BATAM TERKINI
Kisruh ATB dan BP Batam, Ombudsman Kepri Akan Panggil Keduanya, 'Jangan Masyarakat Jadi Korban'
Lagat mengatakan, sebelumnya Ombudsman telah mengundang BP Batam dan PT ATB untuk membahas masalah berakhirnya konsesi air di Batam
Editor: Dewi Haryati
TRIBUNBATAM.id, BATAM - Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Lagat Parroha Patar Siadari menilai, tindakan Badan Pengusahaan (BP) Batam mengambil alih pengelolaan air terkesan main-main dan setengah hati.
Lagat mengatakan, sebelumnya Ombudsman telah mengundang BP Batam dan PT Adhya Tirta Batam (ATB) untuk membahas masalah berakhirnya konsesi air di Batam.
Pada saat itu, dihadiri oleh Deputi IV BP Batam, Syahril Japarin dan perwakilan ATB. Kala itu Syahril mengatakan, mereka akan mengambil alih pengelolaan air bersih yang selama 25 tahun terakhir dikelola oleh ATB.
"Kemudian saya bilang. Jika memang itu, maka hal itu kita serahkan kepada BP Batam. Hanya saja kami ingatkan saat itu, apakah BP Batam sudah siap investasi sumber daya manusia atau SDM dan lainnya? Katanya siap.
Nah tahu-tahunya dialihkan ke pihak ketiga melalui lelang terbuka. Artinya apa, BP Batam kami nilai tidak konsisten," kata Lagat, Jumat (11/9/2020).
• Dituding Diskriminasi terhadap ATB, Anggota DPRD Batam Ini Bela Rudi: Tudingan Itu Lebaylah
Ia melanjutkan, sebaiknya jika BP Batam mengambil alih pengelolaan air bersih maka setidaknya lima tahun terakhir harus sudah diurus oleh BP Batam. Termasuk menanam investasi SDM dan berkaitan dengan teknologi. Namun yang ia ketahui, baru 15 Mei 2020 dibentuk tim transisi oleh BP Batam.
"Jadi sangat lambat sekali. Yang kasihan adalah masyarakat. Memang, dalam perjanjian konsesi enam bulan baru dibentuk masa transisi.
Maksud kami, jika ingin serius lima tahun atau jauh sebelumnya sudah dilakukan masa transisi. Toh juga tidak melanggar hukum itu. Tak ada pasal yang melanggar," ujar Lagat.
Dalam waktu dekat, Ombusdman Kepri akan memanggil BP Batam dan ATB. Pembahasan terkait pelayanan publik soal air. Sebab menurut Lagat, jangan karena perseteruan kedua belah pihak, masyarakat yang akan menjadi korban.
"Karena air adalah hajat hidup masyarakat banyak. Bayangkan jika ada kendala air di Batam. Apa tidak menjadi masalah atau tragedi kemanusiaan?," ujarnya.
Kenapa Harus Pihak Ketiga Lagi?
Anggota DPRD Kepri dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Irwansyah menilai, kisruh PT Adhya Tirta Batam (ATB) dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam bisa memperkeruh suasana.
Irwansyah tidak mempersoalkan BP Batam tak melanjutkan kerja samanya dengan ATB yang telah terjalin 25 tahun sejak 1995 lalu. Hanya saja, pasca konsesi berakhir, BP Batam akan kembali menyerahkan pengelolaan air di Batam kepada pihak ketiga.
"Pada masa awal konsensi okelah. Karena BP Batam butuh yang namanya investasi. Tapi setelah 25 tahun, kok diberikan lagi kepada pihak ketiga.
Kenapa tidak dikelola sendiri oleh BP Batam jika memang itu tidak dilanjutkan lagi ke ATB. Ada apa kan begitu," katanya, Jumat (11/9/2020).
Ia mengatakan, jika BP Batam mengelola sendiri air, tentu masyarakat bisa merasakan berbagai kemurahan dan kemudahan, dibandingkan jika pihak swasta yang mengelola.
• SOAL Kisruh Pengelolaan Air Bersih di Batam, Dewan Minta Jangan Sampai Ganggu Pelayanan ke Warga
• Konsesi Air di Batam Berakhir, ATB Tak Akan Serahkan Sistem SCADA, Ini Alasannya
"Karena swasta pasti bicara profit atau untung. Tentu, ini sangat menyulitkan masyarakat lagi kan," ujar Irwansyah.
Ia melanjutkan, air merupakan fundamental hajat hidup orang banyak. Terdapat pada konstitusi Ayat 3 Pasal 33 UUD 1945 yang sangat negara-sentris, harfiah, bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
"Tujuan utama itu. Silakan BP Batam sendiri kelola. Masa transisi PT Moya Indonesia siapa yang menjamin lebih baik dari ATB?," ujarnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, ATB tidak bisa dikesampingkan prestasi nomor satu terbaik di Indonesia soal pengelolaan air. Sebab menurutnya, tingkat kebocoran hanya 15 persen.
"Dibandingkan daerah lain di Indonesia ada yang 35 persen kebocoran pipa dan persoalan lain. Bahwa ATB ada kekurangan ya, seperti air masih belum rata jalan siang hari. Malam baru hidup.
Dan yang kita inginkan adalah, PT Moya Indonesia harus lebih baik dari ATB. Jika terdapat malah mundur, kami akan kawal demi kebutuhan air masyarakat. Karena itu kebutuhan pokok," ujarnya.
Irwansyah juga menilai, Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam HM Rudi harus bisa menjelaskan ke publik terkait alasan yang rasional memilih pengelolaan air kepada pihak ketiga. Karena semestinya menurutnya, ATB mumpuni mengelola air.
Skema Pengelolaan Air di Batam
Pasca konsesi dengan PT Adhya Tirta Batam (ATB) berakhir, pengelolaan air bersih di Batam di masa transisi akan dikerjakan oleh PT Moya Indonesia.
Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi mengakui, pemilihan mitra kerja sama penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan selama masa transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam dilakukan melalui proses penunjukan langsung.
Meski begitu, Rudi bilang, penunjukan langsung kali ini mengundang seluruh perusahaan yang berminat ikut dalam proses lelang.
Perusahaan swasta yang terpilih dalam lelang yang dimulai sejak 12 Agustus 2020 lalu, akan menjalankan kegiatan operasional dan pemeliharaan air bersih selama enam bulan, setelah masa konsesi BP Batam dan PT ATB berakhir.
Setelahnya, Rudi menyatakan, BP Batam akan kembali membuka lelang untuk kerja sama operasional (KSO). Ke depannya, pengelolaan air bersih di Batam akan dibagi dua. Dari segi pemeliharaan waduk, dan pelayanan distribusi air.
• SOAL Kisruh Pengelolaan Air Bersih di Batam, Dewan Minta Jangan Sampai Ganggu Pelayanan ke Warga
• Konsesi Air di Batam Berakhir, ATB Tak Akan Serahkan Sistem SCADA, Ini Alasannya
"Nanti Januari 2021 sudah mulai kita buka resmi untuk KSO. Jadi bukan seluruhnya (pengelolaan air) diserahkan pada swasta," ujar Rudi.
Ke depannya, BP Batam akan mengelola operasional pengelolaan dan pelayanan air ke rumah-rumah warga. Sementara itu, pihak swasta akan mengelola dan merawat air baku di berbagai waduk di Batam.
Menurut Rudi, pihak swasta nantinya akan bertanggung jawab atas ketersediaan air di Batam dan pemeliharaan kondisi waduk. Hal ini termasuk pengelolaan air limbah dari rumah tangga di Batam.
"Nanti pihak swasta bisa menghitung berapa kebutuhan air bersih di Batam selama setahun, sehingga tidak ada lagi nanti air mati bergilir," jelas Rudi.
Sebelumnya, PT Moya Indonesia ditetapkan sebagai pemenang tender mitra kerja sama penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan selama masa transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam, pada tanggal 4 September 2020.
Setelahnya, pada 7-9 September 2020, pun dimulai masa sanggah atas proses lelang yang telah berlangsung. Masa sanggah ini dipergunakan oleh PT ATB untuk melayangkan keberatannya atas proses pemilihan yang dilaksanakan BP Batam.
Terkait sanggahan ini, Rudi memilih menyerahkan seluruh prosesnya pada tim pelaksana tender. Keberatan PT ATB nantinya akan dijawab oleh tim pelaksana lelang dari BP Batam.
"Terima saja lah (sanggahan). Nanti tim pelaksana yang menjawab itu, saya tinggal teken saja," tambah Rudi.
PT Moya Indonesia Bakal Kelola Air di Batam
Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar mengungkapkan, PT Moya Indonesia terpilih sebagai peserta terbaik dalam proses lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
Itu artinya, PT Moya Indonesia akan segera mengelola air bersih untuk wilayah Batam selama masa transisi selama enam bulan.
Sebelumnya, BP Batam telah mengundang sejumlah perusahaan yang memiliki pengalaman mengelola SPAM dengan kapasitas minimum 3.000 liter per detik, termasuk di antaranya, PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Berdasarkan hasil evaluasi penawaran yang telah dimasukkan para peserta lelang, Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol, BP Batam, Dendi Gustinandar, mengungkapkan bahwa peserta terbaik yang dipilih adalah PT Moya Indonesia.
"Penetapan pemenang sudah dilakukan pada tanggal 4 September 2020 kemarin," ujar Dendi dalam rilis via whatsapp.
Selanjutnya, BP Batam membuka kesempatan bagi para peserta lainnya untuk mengajukan keberatan dalam melakukan sanggahan terhitung tanggal 7 sampai 9 September 2020.
Terkait keberatan ini, pihak PT ATB telah melayangkan laporan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas dugaan adanya diskriminasi dalam syarat keikutsertaan proses lelang tersebut.
• Profil PT Moya Indonesia, Pemenang Tender Pengelolaan Air Bersih di Batam
"Mulai hari ini (7/9/2020) sampai 9 September 2020, kami akan menggunakan hak untuk menyampaikan keberatan," tegas Presiden Direktur PT ATB, Ir. Benny Andrianto Antonius di lokasi Water Treatment Plant (WTP) PT ATB, Duriangkang, Senin (7/9/2020).
Pihaknya menyebut pada tanggal 3 September 2020, PT Adhya Tirta Batam (ATB) telah melaporkan Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pelaporan ini terkait pelanggaran Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang diduga dilanggar oleh BP Batam.
Pasalnya, BP Batam yang belum mampu mengelola sistem penyediaan air minum (SPAM) secara mandiri telah menyelenggarakan proses lelang bagi empat perusahaan, yaitu PT Moya Indonesia, PT Suez Water Treatment Indonesia, PT Pembangunan Perumahan Infrastruktur, dan PT Adhya Tirta Batam (ATB).
Namun, pihak ATB mengaku dalam undangan lelang, terdapat persyaratan yang harus ditandatangani oleh PT ATB dengan poin-poin khusus yang dinilai memberatkan PT ATB.
Adapun syarat khusus yang ditetapkan oleh BP Batam dan harus disanggupi PT ATB guna mengikuti proses lelang, seperti yang diungkapkan oleh Presiden Direktur PT ATB, Ir Benny Andrianto Antonius, adalah kewajiban mengikuti kajian dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"ATB diberikan syarat khusus, bahwa berkewajiban untuk memenuhi hasil kajian dari BPKP," ujar Benny, Senin (7/9/2020).
Padahal, tambah Benny, kajian BPKP hanya dipenuhi sebagai syarat pengakhiran konsesi saja dan tidak tepat apabila ditetapkan sebagai syarat mengikuti lelang.
Oleh karena itu, pihak PT ATB menilai BP Batam telah menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan dalam hal diskriminasi dalam penyelenggaraan lelang Pemilihan Mitra Kerjasama Penyelenggaraan Operasi dan Pemeliharaan Selama Masa Transisi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Batam.
"Kita sudah berupaya komunikasi dengan menulis surat keberatan akan prasyarat tersebut, tapi tetap, jawabannya wajib mengikuti syarat khusus apabila ingin mengikuti proses lelang," jelas Benny.
(TRIBUNBATAM.id/Leo Halawa/Hening Sekar Utami)