China Menutup Konsulat Amerika Serikat di Chengdu, Tak Terima Konsulatnya di Houston Ditutup?

China memerintahkan penutupan konsulat Amerika Serikat di Chengdu pada Jumat (24/7/2020) kemarin. Dianggap sebagai aksi balas dendam ke Amerika Serika

kompas.com
Ilustrasi - Tak terima konsulatnya di Houston ditutup, China balas tutup konsulat Amerika Serikat di Chengdu. 

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, CHENGDU - Ketegangan antara China dengan Amerika Serikat ( AS) kembali memanas.

Terbaru, China memerintahkan penutupan konsulat Amerika Serikat di Chengdu pada Jumat (24/7/2020) kemarin.

Penutupan ini terjadi sebagai aksi balas dendam Beijing terhadap AS yang menutup konsulat China di Houston pada pekan ini.

Kementerian Luar Negeri China dalam pernyataannya mengatakan, langkah itu merupakan "tanggapan sah dan perlu terhadap tindakan tak masuk akal dari Amerika Serikat".

"Situasi ini dalam hubungan AS-China bukanlah apa yang ingin dilihat China, dan AS bertanggung jawab atas semua ini," demikian lanjutan bunyi pernyataan tersebut yang dikutip AFP.

Ketegangan antara kedua negara melonjak dalam berbagai bidang, dan semakin buruk setelah Washington memerintahkan penutupan konsulat China di Houston pada Selasa (21/7/2020) dalam waktu 72 jam.

Menlu AS Sebut WHO Dibeli China, Jadi Alasan Banyaknya Korban Meninggal Covid-19 di Inggris

Alasan penutupan AS adalah tuduhan pencurian properti intelektual oleh China, yang terjadi sehari setelah Departemen Kehakiman mendakwa 2 warga China atas tuduhan meretas ratusan perusahaan, dan berusaha mencuri data penelitian vaksin Covid-19.

China telah mengancam akan membalas tindakan AS itu, jika keputusannya tidak ditarik.

Dalam pernyataannya pada Jumat, China mendesak untuk mundur dan "menciptakan kondisi yang diperlukan untuk menormalkan kembali hubungan bilateral."

AS memiliki kedutaan besar di Beijing, serta lima konsulat di China daratan dan satu konsulat di Hong Kong.

Dilansir AFP dari situs web konsulat Chengdu, gedung itu didirikan pada 1985 dan memiliki sekitar 200 staf, yang sekitar 150 di antaranya adalah karyawan lokal China

Konsulat di Chengdu juga menjadi lokasi terjadinya drama diplomatik dalam beberapa tahun terakhir.

Sebelumnya pada 2013 China pernah meminta penjelasan dari AS tentang program mata-matanya, setelah ada laporan berita bahwa peta rahasia dibocorkan oleh analis intel buronan Edward Snowden.

Peta itu menunjukkan fasilitas pengawasan AS di kedutaan dan konsulat seluruh dunia, termasuk konsulat di Chengdu.

Terindikasi Lakukan Pelanggaran HAM, Amerika Serikat Kembali Blacklist 11 Perusahaan China

Amerika Serikat (AS) dikabarkan kembali lakukan blacklist kepada sederet perusahaan China.

Sebanyak 11 perusahaan China dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh Kementerian Perdagangan Amerika Serikat.

Penyebabnya karena perusahaan tersebut terindikasi melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap etnik Uighur di Provinsi Xinjiang, China.

Kementerian mengatakan kesebelas perusahaan tersebut terlibat dalam penerapan kerja paksa eknik Uighur dan kelompok minoritas lain sebagaimana dilansir dari Nikkei Asian Review, Selasa (21/7/2020).

Perusahaan yang masuk daftar hitam tersebut tidak dapat membeli komponen atau barang dari perusahaan asal AS tanpa persetujuan pemerintah AS.

Ini merupakan ketiga kalinya pemerintah AS memasukkan sejumlah perusahaan asal China ke dalam daftar hitam.

Sebelumnya, secara total terdapat 37 entitias perusahaan yang juga dimasukkan ke dalam daftar hitam karena terlibat indikasi penerapan kerja paksa terhadap etnik Uighur dan minoritas lain.

Menteri Perdagangan AS, Wilbur Ross, mengatakan China secara aktif mempromosikan praktik kerja paksa.

Sementara itu pihak Kedutaan Besar (Kedubes) China di AS menolak untuk berkomentar.

Pada Mei, Kementerian Luar Negeri China mengkritik penambahan daftar entitas yang dimasukkan ke dalam daftar hitam oleh AS.

Mereka mengatakan langkah AS tersebut dapat meregangkan konsep keamanan nasional, menyalahgunakan kontrol ekspor, melanggar norma-norma dasar yang mengatur hubungan internasional, dan mengganggu urusan dalam negeri China.

Beberapa perusahaan masuk dalam ke daftar hitam adalah KTK Group Co, Tanyuan Technology Co, Esquel Textile Co, dan lain-lain.

Pada April, Esquel membantah menggunakan tenaga kerja paksa dari etnik Uighur dan minoritas lain dari Xinjiang.

Pada 1 Mei, Dinas Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan (CBP) AS memasukan Hetian Haolin Hair Accessories Co ke dalam daftar hitam.

CBP menyetop impor produk rambut perusahaan tersebut karena mereka menemukan bukti perusahaan tersebut menerapkan kerja paksa.

Pada 1 Juli, CBP menangmankan hampir 13 ton produk rambut dengan lebih dari 800.000 dollar AS atau setara Rp 11,8 miliar yang berasal dari Xinjiang.

Senator AS dari Partai Republik, Josh Hawley, mengatakan dia akan mengajukan undang-undang yang akan menghukum perusahaan di AS yang menerapkan kerja paksa dalam rantai pasokan mereka.

Makin Panas, Amerika Serikat Akan Larang Masuk 92 Juta Anggota Partai Komunis China ke Negaranya

Amerika Serikat ( AS) dikabarkan tengah mempertimbangkan kebijakan memblokir perjalanan para anggota Partai Komunis China ke negaranya.

Menanggapi hal itu, China menyebut Amerika Serikat "menyedihkan" .

Sebelumnya, The New York Times sempat melaporkan jajaran kabinet Donald Trump bisa saja menolak kebijakan itu karena masih berupa konsep.

Dilansir dari BBC Kamis (16/7/2020), Partai Komunis China memiliki 92 juta anggota, dan belum diketahui secara pasti bagaimana larangan ini akan ditegakkan.

Kebijakan yang dibuat AS ini adalah yang konflik terbaru dalam perseteruan dua negara adidaya itu.

Sebelumnya, AS pekan ini telah menghapus status perdagangan khusus bagi Hong Kong, setelah China menerapkan UU Keamanan Nasional yang kontroversial.

Presiden Donald Trump juga mengkritik China atas penanganan pandemi virus corona, peningkatan pasukan militer di Laut China Selatan, perlakukannya terhadap minoritas Muslim, dan surplus perdagangan besar-besaran.

Apakah larangan akan terwujud dan berhasil?

Artikel di New York Times mengutip empat orang yang disebut "memahami persoalan ini."

Disebutkan oleh surat kabar itu, bahwa aturan AS akan melarang anggota Partai Komunis China beserta keluarganya mengunjungi AS, dan mungkin bisa juga mengusir beberapa orang yang sudah berada di "Negeri Paman Sam".

Para petinggi di perusahaan-perusahaan China dan Tentara Pembebasan Rakyat juga dapat terkena imbasnya.

New York Times mengatakan, rencana itu belum final dan presiden bisa saja membatalkannya. Namun, Gedung Putih serta Departemen Luar Negeri AS enggan berkomentar.

Untuk menerapkannya, presiden dapat menggunakan Undang-undang Keimigrasian dan Kebangsaan, yang melarang masuknya pengunjung dari sejumlah negara Muslim pada 2017.

New York Times juga mewartakan bahwa AS tidak mengetahui keanggotaan Partai Komunis, yang membuat penegakan hukum jadi sulit.

Jumlah pelancong dari China pun menurun drastis di tengah wabah virus corona saat ini. Tahun lalu, ada 3 juta warga "Negeri Panda" yang terbang ke AS.

Saat ini AS masih melarang kedatangan warga negara asing yang telah mengunjungi China dalam 14 hari terakhir, dengan "pengecualian khusus".

Reaksi China

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying pada Kamis (16/7/2020) menanggapi pertanyaan tentang hal ini.

Dia berkata, "Jika itu benar, saya pikir itu benar-benar menyedihkan."

Ia melanjutkan, "Kita tahu beberapa di AS menindas China dan menggertak China."

"Sebagai negara berdaulat yang independen, China harus menanggapi praktik-praktik intimidasi dan kita harus mengatakan tidak, kita harus... mengambil langkah reaktif untuk itu."

Para pengamat mengatakan, larangan kunjungan yang diberlakukan oleh AS hampir pasti akan memicu balasan terhadap orang Amerika yang mengunjungi China.

Partai Komunis adalah satu-satunya partai politik yang berkuasa di China.

Partai itu mengontrol fungsi-fungsi tertinggi pemerintahan melalui Kongres Nasional, tetapi juga menjangkau ke tingkat administrasi yang lebih rendah.

Sekitar 7 persen populasi China adalah anggota Partai Komunis, baik dalam politik, bisnis, bahkan dunia hiburan.

Loyalitas dalam partai ini sangat penting bagi siapa pun yang ingin kariernya naik.

Hal itu juga berlaku bagi orang-orang terkenal seperti Jack Ma bos Alibaba, Ren Zhengfei pendiri Huawei, atau selebritas papan atas seperti aktris Fan Bingbing.

(*)

Tersangka Kasus TPPO ABK di Kapal Berbendera China Bertambah 3 Orang, Bertugas sebagai Perekrut

Ditreskrimum Polda Kepri Amankan 3 Tersangka Baru Terkait Kasus TPPO ABK Kapal Berbendera China

Kirim 2.400 Calon Vaksin Covid-19 ke Indonesia, Ini Profil Perusahaan China Sinovac Biotech

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Terima Konsulatnya di Houston Ditutup, China Balas Tutup Konsulat AS di Chengdu".

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved