Anak Lihat Sendiri Ibunya Dimakan Buaya Hingga Tubuh Tidak Utuh, Kini Sang Anak Trauma

Peristiwa tragis itu dialami Yati saat sedang mandi di kolam sisa penambangan di Kolong Desa  Ranggi, Desa Telak Kecamatan Jebu, Kabupaten  Bangka Bar

Editor: Eko Setiawan
tribunpekanbaru
Foto Ilustrasi - buaya dan manusia _( Foto tak terkait berita, Ilustrasi) 

Dikatakan Faharudin, mulanya sang reptil enggan melepas jasad Yati.

Namun, beberapa kapal boat Warga Desa Ranggi, yang mencari keberadaan Yati, membuat sang reptil terkejut lalu membiarkan tubuh Yati mengapung begitu saja.

Buaya terkam warga di Desa Telak Kecamatan Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung. (Istimewa via Bangka Pos.)

"Terakhir ada boat kawan kawan dari Desa Ranggi, setelah itu baru jasadnya bisa diambil. Kalau tidak ada boat itu mungkin tidak akan dilepas oleh buaya itu," tegasnya.

Konflik Buaya dengan Manusia

Tewasnya Yati menambah panjang kasus konflik antara buaya dengan manusia di Kabupaten Bangka.

Kepala Resort Bangka, BKSDA Sumsel, Septian Wiguna, mengatakan, lokasi tempat kejadian merupakan aliran sungai yang telah tergerus oleh aktivitas pertambangan timah.

Dikatakannya, hal ini menjadi salah satu indikasi kuat bahwa adanya fragmentasi habitat buaya.

"Sehingga menimbulkan tumpang tindih ruang aktivitas manusia dengan buaya dan juga semakin sedikitnya pakan alamiah buaya, berdasarkan kondisi tutupan lahan indikasinya mengarah kesana," ucap Septian.

Hal itu membuat habitat buaya terpotong dengan adanya aktivitas manusia.

Dokumentasi saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka.
Dokumentasi saat pihak Alobi Bangka Belitung bersama BKSDA Resort Babel dan Satgas Pramuka melakukan evakuasi buaya di Sungai Upang, Tanah Bawah, Puding Besar, Bangka. (Istimewa/Alobi Babel)

Diketahui, habitat asli buaya berada di sungai. Namun apabila keberadaannya di Kolong eks tambang, itu menunjukan adanya fragmentasi habitat buaya yang emakin tergerus.

Pihaknya pun tak memungkiri masih kesulitan untuk upaya konservasi.

Idealnya, lanjut dia, ada satu lokasi sebagai zona hidup buaya yang dialokasikan khusus dan jauh dari jangkauan atau aktivitas manusia.

"Namun di Bangka Belitung ini rata-rata sungai yang ada merupakan wilayah hidup masyarakat juga. Itu yang menjadi kesulitan kami," lanjutnya.
Rusaknya DAS

Ketua Yayasan Konservasi Pusat Penyelamatan Satwa Alobi Foundation Bangka Belitung, Langka Sani mengatakan kerusakan daerah aliran sungai (DAS) atau kerusakan habitat hidup buaya menjadi faktor utama konflik antar manusia dan buaya.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved