Utang RI Bengkak, ULN Tembus Rp 5.803 Triliun, Sri Mulyani Bandingkan Indonesia dengan Negara Maju
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan meski utang Indonesia naik tetapi rasio terhadap PDB masih di level 38,5 persen yang membuat RI masih aman
TRIBUNBATAM.id - Utang RI Bengkak, ULN Tembus Rp 5.803 Triliun, Sri Mulyani Bandingkan Indonesia dengan Negara Maju.
Indonesia mengalami kenaikan utang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, meski utang naik rasio terhadap PDB masih di level 38,5 persen,
itung-itungan itu membuat Indonesia masih dalam posisi prudent dibandingkan negara maju dan ASEAN lain,
sebut saja seperti Malaysia 66 persen, Singapura 131 persen, Filipina 54,8 persen dan Thailand 50 persen.
Baca juga: Kemenkeu Angkat Bicara soal Utang Indonesia Tembus Rp 6.074 Triliun: Kita Tidak Pernah Gagal
Baca juga: Polemik Laut Natuna Minta Diselesaikan Secara Damai, Ternyata Segini Utang Indonesia ke China

"Kita perkirakan (utang Indonesia) akan mendekati 40 persen dari PDB,
namun sekali lagi Indonesia masih relatif dalam posisi yang cukup hati-hati atau prudent," tegas Sri Mulyani dalam Rapim TNI-Polri 2021, Selasa (15/2/2021).
Meski demikian, Sri Mulyani menegaskan pemerintah akan terus memulihkan perekonomian nasional melalui APBN maupun instrumen lain termasuk dari sisi moneter.
Baca juga: Rizal Ramli Sebut Sri Mulyani tak Nyali Debat Soal Utang Indonesia.Akan Tampak Siapa Manipulatif
Belanja APBN 2021 akan mencapai Rp 2.750 triliun meliputi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp 1.059 triliun,
belanja non K/L Rp 910 triliun dan transfer ke pemerintah daerah mencapai Rp780 triliun.
"Inilah yang menjadi bekal kita untuk terus menjaga pemulihan ekonomi nasional dan tetap menjaga kesehatan dari APBN dan perekonomian kita," ujar Sri Mulyani.

Ia mengatakan, ekonomi Indonesia yang terkontraksi sebesar 2,07 persen (yoy) pada 2020,
masih relatif moderat dibandingkan negara-negara yang tergabung pada G20 maupun ASEAN.
"Kalau kita lihat dari sisi kondisi ekonomi Indonesia sebetulnya masih relatif moderat dibandingkan negara-negara baik G20 maupun ASEAN," kata Menteri Keuangan.
Sri Mulyani mengatakan hal itu menunjukkan bahwa pemerintah mampu menangani Covid-19,
sekaligus dampaknya sehingga efek yang dialami Indonesia tidak sedalam negara-negara lain.
Baca juga: Pria yang Janji Lunasi Utang Indonesia Ini Ternyata Pernah Bermasalah dengan Nikita Mirzani
"Ada negara yang lebih baik dari kita seperti Vietnam, China dan Korea Selatan.
Namun hampir sebagian besar negara G20 atau negara ASEAN mereka jauh lebih dalam dampak perekonomiannya akibat pukulan Covid-19," kata dia.

Ia menuturkan selama ini pemerintah menetapkan langkah-langkah dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian sehingga kontraksi ekonomi cukup moderat dan defisit APBN sebesar 6 persen,
juga relatif lebih kecil dibanding negara lain yang di atas 10 persen.
Ia menjelaskan defisit yang semakin tinggi menunjukkan utang yang dimiliki juga semakin banyak seperti defisit negara maju yakni Amerika Serikat (AS) mendekati 15 persen dan Perancis 10,8 persen.
"Ini artinya apa? negara-negara ini hanya dalam satu tahun utang negaranya melonjak lebih dari 10 persen sementara Indonesia tetap bisa terjaga di kisaran 6 persen," jelas Sri Mulyani.
Baca juga: BI: Utang Indonesia Masih Aman
Tak hanya itu, ia menyebutkan banyak negara maju yang utang pemerintahnya telah melampaui nilai Produk Domestik Bruto (PDB) seperti AS sekitar 103 persen, Perancis lebih dari 118 persen, Jerman 72 persen dari PDB, China hampir 66 persen, dan India mendekati 90 persen.
Utang luar negeri Indonesia tembus Rp 5.803 triliun
Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tercatat sebesar 417,5 miliar dollar AS, atau sekitar Rp 5.803,2 triliun (kurs Rp 13.900 per dollar AS).
Posisi ULN Indonesia pada akhir kuartal IV 2020 tercatat lebih tinggi dibandingkan akhir kuartal III yang sebesar 413,4 miliar dollar AS.
Besaran utang itu terdiri dari ULN sektor publik pada akhir kuartal IV 2020, yakni pemerintah dan bank sentral, sebesar 209,2 miliar dollar AS atau Rp 2.907 triliun dan ULN sektor swasta termasuk BUMN sebesar 208,3 miliar dollar AS atau Rp 2.895 triliun.

"Dengan perkembangan tersebut, ULN Indonesia pada akhir triwulan IV 2020 tumbuh sebesar 3,5 persen (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 3,9 persen (yoy)," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono dalam siaran persnya dikutip dari Kompas.com.
Erwin menuturkan, perlambatan pertumbuhan utang luar negeri terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ULN swasta.
Pasalnya, ULN pemerintah tumbuh meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya.
Pada kuartal IV 2020, ULN Pemerintah tercatat sebesar 206,4 miliar dolar AS atau tumbuh 3,3 persen (yoy),
lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kuartal III 2020 sebesar 1,6 persen (yoy).
Baca juga: Buronan Kasus BLBI Tertangkap, Hidayat Nur Wahid: Sita Asetnya untuk Bayar Utang Indonesia
Erwin menyebut, perkembangan ini didukung oleh terjaganya kepercayaan investor sehingga mendorong masuknya aliran modal asing di pasar Surat Berharga Negara (SBN).
Di sisi lain, ada penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri untuk mendukung penanganan pandemi Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
"ULN Pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas," ungkap Erwin.
Lebih rinci, ULN mencakup sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (23,9 persen dari total ULN Pemerintah), sektor konstruksi (16,7 persen), sektor jasa pendidikan (16,7 persen), sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (11,9 persen), serta sektor jasa keuangan dan asuransi (11,1 persen).

Sementara itu, ULN swasta tumbuh melambat dibandingkan kuartal sebelumnya, tercatat 3,8 persen (yoy) lebih rendah dibanding kuartal sebelumya sebesar 6,2 persen (yoy).
"Perkembangan ini didorong oleh melambatnya pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan (PBLK) serta kontraksi pertumbuhan ULN lembaga keuangan (LK) yang lebih dalam," jelas Erwin.
Tercatat pada akhir kuartal IV 2020, ULN PBLK tumbuh sebesar 6,4 persen (yoy), melambat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 8,4 persen (yoy).
Selain itu, kontraksi ULN LK tercatat sebesar 4,7 persen (yoy), lebih besar dari kontraksi pada triwulan sebelumnya yang tercatat 0,9 persen (yoy).
Baca juga: 7 Negara Ini Punya Jumlah Utang Terbesar ke China, Yuk Cek Jumlah Utang Indonesia ke China
"Berdasarkan sektornya, ULN terbesar dengan pangsa mencapai 77,1 persen dari total ULN swasta bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara dingin (LGA), sektor industri pengolahan, dan sektor pertambangan dan penggalian," papar Erwin.
Adapun secara keseluruhan, pihaknya menyatakan struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
Struktur ULN yang sehat ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir triwulan IV 2020 yang tetap terjaga di kisaran 39,4 persen, meskipun meningkat dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 38,1 persen.
"Struktur ULN Indonesia yang tetap sehat pun tecermin dari besarnya pangsa ULN berjangka panjang yang mencapai 89,1 persen dari total ULN," ungkap dia.
Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam memantau perkembangan ULN, didukung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya.
"Peran ULN juga akan terus dioptimalkan dalam menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pemulihan ekonomi nasional, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," pungkas Erwin.
.
.
.
Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Utang RI Membengkak, Sri Mulyani Bandingkan dengan Negara Maju
(*)