Dosen Ini Trauma! Ngaku Ditangkap dan Dipukuli Polisi saat Demo Tolak UU Cipta Kerja, Tubuhnya Lebam

Dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial AM (27) mengaku menjadi korban salah tangkap aparat kepolisian

Tribun Medan/Danil Siregar
Ilustrasi. Petugas kepolisian berpakaian preman mengamankan pengunjuk rasa saat aksi menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Sumut, Medan, Kamis (8/10/2020). 

TRIBUNBATAM.ID - Seorang dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Makassar, Sulawesi Selatan, berinisial AM (27) mengaku menjadi korban salah tangkap aparat kepolisian.

Hal itu terjadi saat aksi unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (8/10/2020).

Baca juga: Tegas! Polisi Tidak Akan Biarkan Masyarakat Berlaku Semaunya Dalam Aksi Anarkis saat Unjuk Rasa

Baca juga: BESOK Ormas FPI, GNPF Ulama dan PA212 Gelar Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja, Ini Tuntutannya

Tak hanya salah tangkap, AM juga mendapatkan tindakan represif dari belasan aparat yang menangkapnya.

Dia mengaku dipukul berulang kali hingga mengalami luka lebam di bagian wajah dan beberapa anggota tubuhnya.

Hal ini membuat AM trauma, mengingat dia saat itu bukan bagian dari massa aksi yang bentrok dengan polisi saat demo berlangsung.

Baca juga: Telegram Kapolri Larang Aksi Buruh, YLBHI: Polri Tak Punya Hak Mencegah Unjuk Rasa

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Ibrahim Tompo pun menanggapi insiden pemukulan dan penangkapan yang dialami dosen berinisial AM, saat aksi tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja di Jalan Urip Sumoharjo Makassar, Kamis (8/10/2020).

Pengunjukrasa yang berasal dari buruh, mahasiswa, dan pelajar terlibat bentrok dengan polisi saat unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Jakarta, Kamis (8/10/2020). Mereka menuntut pemerintah untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang dinilai memberatkan pekerja.
Pengunjukrasa yang berasal dari buruh, mahasiswa, dan pelajar terlibat bentrok dengan polisi saat unjuk rasa di sekitar Patung Kuda Jakarta, Kamis (8/10/2020). Mereka menuntut pemerintah untuk membatalkan UU Cipta Kerja yang dinilai memberatkan pekerja. (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Ibrahim mengaku prihatin atas insiden tersebut.

Namun, menurutnya, aparat yang melakukan penangkapan tersebut sudah sesuai prosedur.

Baca juga: Antisipasi Penolakan UU Cipta Kerja, Personel Polres Anambas Sisir Lokasi Rawan Aksi Unjuk Rasa

Dia mengatakan, prosedur yang digunakan polisi dalam melakukan penangkapan saat chaos terjadi, sudah tepat.

Sebelum melakukan aksi represif, kata Ibrahim, pihaknya sudah melakukan imbauan melalui pengeras suara agar warga maupun para pengunjuk rasa membubarkan diri saat bentrokan terjadi.

Dia mengatakan, pengeras suara tersebut bisa didengar hingga radius 2 kilometer, sehingga mustahil warga yang berada di sekitar lokasi tidak mendengarnya.

Baca juga: Lapangan Merdeka Kota Sukabumi Dipadati Ribuan Buruh dari Sukalarang, Unjuk Rasa Tolak Omnibus Law

"Kemudian kedua kita (polisi) menyemprotkan water cannon kepada pengunjuk rasa anarkis itu.

Kemudian berikutnya ditembakkan flash ball atau gas air mata.

Kemudian kita melakukan penguraian terhadap massa yang ada di situ," kata Ibrahim.

Aksi unjuk rasa di kawasan pusat perdagangan di Kendari berakhir anarkis di pusat perdagangan, dua polisi terluka dan lima pendemo diamankan. Sakit Hati Diselingkuhi, Pria di Kendari Picu Aksi Demo Massa hingga Berujung Ricuh
Aksi unjuk rasa di kawasan pusat perdagangan di Kendari berakhir anarkis di pusat perdagangan, dua polisi terluka dan lima pendemo diamankan. Sakit Hati Diselingkuhi, Pria di Kendari Picu Aksi Demo Massa hingga Berujung Ricuh ((KOMPAS.COM/KIKI ANDI PATI))

Setelah melakukan upaya tersebut, kata Ibrahim, barulah pihaknya mendorong massa agar meninggalkan tempat berunjuk rasa dalam hal ini sepanjang Jalan Urip Sumoharjo.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved