternatif untuk sampah mereka, dan menciptakan masalah bagi negara-negara lain, seperti Kamboja, Malaysia, dan Filipina.
Untuk membatasi pembuangan limbah beracun yang tidak bertanggung jawab, pada tahun lalu, 187 negara menambahkan plastik ke pembahasan Konvensi Basel, sebuah perjanjian yang mengatur perpindahan material berbahaya dari satu negara ke negara lain.
Namun, persoalan pembuangan limbah beracun masih terus berlanjut.
Pengiriman ilegal EAFD yang ditemukan di Malaysia ini, diklasifikasikan sebagai limbah beracun berdasarkan Konvensi Basel, di mana Malaysia ikut serta menandatanganinya.
Hanya AS, salah satu produsen plastik terbesar di dunia, dan Haiti yang belum menandatangani perjanjian tersebut.
Krisis pembuangan limbah
Krisis pembuangan limbah telah menarik perhatian global yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir, karena negara-negara, seperti Malaysia dan Filipina telah mulai memberi menandai dan mempermalukan eksportir limbah dengan mengirimkan kembali sampah ke pelabuhan asal mereka.
Mei lalu, Malaysia mengirim kembali 450 ton limbah plastik ke beberapa negara asal, termasuk Inggris, Kanada, AS, Jepang, dan Belanda.
"Kami mendesak negara-negara maju untuk meninjau kembali pengelolaan limbah plastik mereka dan menghentikan pengiriman sampah ke negara-negara berkembang," kata Menteri Energi, Sains, Teknologi, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Malaysia, Yeo Bee Yin.
Menteri Lingkungan dan Air, Ibrahim Tuan Man mengatakan pihak berwenang Malaysia telah mengidentifikasi dan menghentikan setidaknya 28 upaya untuk mengimpor limbah secara ilegal pada tahun ini.
Pembuangan limbah bahkan meningkat menjadi bentrokan diplomatik, seperti yang terjadi pada tahun lalu, di mana Presiden Filipina Rodrigo Duterte memanggil duta besarnya untuk Ottawa setelah Canada melewatkan tenggat waktu untuk mengambil kembali berton-ton sampahnya.
Pemerintah Canada akhirnya memulangkan sampah mereka setelah Duterte mengatakan dia siap untuk "menyatakan perang" atas masalah ini.
Tuai Tentangan, Malaysia Umumkan Bakal Menangkap Kaum Transgender di Negaranya
Pengumuman mengejutkan terkait kaum Transgender telah disampaikan Pemerintah Malaysia.
Malaysia dikabarkan akan menangkap para kaum Transgender di negaranya.
Tentunya, hal ini mendapatkan tentangan dari berbagai pihak di Malaysia.
Menteri Urusan Agama Malaysia membuat sebuah proposal kontroversial yakni untuk menangkap dan 'mendidik' orang-orang Transgender.
Hal ini tak pelak ditentang oleh para aktivis domestik yang mengatakan akan menghadapi pukulan lebih jauh terhadap catatan hak asasi manusia pemerintah yang sudah goyah.
Zulkifli Mohamad dari koalisi Perikatan Nasional yang berkuasa, baru-baru ini mengumumkan bahwa ia telah memberikan "lisensi penuh" kepada otoritas Islam untuk memastikan orang-orang Transgender kembali "ke jalan yang benar".
“Islam adalah agama yang ingin mendidik. Kami akan bekerja menuju upaya terkoordinasi dari semua lembaga di bawah sayap urusan agama di departemen perdana menteri," katanya dalam sebuah postingan Facebook.
Pengumuman itu memicu protes dari para aktivis, yang menunjukkan bahwa hanya dalam empat bulan sejak berkuasa, koalisi telah menekan anggota serikat dan jurnalis dan melarang sebuah buku tentang pemilihan umum 2018 di mana pemerintahan sebelumnya, Pakatan Harapan, menggulingkan Barisan Nasional setelah 61 tahun berkuasa.
“Ini akan mendorong kekerasan main hakim sendiri. Kami melihat ini terjadi selama pemerintahan Barisan Nasional dan tidak ada tindakan yang diambil pada saat itu,” kata Mitch Yusmar Yusof, Direktur Eksekutif organisasi masyarakat yang dipimpin oleh Seed Foundation.
“Identifikasi kambing hitam atau target yang paling mudah, membuat pernyataan, mendapatkan kepercayaan dan suara publik," lanjutnya.
Kemudian LSM Justice for Sisters menggambarkan kata-kata sang menteri sebagai suatu hal yang tidak bertanggung jawab.
“Pernyataannya akan meningkatkan diskriminasi, kekerasan dan penganiayaan terhadap wanita Transgender dengan impunitas oleh petugas penegakan Departemen Islam serta anggota masyarakat.
Kami sudah mengamati pertanyaan dan kekhawatiran tentang keamanan pribadi, keselamatan dan kesejahteraan oleh orang-orang Transgender di seluruh negeri sejak rilis pernyataan itu," tulis pernyataan mereka.
Perikatan Nasional terdiri dari faksi-faksi sempalan Pakatan Harapan serta para pemimpin dari koalisi Barisan Nasional, yang terkenal kejam dalam menentang perbedaan pendapat.
Sejak Perikatan Nasional berkuasa, penyelidikan polisi telah dilakukan terhadap beberapa politisi oposisi, seorang aktivis anti-korupsi dan beberapa anggota serikat buruh yang memprotes dugaan pelanggaran perburuhan ikut ditangkap.
Portal berita Malaysiakini menghadapi tuntutan penghinaan terhadap proses persidangan, sementara wartawan dari outlet berita internasional Al Jazeera sedang diselidiki untuk sebuah film dokumenter tentang serangan imigrasi selama penguncian virus corona.
Para aktivis mengatakan komunitas LGBT adalah target populer bagi para politisi yang berusaha menopang dukungan dari bank suara konservatif.
Asal tahu, hukum Islam di Malaysia melarang homoseksualitas sementara hukum sekulernya mengkriminalkan seks "tidak wajar".
Undang-undang tingkat negara mengizinkan hukuman fisik untuk hubungan seksual sesama jenis, sementara terapi konversi - termasuk konseling agama - adalah hal biasa.
(*)
• Malaysia Dianggap Terlalu Tenang Hadapi Konflik Laut China Selatan, Menlu Sampai Ditegur
• Najib Razak Sindir Mahathir Mohamad di Media Sosial, Eks PM Malaysia Minta Jangan Terus Disalahkan
• Tiga Tersangka Berstatus Kurir, Ditresnarkoba Polda Kepri Ungkap Asal Sabu-Sabu 2 Kg dari Malaysia
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sebanyak 110 Kontainer Limbah Beracun Dibuang Secara Ilegal di Malaysia ".