Diajak Mengemis, Bayi Berusia 2 Tahun Meninggal dalam Gendongan Ibu, Ketahuan Hendak Diberi Makan
Tanpa kesakitan, tanpa mengeluhkan rasa sakit, AS (2) meninggal saat dipelukan dan digendong sang ibu.
Editor Danang Setiawan
TRIBUNBATAM.id, BEKASI - Nasib malang bayi meninggal dalam pelukan ibu saat diajak mengemis kini menjadi bahan perbincangan sejumlah pihak.
AS bayi yang baru berusia dua tahun, meninggal saat diajak sang ibu mengemis di kawasan Pasar Bantargebang, Bekasi, Kamis (26/11/2020).
Tanpa kesakitan, tanpa mengeluhkan rasa sakit, AS (2) meninggal saat dipelukan dan digendong sang ibu.
Bahkan sang Ibu NA (32) tidak menyadari anak tercintanya sudah tak bernyawa.
NA (32) baru menyadari AS (2) meninggal dunia saat hendak diberi makan siang.
Bak disambar petir, kabar kematian AS (2) menjadi kabar duka bagi sang ibunda NA (32).
Kasubag Humas Polres Metro Bekasi Kota, Kompol Erna Ruswing, ketika dikonfirmasi membenarkan kejadian tersebut.
Baca juga: VIDEONYA Pernah Viral, Begini Nasib Slamet Pengemis Korban Pemerasan Oknum Satpol PP Batam
Baca juga: Cerita Kehidupan Pengemis Punya Tabungan Rp 135 Juta, Sempat Bawa Ayah yang Lumpuh ke Jalan
Kompol Erna Ruswing, mengatakan, balita malang tersebut baru diketahui meninggal dunia pada pukul 15.20 WIB
"Ya, kemarin kejadiannya, meninggal pas ibunya mengemis di pasar."
"Pas digendong," kata Erna saat dikonfirmasi Jumat (27/11/2020).
Awalnya, ibu korban berinisial NA (32) yang berdomisili di Bojongmenteng, Rawalumbu, pergi mengemis ke pasar sejak siang hari.
Kemudian, ia hendak memberikan AS makanan, setelah beberapa jam diajak mengemis berkeliling pasar sambil digendong.
"Ketahuannya pas mau ngasih makan, kemudian enggak ada respons," ucapnya.
NA yang telah mengetahui AS sebelumnya sakit, langsung membawa korban ke puskesmas terdekat.
Saat diperiksa oleh petugas medis, AS sudah tak bernyawa.
"Langsung dibawa ke puskesmas, enggak tahunya meninggal."
"Anak itu katanya memang sakit, ibunya tahu kalau korban sakit," ucap Erna.
Satpol PP Peras Uang Pengemis
Berita lain, seorang pengemis di Batam menjadi korban pemerasan yang dilakukan oleh oknum Satpol PP Kota Batam.
Peristiwa itu terjadi pada Minggu (18/10/2020).
Slamet Sembiring (55) pengemis yang menjadi korban pemerasan mengaku kerap diperas oleh keempat oknum dengan alasan penertiban.
Saat diangkut, pengemis itu mengaku para oknum diduga hanya mengambil uang mereka saja.
Wartawan Tribunbatam.id berhasil menemui Slamet di indekosnya, Rabu (21/10/2020) siang.
Kepada Tribun, Slamet mengaku jika permasalahan antara dia dan empat oknum Satpol PP itu akan diselesaikan secara damai.
"Hari ini kami urus damai Bang," ujar Slamet.
Ia tinggal di sebuah indekos di kawasan Baloi Kolam, RT 005, RW 016, Kelurahan Sungai Panas, Kecamatan Batam Kota, Kota Batam, Provinsi Kepri.
Pria yang lahir di Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara, 4 Juni 1965 itu bercerita, ia pertama kali datang ke Batam pada 2017 lalu.
Selama di Batam, dia sering bolak-balik Batam, Kepri ke Sumatra Utara yang merupakan kampung halamannya.
"Terakhir datang ke Batam lagi pada Maret 2020 lalu," katanya.
Dengan kondisi tubuh yang tidak sempurna membuat pria 55 tahun itu turun ke lampu merah untuk berharap iba, uluran tangan dari pengendara.
"Saya terpaksa harus turun mengemis di jalanan," katanya.
Slamet bercerita, ia sudah lama menderita penyakit gula.
Karena tidak bisa diobati lagi, ia memutuskan untuk amputasi kakinya pada tahun 2017 di sebuah rumah sakit yang ada di Karo, Sumatra Utara.
Sejak kakinya diamputasi, Slamet mengaku tidak bisa kerja keras lagi, sehingga ia hanya mengandalkan bantuan dari masyarakat.
Putra dari pasangan Almarhum Jamino Sembiring dan Manisha Boru Tarigan itu, berharap bantuan dari pemerintah ataupun pengusaha serta masyarakat Batam.
"Mohon bantuannya. Jika sudah ada bantuan, saya rencana akan pulang kampung," ujarnya lagi.
Dengan mata berkaca-kaca, Slamet menuturkan jika belum ada bantuan, ia terpaksa turun ke jalan lagi.
Karena ia harus mencari uang untuk membayar indekos yang saat ini ia huni.
Anak ke tiga dari lima bersaudara itu mengatakan, untuk kehidupan per bulan saja ia harus mencari uang Rp 1,5 juta.
Biaya itu meliputi bayar uang kos Rp 300 ribu, bayar air Rp 160 ribu, sewa tukang cuci pakaian Rp 150 ribu, uang makan Rp 800 ribu sampai Rp 1 juta.
Dengan kondisi kaki yang tidak sempurna membuatnya serba terbatas untuk melakukan aktivitas fisik.
"Jangankan untuk mandi, mencuci saja sulit," katanya.

Slamet mengaku saat ini ia hidup sendiri. Tidak ada saudara dekat yang ada di Batam, semuanya ada di Kampung.
Untuk kisah cintanya, Slamet mengaku sempat menikah dengan seorang wanita asal Sumatra Utara.
Namun pernikahannya kandas karena tidak ada kecocokan lagi.
Dari pernikahan itu, dia dikaruniai seorang anak laki-laki dan anak itu sekarang ikut ibunya.
Sementara itu, pantauan Tribunbatam.id, Slamet tinggal di sebuah indekos di Baloi Kolam.
Di kamar berukuran kecil itu ia tidur seorang diri.
Di dalam kamarnya tidak ada barang berharga berupa TV dan alat elektronik lainnya.
Hanya terlihat satu kasur berukuran tipis, 2 unit kipas angin dan beberapa pakaian bekas berhamburan di lantai kamarnya.
Baca juga berita Tribun Batam lainnya di Google
(Wartakota/Tribunjabar/TRIBUNBATAM.id/Ronnye Lodo Laleng)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Bayi 2 Tahun Meninggal Digendong Ibunya Ketika Mengemis di Bekasi, Ketahuan Sewaktu Mau Dikasih ASI