HUMAN INTEREST
HIDUP di Sampan sebagai Suku Laut, Junia: Saya Kecil Hati, Diejek Orang 'Mantang' atau 'Orang Barok'
Hal inilah yang membuat anak-anak Suku Laut sering diejek sebagai orang “mantang” (berkulit hitam kumal) dan orang “barok” (kulit seperti monyet)
Penulis: Febriyuanda | Editor: Thom Limahekin
Dulu memang ada yang bilang terasing.
Saat nikah saya pindah ke sini, tempat istri.
Jujur saya merasa masyarakat di sini sering diasingkan di desa," ungkap Kardi.
Senada dengan Kardi, Junia (28) yang pernah putus sekolah, akhirnya hanya tamat sekolah dasar karena merasa terkucilkan.
"Saya besar di sini jadi saya tahu, saat SD dulu sering dikatain kawan-kawan "orang laut".
Setiap hari, saya kecil hati dan malu diejek seperti itu.
Hingga sekarang anak-anak yang masuk SMP, SMA malu sering dikucilkan dan diejek.
Akhirnya banyak putus sekolah dan pilih melaut," ungkap Junia.
Baca juga: Hidup di Atas Sampan, Begini Kesederhanaan Hidup Masyarakat Suku Laut Asli Kepulauan Riau
Dulu Hidup di Sampan Saja, Kini Punya Motor
BERDASARKAN data dari Kantor Desa Sungai Buluh, selama tahun 2018, ada 18 orang putus sekolah, 9 orang tidak bersekolah sama sekali, 5 orang hanya tamat SD, dan mereka yang masih aktif SD, SMP dan SMA sebanyak 38 orang dan terus berkembang sampai sekarang.
"Kalau untuk pendidikan, orang tua sangat menyokong pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi kehendak anak beda, merasa tidak semangat," ucap Kardi.
Sejalan perkembangan zaman, orang-orang Suku Laut sudah mengalami perubahan.
Dari ekonomi misalnya, sekarang ini mereka sudah banyak memiliki perkerjaan sampingan antara lain buruh barang di pelabuhan dan buruh bangunan rumah.
Dari pekerjaan ini, mereka bisa menambah penghasilan ekonomi keluarga.

Kini mereka bisa memperbaiki rumah, membeli handphone, sepeda motor, menyekolahkan anaknya dan memenuhi kebutuhan rumah tangga.