Korea Utara Kembali Beri Peringatan Perang Nuklir ke Amerika Serikat, Ada Apa?
Peringatan terkait perang nuklir kembali dikeluarkan oleh Korea Utara. Kali ini memberi peringatan perang nuklir ke Amerika Serikat. Lantas ada apa?
Editor: Putri Larasati Anggiawan
TRIBUNBATAM.id, PYONGYANG - Peringatan terkait perang nuklir kembali dikeluarkan oleh Korea Utara.
Kali ini, Korea Utara memberi peringatan perang nuklir ke Amerika Serikat.
Sebelum Korea Utara, Amerika Serikat telah menggaungkan sinyal perang ke Iran dan China.
Iran berani memicu perang saat jenderal utama merak meninggal bertepatan dengan serangan rudal.
Sementara China masih terkait konflik di Laut China Selatan.
Kini bertambah satu negara yang memberi peringatan pada AS yakni Korea Utara.
• Kim Jong Un Kunjungi Korban Banjir di Korea Utara, Pilih Menyetir Sendiri SUV Lexus
Dilansir dari express.co.uk pada Sabtu (8/8/2020), Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengirimkan peringatan nuklir kepada AS.
Peringatan ini disampaikan oleh Profesor James Hoare dari School of Oriental and Asian Studies (SOAS) di London.
James berbicara seperti itu setelah analisis yang diterbitkan di situs web 38 North oleh Markus V Garlauskas, mantan Pejabat Intelijen Nasional AS untuk Korea Utara.
Dari analisis itu, Garlauskas melihat Ri Pyong Chol, mantan komandan Angkatan Udara Tentara Rakyat Korea, yang sekarang merupakan tangan kanan Kim Jong-un, sedang duduk di sebelah Kim dalam pertemuan tertutup di Pusat Komisi Militer (CMC) pada 18 Juli 2020.
Hoare mengatakan, "Kita harus berhati-hati. Korea Utara tidak sekaku seperti Uni Soviet dulu jika terkait masalah nuklir." katanya.
"Jika ada perubahan kebijakan yang tiba-tiba, Ri mungkin akan menghilang untuk mempersiapkan militer."
"Tapi untuk saat ini, militer tampaknya akan bersiaga pada bulan ini."
Hoare menambahkan, mungkin pertemuan tertutup itu terkait keamanan dalam negeri.
Namun siapa yang tahu bahwa ini mungkin masalah internasional.
"Secara pribadi, saya pikir ini mereka ingin menunjukkan bahwa Korea Utara sekarang dengan serius karena itu adalah tenaga nuklir."
"Jadi bisa saja itu pesan tersirat untuk calon presiden AS."
Selama artikelnya, Garlauskas juga memuat gambar Kim tengah memeluk Ri setelah uji coba rudal yang berhasil pada tahun 2016 lalu.
Tidak heran kehadiran Garlauskas bisa menyiratkan bahwa Korea Utara mungkin tengah membuat rencana untuk lebih banyak melakukan tes rudal.
"Sejak Januari, rezim Kim Jong-un telah secara terbuka mengisyaratkan niatnya untuk tidak hanya terus memproduksi sistem senjata strategis yang ada, tetapi untuk mengungkap dan menguji yang baru."
"Dan kebangkitan Ri Pyong Chol pada saat yang sama memperkuat bahwa ini lebih dari sekadar retorika."
"Promosi Ri bisa menunjukkan bahwa Korea Utara siap mendorong produksi, pengembangan, dan pengujian senjata strategis."
Pada awal pekan ini, sebuah laporan PBB yang bocor menunjukkan bahwa Korea Utara sedang bersiap untuk mengerahkan perangkat nuklir miniatur di hulu ledak rudal balistiknya.
Seminggu sebelumnya, Kim Jong-un membual tentang daya tembak luar biasa yang dia miliki di ujung jarinya.
Dia mengatakan hal itu kepada para veteran yang berkumpul untuk upacara yang menandai peringatan 67 tahun berakhirnya Perang Korea.
"Sekarang, kita telah berubah menjadi negara yang dapat mempertahankan diri dengan andal dan teguh terhadap tekanan intensitas tinggi dan ancaman militer dan pemerasan oleh kaum reaksioner imperialistik dan kekuatan musuh."
"Tidak akan ada perang di tanah ini lagi dan keamanan nasional serta masa depan kami akan dijamin dengan tegas dan permanen."
"Karena penangkal nuklir pertahanan diri kami yang andal dan efektif," jelas Kim Jong-un.
Singapura hingga Amerika Serikat Alami Resesi, Ekonomi Korea Utara Justru Tumbuh Positif
Penyebaran wabah virus Corona atau Covid-19 telah memberikan dampak perekonomian pada sejumlah negara di dunia.
Mulai dari Amerika Serikat, Korea Selatan, Jerman, hingga Singapura masuk ke dalam daftar negara yang terkena resesi ekonomi sebagai imbas Covid-19.
Namun ternyata kondisi ini tidak berlaku bagi Korea Utara.
Ekonomi Korea Utara yang untuk pertama kalinya tumbuh dalam tiga tahun terakhir di tengah pandemi Covid-19.
Cuaca yang lebih baik meningkatkan hasil panen, meski sanksi untuk menghentikan ambisi nuklirnya membuat produksi pabrik tetap lemah.
Hal itu yang mendukung pertumbuhan ekonomi Korea Utara.
Bank Sentral Korea Selatan, Jumat (31/7/2020) menyebut, produk domestik bruto (PDB) di Korea Utara tahun lalu naik 0,4% secara riil dari tahun sebelumnya ketika ekonomi mengalami kontraksi terbesar dalam 21 tahun, yakni menyusut 4,1%, menyusul kekeringan dan sanksi nuklir.
Korea Utara berada di bawah sanksi AS sejak tahun 2006 sebagai akibat rudal balistik dan program nuklirnya.
Dewan Keamanan AS telah melakukan tindakan keras dalam beberapa tahun terakhir.
"Sanksi belum menjadi lebih sulit sejak akhir 2017 dan kondisi cuaca lebih menguntungkan membantu meningkatkan output dari sektor pertanian," kata seorang pejabat BOK, seperti dilansir dari Reuters, Jumat (31/7/2020).
Meski begitu, BOK juga menyatakan, terlalu dini untuk mengatakan bahwa ekonomi Korea Utara dalam pemulihan.
Ini lantaran volume perdagangan dalam beberapa tahun terakhir tak maksimal akibat sanksi internasional dimulai.
Ekonomi Korea Utara tumbuh 3,9% pada 2016, laju tercepat dalam 17 tahun, tetapi mengalami kontraksi tajam dalam dua tahun berikutnya.
Pemimpin Korea Kim Jong Un berjanji untuk mengalihkan fokus dari pengembangan persenjataan nuklir ke pembangunan ekonomi pada tahun 2018 sebelum mengadakan pertemuan puncak yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan Presiden AS Donald Trump.
Kedua pemimpin telah bertemu tiga kali, tetapi gagal menemukan kompromi atas program senjata nuklir Korut.
Perkiraan untuk data ekonomi Korea Utara oleh BOK dianggap yang paling otoritatif karena negara yang terisolasi tidak mengungkapkan statistik apa pun tentang ekonominya.
Sejak 1991, BOK telah menggunakan angka-angka dari badan intelijen dan data kementerian unifikasi tentang segala hal mulai dari ukuran tanaman padi, aliran air di bendungan hingga lalu lintas di dekat perbatasan untuk membuat perkiraan.
BOK mengatakan output dari pertanian, kehutanan dan perikanan yang menyumbang sekitar seperlima ekonomi Korea Utara, meningkat 1,4% tahun lalu, sementara produksi industri turun 0,9%, menyusul penurunan 12,3% pada 2018.
Namun, volume perdagangan Korea Utara melonjak 14,1% pada 2019, karena ekspor barang-barang yang tidak dikenai sanksi seperti sepatu, topi dan wig meningkat 43%.
Pejabat BOK mengatakan perdagangan Korea Utara diperkirakan akan memburuk secara signifikan tahun ini karena wabah korona membatasi pengiriman ke China, mitra dagang terbesarnya yang menyumbang lebih dari 90% dari total perdagangan Korea Utara.
Pendapatan nasional bruto Korea Utara per kapita adalah 1,408 juta won ($ 1,184.79) pada tahun 2019, sekitar 3,8% dari pendapatan Korea Selatan.
Pada 1950-an, ekonomi yang digerakkan oleh komando Korea Utara mencatat tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 13,7%.
Tetapi fokus pada pengeluaran militer pasca Perang Korea, jatuhnya Uni Soviet, dan kelaparan pada pertengahan 1990-an yang menewaskan sekitar dua juta orang, melumpuhkan ekonomi.
Covid-19 Diduga Masuk Korea Utara, Kim Jong Un Gelar Rapat Darurat, Tenaga Medis Tak Memadai?
Korea Utara untuk pertama kalinya melaporkan penemuan dugaan kasus virus Corona atau Covid-19.
Menanggapi hal ini, sikap dan kebijakan dari Kim Jong Un menjadi perbincangan hangat.
Dikabarkan Pemimpin Tertinggi Korea Utara itu langsung mengadakan rapat darurat dengan politbiro.
Selain itu, pihak berwenang Korut juga langsung me-lockdown kota perbatasan di Kaesong, kata media pemerintah KCNA pada Minggu (26/7/2020).
Rapat darurat yang digelar Kim Jong Un pada Sabtu (25/7/2020) itu membahas "sistem darurat maksimum dan mengeluarkan peringatan tertinggi" untuk mengendalikan virus Corona, demikian keterangan KCNA yang dikutip AFP.
Jika benar kasus ini dipastikan Covid-19, maka akan menjadi kasus virus Corona pertama yang diakui secara resmi di negara komunis itu.
Namun Korut akan menghadapi tantangan berat, karena infrastruktur medis di sana dipandang sangat tak memadai untuk menangani epidemi apa pun.
KCNA mengatakan, seorang pembelot yang menyeberang ke Korea Selatan tiga tahun lalu dan kembali ke Korut pada 19 Juli, diduga mengidap virus Corona.
Dulu dia dilaporkan "menyeberang secara ilegal" di perbatasan kedua negara yang dijaga ketat tersebut.
Akan tetapi Korsel belum melaporkan apa pun tentang siapa yang pergi melintasi perbatasan penuh ladang ranjau dan pos jaga itu.
Pyongyang sebelumnya menegaskan tak ada satu pun kasus virus Corona di Korut, meski penyakit ini telah menyebar ke seluruh dunia. Perbatasan negara pun tetap ditutup.
Pasien yang diduga mengidap Covid-19 ini ditemukan di kota Kaesong, yang berbatasan langsung dengan Korsel.
KCNA melaporkan, pasien itu dikarantina dengan penjagaan ketat, begitu juga dengan orang-orang terdekat yang berkontak dengannya.
Itu adalah "situasi berbahaya... yang dapat menyebabkan bencana mematikan dan menghancurkan," tulis KCNA.
Kim Jong Un juga dikutip pernyataannya saat mengatakan, "Virus ganas itu bisa dikatakan telah memasuki negara ini".
Para pejabat pada Jumat (24/7/2020) kemudian mengambil "pencegahan dini dengan menutup kota Kaesong."
Negara bersenjata nuklir itu telah menutup perbatasannya pada akhir Januari, ketika virus Corona telah menyebar di China yang merupakan negara tetangganya.
Korut memberlakukan pembatasan ketat yang mengisolasi ribuan orang, tetapi analis mengatakan tak mungkin Korut bisa menghindari penularan meski diisolasi.
Perbatasan keropos
Perbatasan China-Korut sepanjang 1.400 kilometer (km) sangat keropos pada musim dingin, akibat sungai membeku yang memungkinkan orang-orang lebih mudah menyeberang.
Belasan warga Korut menyeberangi perbatasan untuk menyelundupkan barang-barang ke pasar gelap setiap harinya.
Para analis yang dikutip AFP mengatakan, mereka mungkin telah membawa virus Corona ke Korut sebelum perbatasan ditutup.
"Tidak diragukan lagi virus Corona di Korea Utara diimpor dari China," kata Go Myong-hyum analis di Asan Institute for Policy Studied, mengingat padatnya lalu lintas perbatasan kedua negara dan jumlah kasus yang tinggi di China.
Akan tetapi Pyongyang justru memandang virus ini dibawa dari Korsel, dan menyoroti pembelot itu sebagai "makhluk berbahaya".
Korsel saat ini mencatatkan sekitar 40-60 kasus baru Covid-19 per hari, yang sebagian besar adalah kasus impor.
Awal bulan ini Kim Jong Un memperingatkan, jangan sampai ada pelonggaran segala tindakan anti-virus Corona yang "tergesa-gesa". Ucapannya mengindikasikan perbatasan Korut akan tetap tertutup di masa mendatang.
Lebih dari 30.000 warga sipil Korut telah meninggalkan tanah air mereka sejak semenanjung itu dibagi dua pada akhir Perang Korea 1950-1953.
Sebagian besar kabur melintasi perbatasan dengan China yang keropos, dan jarang ada yang melintasi perbatasan Korut-Korsel karena dijaga sangat ketat.
Akan tetapi dalam beberapa bulan terakhir jumlah orang yang melarikan diri telah menyusut.
Tercatat hanya ada 12 pendatang baru dari April-Juni, dibandingkan 320 orang pada periode yang sama tahun lalu.
Turunnya jumlah penyeberang ini karena penutupan perbatasan di pandemi virus Corona, kata pejabat Seoul.
(*)
• Putuskan Lockdown Kaesong, Intip Cara Kim Jong Un Tangani Covid-19 di Korea Utara
• Korea Utara Terapkan Aturan Berlapis Untuk Cegah Pembelot, Wajib Tandatangani Dokumen Khusus
• Jepang Akan Buat Persenjataan Jarak Jauh Terbaru, Siap Menangkis Rudal Korea Utara
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Setelah China dan Iran, Kini Korea Utara Berani Beri Peringatan Perang Nuklir pada Amerika Serikat.