TRIBUN WIKI

Biografi PK Ojong, Sosok Gigih dan Sederhana Dibalik Lahirnya Kompas Gramedia

Bersama Jakoeb Oetama, PK Ojong mendirikan majalah Intisari yang menjadi cikal bakal harian Kompas pada tahun 1963.

KOMPAS.COM
Foto dokumentasi wartawan sekaligus pendiri Harian Kompas Petrus Kanisius (PK) Ojong. 

Gadis Magelang yang belum lama tinggal di Jakarta.

Ojong memang gigih dan tidak setengah-setengah kalau melaksanakan sesuatu, apalagi dalam usaha merebut hati gadis pujaannya.

Setelah mendapat restu dari orangtua Chaterine, mereka bertunangan resmi pada 4 April 1949 dan menikah di Catatan Sipil tanggal 6 Juli 1949.

Ojong dan istrinya dikarunia enam anak, empat laki-laki dan dua perempuan.

Si kutu buku pecinta tanaman

Ojong sangat suka membaca.

Ada satu yang bisa membuat perhatiannya teralih, yaitu tanaman.

Bahkan pada 1952-1853, ia mencanangkan perlunya penghijauan Kota Jakarta.

Dirinya sangat kesal ketika pohon-pohon di sepanjang Jalan Kebon Dirih, Jakarta ditebangi.

Bahkan ketika aktif menulis di Kompasiana, dirinya sempat menulis dua artikel bertemakan pohon.

Menjadi wartawan

Sekitar 1946, Ojong menjadi penulis lepas di Keng Po atau Star Weekly, sebuah majalah mingguan.

Khoe Woen Sioe yang saat itu menjabat sebagai pendiri Star Weekly tertarik melihat sikap disiplin, rajin, teliti, berpengetahuan luas, dan semangat untuk maju di dalam diri Ojong.

Hal ini membuatnya tak ragu mengangkat Ojong sebagai wartawan Kengpo/Star Weekly.

Karena kiprahnya yang luar biasa di jurnalistik, Ojong kemudian diangkat menjadi Redaktur Pelaksana Star Weekly.

Sembari menjadi wartawan, Ojong juga kuliah di Rechts Hoge School atau RHS (Sekolah Tinggi Ilmu Hukum yang sejarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Salemba.

Semenjak saat itu, hari-hari Ojong sangat sibuk.

Hari-harinya diisi dengan membaca dan mempelajarinya buku-buku ilmu hukum.

Bahkan sampai adik-adiknya tak berani untuk mengajaknya bergurau.

Hanya dengan sang ibu, Ojong bisa sesekali bercanda.

Pada 1961, Keng Po dan Star Weekly kemudian dibredel pada masa pemerintahan Sukarno.

Setelah pembredelan itu, Ojong mendirikan PT Saka Widya yang bergerak di bidang penerbitan buku.

Menjabat sebagai direktur di PT Saka Widya, Ojong mulai bekerja sama dengan Jakoeb Oetama.

Dua orang tersebut kemudian merintis sebuah majalah Intisari bersama Irawati dan J. Adisubrata.

Intisari berisi macam-macam tema terkait ilmu pengetahuan dan sejarah.

Kemudian lahirlah Kompas pada 28 Juni 1965, dua tahun setelah Intisari berjalan.

Setelah koran dan majalah mereka punya nama, bisnis Ojong dan Jakoeb merambah ke bidang percetakan dengan berdirinya Gramedia Printing pada 1972.

Percetakan ini ditunjukan untuk mencetak terbitan mereka sendiri.

Setelah percetakan, akhirnya penerbit Gramedia lahir pada 1974.

PK Ojong wafat pada 31 Mei 1980, tanpa didahului sakit yang menyiksa diri dan meninggal dengan benda kesayangannya, yaitu buku di sampingnya.

Untuk mengenang jasanya, patung Ojong didirikan di halaman Bentara Budaya Jakarta, suatu lembaga nirlaba yang bertujuan untuk pelestarian dan pengembangan seni budaya Indonesia.

*Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Pribadi P.K. Ojong".

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved