100 TAHUN PK OJONG
Generasi Sekarang Layak Meniru Ojong, Jangan Cuma Tik-tok-an
Pria kelahiran Bukittingi, Sumatera Barat, 25 Juli 1920 ini adalah pendiri Kompas Gramedia, bersama sahabatnya, Jakob Oetama.
Karena beliau mengatakan kepada saya, you juga hebat, bisa menciptakan think tank yang belum pernah terjadi sebelumnya.
We respect each other in the same interest sebetulnya, bagaimana meluaskan ilmu pengetahuan, supaya meluaskan pandangan-pandangan kita.
Karena Beliau kan 1965 baru jadi, kita juga waktu itu masih mahasiswa. Kita menciptakan CSIS 1971.
Beliau banyak berhubungan dengan kita. Yang paling berkesan tentu belajar mengumpulkan barang-barang budaya dan seni.
Lukisan terutama, misalnya ada beberapa lukisan (I Nyoman) Cokot. Itu anjuran dari Beliau.
Waktu Cokot mengadakan pameran, Beliau (PK Ojong) mengatakan kepada saya, "You lihat ini, dia mempunyai gaya tersendiri,". Moderen di Bali.
Saya pertama kali kenal banyak hal dalam budaya ini karena anjuran Beliau. Beliau yang menceritakan banyak.
Beliau banyak mengumpulkan karya-karya seni dan budaya, terutama di Bentara Budaya (gedung seni itu masih ada di kompleks Kompas-Gramedia, Palmerah-red).
Saya kira idenya Beliau.
Dan saya belajar dari Beliau. Beliau very knows about it very much. Banyak pengetahuan soal budaya.
Bagaimana Anda melihat PK Ojong sebagai insan pers?
Dia tidak hanya penulis yang bagus, tapi juga seorang organisator yang hebat. Kompas bisa sampai sekarang ini, karena dua orang ini, Jakob Oetama dan PK Ojong.
Jakob tentu editorialnya, tapi organisasi dan bagian bisnisnya PK Ojong.
Dalam waktu singkat bisa menciptakan landasan untuk dilanjutkan oleh teman-teman lain. Itu yang membuat Kompas Great.
Dan itu menunjukan betapa orangnya sangat sederhana, betapa banyak pemikiran, dan banyak sekali talenta.