KISAH PERANTAU DI BATAM
Kisah Masita, Rintis Usaha Warung Makan dari Nol hingga Pernah Ditipu Pelanggan di Batam
Di tangan Masita, bahan-bahan masakan yang dibelinya pagi-pagi sekali di Pasar Jodoh Batam disulap jadi ragam masakan khas Jawa Medan
"Sampai sekarang saya membayangkannya sedih sekali. Waktu itu, nasi-nasi bungkus itu sudah mubazir, sudah basi, dan saya pun rugi, orang yang memesan tidak bisa dihubungi," kenang Ita.
Namun, Ita menganggap kemalangannya itu hanya serupa kerikil kecil dalam perjalanan usahanya. Ita tetap giat berjualan, bangun dan tidur di jam yang sama setiap hari, demi memberi makan keluarganya serta membayar cicilan kebutuhan sehari-hari.
Menurutnya, berjualan di Batam dulu dan sekarang terasa berbeda. Terutama ketika pandemi Covid-19 bermula, usaha Ita ikut terimbas sepi pengunjung. Pada pertengahan bulan puasa lalu, keuntungan usaha makanan Ita bahkan mencapai minus.
Ia terpaksa harus menutupi kerugian dari hari ke hari dengan uang tabungannya. Padahal, harga varian menu yang ditawarkan Warung Ibu Ita tidak mahal, yaitu mulai dari Rp 10.000 per porsi.
Warung tersebut memang biasanya banyak digandrungi oleh para pekerja PT di sekitar kawasan industri area Simpang Kara. Namun, sejak pandemi menghantam kegiatan usaha bahkan industri di Batam, pengurangan tenaga kerja pun mau tak mau ikut berdampak pada kelangsungan usaha Ita.
"Biasanya yang makan di sini para pekerja PT. Tapi dulu waktu awal-awal pandemi banyak yang berkurang, mungkin karena banyak yang di-PHK, jadinya warung saya juga ikut sepi," jelas Ita.
Di balik terjalnya kehidupan usaha makanan yang digeluti Ita, perempuan ini tidak pernah putus asa. Berjualan makanan adalah satu-satunya sumber pencaharian bagi keluarga Ita selama belasan tahun.
Berkat berjualan makanan hingga kini, keluarga Ita akhirnya dapat terbebas dari kesukaran hidup yang dulu sempat membebaninya. Saat ini, ia berhasil menyekolahkan kedua anaknya, bahkan salah satunya kini sudah berumahtangga.
"Kalau diingat-ingat dulu menyedihkan sekali. Dulu kami nggak punya apa-apa. Bahkan anak saya yang paling kecil saja dulu mau nonton tivi harus numpang di rumah orang, sampai diusir tetangga," curhat Ita dengan mata berair.
Ita bersyukur, usaha kerasnya saat ini telah membuahkan hasil. Kini ia dapat memenuhi kebutuhan keluarganya tanpa kesulitan, serta bahkan dapat menyicil sebuah mobil hasil keuntungan usahanya.
Sebagai pedagang makanan, harapan Ita terhadap pemerintah justru sangat visioner. Ia berharap, pemerintah dapat membuka serta memperluas akses lapangan pekerjaan bagi masyarakat Batam, khususnya para penganggur.
Sebab baginya, tanpa adanya pekerjaan, masyarakat tidak akan memperoleh pendapatan. Hal tersebut dapat membuat daya beli masyarakat menurun, sehingga tak pelak juga akan berdampak pada sepinya pembeli di warung yang telah ia rintis bertahun-tahun ini.
"Saya, beserta para pedagang lainnya, tentu juga berharap pemerintah dapat mengupayakan agar pandemi Covid-19 ini segera berakhir," harap Ita.
(TRIBUNBATAM.id/Hening Sekar Utami)
baca berita terbaru di google news