NEWS VIDEO
VIDEO - Kisah Sukiman dan Mobil Kijang Merahnya Saat Letusan Merapi 26 Oktober 2010
Yohanes Berman Sukamto dua kali naik turun Umbulharjo-Kinahrejo, di saat-saat tergenting menjelang letusan eksplosif Merapi.
Setelah naik dan kemudian turun menurunkan warga di balai desa, Sukamto bersiap kembali naik. Ia mengajak serta seorang pegawainya.
Seorang jurnalis televisi minta izin ikut naik dan duduk di kursi tengah.
“Waktunya mungkin sudah menjelang 17.30 WIB,” kata lulusan SMP dan SPG Kanisius Pakem ini.
Suasana langit mulai redup saat kendaraan bergerak mendaki lereng gunung. Sirine masih meraung-raung. Kamto mendengar lewat radio komunikasi atau HT yang ada di mobilnya.
Suara gemuruh terdengar makin jelas dari arah puncak Merapi.
“Suara gluduk-gluduk, dan abu sudah turun,” kenangnya.
Di pertigaan Dusun Ngrangkah, mobil Kijang merah Kamto berhenti sebentar. Ada truk melaju turun dari arah Kinahrejo. Ada beberapa warga menumpang di bak belakang.
Sejurus kemudian,Kamto melanjutkan perjalanan. Suasana jalan makin gelap, hujan abu menderas. Beberapa kali pegawainya menyiramkan air dalam botol ke kaca depan.
Wiper kaca terlihat berat mengayun.
“Saya waktu itu tidak punya rencana atau target ke Mbah Maridjan,” kata Kamto yang tidak ikut komunitas relawan manapun saat itu.
Mesin mobilnya meraung-raung saat mendaki tanjakan jelang Dusun Kinahrejo.
“Mesin kendaraan tidak ada masalah. Lancar, cuma jalan pelan, kaca buram,” lanjutnya.
Mobil berhenti di pertigaan jalan menuju rumah Mbah Maridjan. Di titik itulah Kamto memutar kendaraannya.
“Sekali putar bisa balik arah. Saya sampe heran, karena jalannya sempit,” ujarnya.
Di sebelah barat rumah itu, Kamto melihat ada sekelompok pria duduk-duduk di teras sebuah rumah. Mereka meriung, menolak saat diajak turun.