Facebook dan Twitter Tak Mau Hapus Konten, Thailand Terpaksa Tempuh Jalur Hukum

Thailand memulai tindakan hukum terhadap Facebook dan Twitter karena dianggap mengabaikan permintaan Thailand untuk menghapus konten.

vocfm.co.za
APLIKASI TWITTER DAN FACEBOOK - Thailand mengambil tindakan hukum pertama terhadap Facebook, Twitter atas kontennya - ILUSTRASI. 

Editor: Putri Larasati Anggiawan

TRIBUNBATAM.id, BANGKOK - Thailand memulai tindakan hukum terhadap Facebook dan Twitter pada Kamis (24/9/2020) kemarin.

Pasalnya, Facebook dan Twitter dianggap mengabaikan permintaan Thailand untuk menghapus konten.

Kementerian Digital mengajukan keluhan hukum kepada polisi kejahatan dunia maya setelah kedua perusahaan media sosial tersebut melewatkan tenggat waktu penghapusannya.

Facebook dan Twitter diberi waktu 15 hari untuk sepenuhnya mematuhi perintah penghapusan yang dikeluarkan pengadilan mulai 27 Agustus, kata Menteri Digital, Puttipong Punnakanta.

Tidak ada tindakan yang diambil terhadap Google Alphabet seperti yang semula disarankan, menghapus semua video YouTube yang ditentukan dalam urutan Rabu malam, kata Puttipong.

"Ini adalah pertama kalinya kami menggunakan Undang-Undang Kejahatan Komputer untuk mengambil tindakan terhadap platform karena tidak mematuhi perintah pengadilan," kata Puttipong kepada wartawan.

Mereka Menipu! Unjuk Rasa Lawan Penguasa Thailand Serukan Negara Milik Rakyat

"Kecuali jika perusahaan mengirim perwakilan mereka untuk bernegosiasi, polisi dapat mengajukan kasus pidana terhadap mereka.

Tetapi jika mereka melakukannya, dan mengakui kesalahan tersebut, kami dapat menetapkan denda," tambahnya.

Dia tidak mengungkapkan detail konten atau mengatakan hukum apa yang telah dilanggar.

Pengaduan itu ditujukan kepada perusahaan induk AS dan bukan anak perusahaan Thailand mereka, katanya.

Kementerian akan mengajukan lebih banyak permintaan penghapusan seperti itu ke Facebook, Twitter, dan Google, meminta mereka untuk menghapus lebih dari 3.000 item dari platform mereka, dengan konten mulai dari pornografi hingga kritik terhadap monarki, kata Puttipong.

Twitter menolak berkomentar, sementara Facebook dan Google tidak menanggapi permintaan komentar.

Thailand memiliki hukum lese majeste yang keras yang melarang penghinaan terhadap monarki.

Undang-Undang Kejahatan Komputer, yang melarang pengunggahan informasi yang salah atau memengaruhi keamanan nasional, juga telah digunakan untuk menuntut kritik online terhadap keluarga kerajaan.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved