Jepang Akan Buat Persenjataan Jarak Jauh Terbaru, Siap Menangkis Rudal Korea Utara
Jepang dikabarkan mempersiapkan diri untuk membuat sistem pertahanan baru. Dikabarkan lewat perbaikan persenjataan demi menyaingi rudal Korea Utara.
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, TOKYO - Jepang dikabarkan mempersiapkan diri untuk membuat sistem pertahanan baru.
Hal ini ditunjukkan dengan penyetujuan proposal terkait persenjataan Jepang oleh komite partai penguasa di Jepang.
Sebuah proposal yang usulkan agar Jepang memiliki persenjaataan yang mampu menangkal serangan rudal balistik di wilayah teritorial musuhnya.
Sebagaimana dilansir dari The Globe and Mail, Jumat (31/7/2020), Jepang ditaksir dapat memiliki senjata yang mampu menjangkau Korea Utara jika rencana tersebeut terlaksana meski tidak jelas senjata apa yang dimaksudkan.
Setelah kalah dalam Perang Dunia II, negara-negara dunia sangat menekan Pasukan Bela Diri Jepang untuk dapat memiliki persenjataan jarak jauh.
Kini, jika Jepang benar-benar memiliki senjata jarak jauh itu, China dan Rusia akan marah karena senjata tersebut juga dapat menjangkau kedua negara itu.
• Jadi Salah Satu Menu Sarapan Populer dari Jepang, Simak Asal Usul dan Resep Onigiri
"Negara kita perlu mempertimbangkan cara untuk memperkuat pencegahan, termasuk memiliki kemampuan untuk menghentikan serangan rudal balistik di wilayah musuh," bunyi dokumen tersebut.
Proposal tersebut dibuat oleh anggota parlemen senior dari Partai Demokrat Liberal Jepang (LDP) termasuk mantan Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera.
Proposal tersebut sedianya akan disampaikan kepada Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe pekan depan.
Nodera mengatakan proposal tersebut dibuat masih dalam dalam batas-batas konstitusi dan untuk mematuhi hukum internasional.
Proposan tersebut tersebut akan dibahas oleh Dewan Keamanan Nasional Jepang (NSC) yang diharapkan dapat menyelesaikan kebijakan pertahanan baru pada akhir September.
Sebelumnya, Abe telah mendorong penguatan militer Jepang untuk menanggapi keamanan yang memburuk di kawasa Asia Timur.
Itu dikarenakan beberapa hal seperti Korea Utara yang rajin mengembangkan rudal dan senjata nuklir, China yang semakin memodernkan pasukannya, dan Rusia yang ingin kembali hadir di kawasan tersebut.
Opsi Jepang untuk menyerang rudal musuh di wilayahnya cukup menarik dibandingkan mencegat rudal yang sudah diluncurkan dengan kcepatan suara.
Namun, diperlukan penginderaan yang canggih untuk hal tersebut.
Oleh karena itu, Jepang mungkin akan meminta bantuan penginderaan dari satelit yang dimiliki Amerika Serikat (AS).
Kementerian Pertahanan Jepang dapat memutuskan pembelian peralatan pada akhir tahun ini, kata pejabat pemerintah kepada Reuters.
Pertimbangan untuk membangun persenjataan baru tersebut juga didorong oleh keputusan Menteri Pertahanan Jepang Kono Taro pada Juni.
Dalam keputusan tersebut, Taro membatalkan pembangunan dua pembangunan dua sistem pertahanan anti-rudal balistik Aegis Ashore yang dirancang untuk menyergap rudal balistik dari Korea Utara.
Rencana tersebut dibatalkan karena adanya risiko yang dapat membahayakan penduduk sipil terdekat jika benar-benar digunakan untuk menyergap rudal balistik musuh.
Proposal tersebut juga merekomendasikan untuk memperoleh sistem radar pertahanan yang setara dengan Aegis Ashore yang juga mampu melacak ancaman lain seperti pesawat nirawak dan rudal jelajah.
Tewaskan Sekitar 18 Orang, Tanah Longsor dan Banjir Besar Menerjang Jepang
Setelah beberapa waktu lalu Singapura dilanda banjir bandang, kini Jepang turut mengalami bencana alam serupa.
Sejak Sabtu (4/7/2020), banjir besar dan tanah longsor terjadi di Jepang.
Bahkan bencana di Jepang ini telah menewaskan setidaknya 18 orang.
Dari 18 orang tersebut, 2 orang sudah dipastikan terenggut nyawanya sedangkan 16 lainnya dikhawatirkan tewas.
Keterangan tersebut disampaikan oleh media setempat pada Minggu (5/7/2020), sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Sementara itu Associated Press (AP) memberitakan, sekitar 20 orang dipastikan tewas atau masih dalam perkiraan tewas sampai hari ini.

Kedua korban tewas adalah lansia pria dan wanita berusia 80-an tahun di Kumamoto.
Mereka tewas akibat tanah longsor, demikian yang dilaporkan tv pemerintah Jepang NHK, tapi tidak memberi keterangan lebih rinci.
Sementara itu 16 lainnya masih dalam keadaan "henti jantung", kata NHK.
Istilah itu sering digunakan di Jepang sebelum dokter menyatakan kematian secara resmi.
Sebanyak 14 orang di antaranya adalah penghuni panti jompo, sebagaimana diumumkan Gubernur Prefektur Kumamoto Ikuo Kabashima pada Sabtu.
NHK melanjutkan, 6 orang lainnya masih hilang.
Sampai sekarang operasi pencarian dan penyelamatan masih terus dilakukan di rumah-rumah warga yang terdampak banjir.
Meski hujan telah reda di Kumamoto pada Minggu pagi, jembatan yang ambruk membuat akses jalan terputus dan membuat masyarakat di sana terisolasi.
Banjir juga merusak rumah-rumah serta kendaraan hanyut terbawa arus, dan lumpur ikut merendam Kumamoto.
AFP juga mewartakan, tanda besar "SOS" dibuat di sebuah sekolah kota Yatsushiro, lokasi di mana 10 orang melambaikan handuk putih meminta diselamatkan oleh helikopter.

Penyelenggara F1 Resmi Batalkan Grand Prix Singapura hingga Jepang, Dampak Wabah Covid-19
Berbagai kompetisi di dunia harus dibatalkan sebagai dampak dari penyebaran virus Corona atau Covid-19.
Termasuk acara Grand Prix yang biasa digelar oleh Formula 1 (F1).
Penyelenggara F1 resmi membatalkan Grand Prix Singapura, Azerbaijan hingga Jepang.
Kepastian tersebut diketahui lewat pernyataan yang diunggah pada laman resmi F1, Jumat (12/6/2020).
Alasan dibatalkannya ketiga Grand Prix tersebut masih berkaitan dengan pandemi virus Corona yang tengah melanda dunia.
Dengan demikian, GP Azerbaijan, Singapura, dan Jepang tak akan masuk ke dalam kalender F1 musim ini.
"Sebagai dampak tantangan yang ditimbulkan oleh Covid-19, kami dan para promotor di Azerbaijan, Singapura dan Jepang telah memutuskan untuk membatalkan balapan di sana untuk musim 2020," demikian pernyataan resmi F1.
Selain itu, promotor GP Azerbaijan dan Singapura juga mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk membangun sirkuit di negara masing-masing.
Pasalnya, kedua negara tersebut menggelar balapan di sirkuit jalan raya.
"Di Singapura dan Azerbaijan, lamanya waktu membangun sirkuit jalan raya membuat pihak penyelenggara merasa tidak mungkin untuk menggelar balapan di tengah masa yang serba tidak pasti ini," kata perwakilan F1.
Adapun Jepang masih menerapkan pembatasan perjalan yang membuat seri balap di Sirkuit Suzuka tak memungkinkan untuk digelar.
Jepang juga telah membatalkan Grand Prix MotoGP yang seharusnya berlangsung di Sirkuit Motegi pada 18 Oktober 2020, satu minggu setelah seri balap F1 di Sirkuit Suzuka.
Sebelumnya, F1 juga membatalkan empat seri balap lainnya, yakni seri pembuka di Australia, Monako, Belanda, dan Perancis.
Namun, baru-baru ini mereka telah merilis revisi kalender balap Formula 1 musim 2020.
Dalam revisi tersebut diketahui bahwa GP Austria akan menjadi seri pembuka F1 musim 2020 yang telah tertunda lama karena pandemi Covid-19.
Setelah menggelar GP Austria pada awal Juli 2020, seri balap akan dilanjutkan di Hungaria, Inggris, Spanyol, Belgia, dan Italia.
(*)
• Teror Invasi CHINA Ancam TAIWAN, Gelar Latihan Perang Terbesar hingga Dekati Jepang dan Amerika
• Menu Unik, KFC Taiwan Hadirkan Okonomiyaki Ayam dengan Nasi Bumbu Khas Jepang
• Hotel Bertema Ramen di Jepang Ini Tawarkan Sensasi Menginap di Dalam Kedai Mi
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tangkis Rudal Korea Utara, Jepang Akan Bikin Sistem Pertahanan Baru"