Dipandang Solusi Hindari Kemiskinan, Pernikahan Dini Melonjak di Asia saat Pandemi Covid-19
Jeratan kemiskinan dampak pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di India, menyebabkan angka pernikahan di bawah umur di Asia melonjak tajam
Dipandang Solusi Hindari Kemiskinan, Pernikahan Dini Melonjak di Asia saat Pandemi Covid-19
TRIBUNBATAM.id - Jeratan kemiskinan dampak pandemi Covid-19 yang berkepanjangan di India, menyebabkan angka pernikahan di bawah umur di Asia melonjak tajam.
Jurang kemiskinan di sejumlah negara akibat serangan wabah corona yang berkepanjangan membuat banyak masyarakat menderita.
• Belum Selesai dengan AS di Laut China Selatan, Tiongkok Harus Berhadapan dengan India di Himalaya
Covid-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019 dan penyebaran masif terjadi di seluruh dunia sejak Maret tahun 2020.
Sebuah studi melaporkan kemiskinan membuat puluhan ribu anak perempuan di Asia dipaksa menikah oleh keluarganya, meski masih berada di bawah umur.

Pernikahan di bawah umur sebenarnya merupakan praktik yang lazim di negara seperti Pakistan, India dan Vietnam.
Namun, beberapa tahun belakangan, jumlahnya terus menurun karena upaya beragam organisasi untuk memberikan edukasi lebih mengenai bahaya pernikahan di bawah umur alias pernikahan dini.
• BREAKING NEWS, 2 Pegawai Dinsos Tanjungpinang Terkonfirmasi Covid-19
Hanya, upaya tersebut kemudian terasa percuma karena jumlah pernikahan di bawah umur meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir, sejak pandemi virus corona melanda.
"Pernikahan anak berakar kuat pada ketidaksetaraan gender dan struktur patriarki.
Apa yang terjadi sekarang menjadi semakin rumit sejak era Covid-19," ungkap Shipra Jha, Kepala Girls Not Brides untuk Wilayah Asia seperti dikutip AFP.
• Data Corona 34 Provinsi Indonesia Rabu 2 September Pagi, Total Nasional 177.571, Meninggal 7.505
Kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan ketidakamanan merupakan beberapa faktor yang mendorong pernikahan di bawah umur marak terjadi.
Sejumlah faktor tersebut memiliki pengaruh yang semakin kuat di tengah pandemi virus corona.
Berdasarkan data PBB, setiap tahun ada 12 juta anak perempuan menikah sebelum berumur 18 tahun.

Di tengah ancaman kemiskinan dan pandemi virus corona, PBB memperingatkan, angka tersebut bisa bertambah 13 juta dalam dekade berikutnya.
Di India, para aktivis mengatakan, ada lonjakan pernikahan paksa karena keluarga menilai praktik tersebut merupakan solusi untuk masalah keuangan yang muncul akibat Covid-19, tanpa mempertimbangkan dampaknya bagi anak-anak yang menikah dini.
• BUNDA Jaga Keluarga, Jangan Sekali-kali Konsumsi Telur Ayam Bersama 3 Makanan Ini
"Terjadi peningkatan pernikahan anak selama periode lockdown. Ada pengangguran yang merajalela akibat kehilangan pekerjaan.
Keluarga hampir tidak mampu memenuhi kebutuhan, jadi mereka pikir menikahkan anak perempuan mereka adalah jalan yang terbaik," ujar Rolee Sigh yang menjalankan kampanye 1 Step 2 Stop Child Marriage di India.
Upaya Pencegahan Beberapa Negara
Save the Children telah memperingatkan, kekerasan terhadap anak perempuan dan pernikahan paksa bisa menjadi lebih mengancam dari virus corona yang saat ini menyebar.
• Reaksi Atta Halilintar saat Sang Ayah Dilaporkan Happy Hariadi yang Mengaku Mantan Istri Keduanya
Upaya edukasi juga semakin terhambat karena sebagian besar fasilitas pendidikan masih belum bisa dibuka secara normal. Arus informasi yang diberikan pun menjadi sangat terbatas.
Belum lagi, banyak anak-anak di wilayah miskin di Asia tidak mampu mendapatkan akses sama sekali menuju sistem pembelajaran online yang saat ini banyak diterapkan.
"Kami juga melihat anak-anak bersedia menikah karena ditawarkan uang atau semacam bantuan sebagai imbalan.
• PILBUP KARIMUN, Petahana Aunur Rafiq-Anwar Hasyim Bakal Daftar KPU di Hari Pertama Pendaftaran
Keluarga-keluarga ini tidak memahami bahwa itu merupakan bentuk perdagangan, itu merupakan tren yang mengkhawatirkan," kata Singh.
Indonesia menjadi salah satu negara dengan angka pernikahan anak tertinggi di dunia, menurut UNICEF.
Tahun lalu, pemerintah telah menaikkan usia sah pernikahan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, baik untuk pria maupun wanita.

Harapannya, upaya tersebut mampu menekan angka pernikahan di bawah umur yang jumlahnya terus melonjak dari tahun ke tahun akibat beragam faktor.
Pengadilan agama di Indonesia secara resmi telah memberikan izin lebih dari 33.000 pernikahan anak antara Januari hingga Juni tahun ini.
Sebagai pembanding, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melaporkan, ada 22.000 pernikahan anak di Indonesia sepanjang 2019.
Terlampauinya angka pernikahan di bawah umur pada 2019 hanya dalam waktu 6 bulan di 2020 jelas merupakan sebuah masalah baru yang perlu menjadi perhatian khusus.
• Ujian SKB CPNS 2019 Mulai Digelar, Peserta Tak Wajib Lakukan Rapid Test Covid-19
Di India, PM Narendra Modi juga sudah mengerek umur sah pernikahan dari 18 menjadi 21 tahun. Tapi, langkah tersebut akan sulit untuk diterapkan dan tidak akan mengatasi akar permasalahan.
UNICEF menyatakan, mengakhiri pernikahan anak akan membantu memutus siklus kemiskinan antargenerasi.
Mereka yakin, anak-anak yang diberdayakan dan berpendidikan akan lebih mampu memberi makan dan mengurus anak-anak mereka.
• Mumtaz Ragukan PAN Reformasi Terwujud, Anak Amien Rais Ditantang Lompat dari Atas Gedung
Dengan begitu, keluarga yang dibina akan hidup dengan lebih sehat dan sejahtera.
.
.
.
(*)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id