TRIBUN WIKI

Dibangun Pakai Putih Telur, Inilah Sejarah dan Keunikan Masjid Raya Sultan Riau Penyengat

Satu hal yang paling unik dari Masjid Raya Sultan Riau adalah penggunaan putih telur sebagai campuran bahan bangunannya.

Tribun Batam
MASJID - Masjid Raya Sultan Riau adalah salah satu masjid tertua di Pulau Penyengat. FOTO: BANGUNAN MASJID 

TRIBUNBATAM.id, TANJUNGPINANG - Masjid Raya Sultan Riau adalah salah sau situs paling ikonik di Pulau Penyengat.

Masjid tua ini menyimpan sejarah panjang, sehingga ditetapkan sebagai situs cagar budaya oleh pemerintah Indonesia.

Satu hal yang paling unik dari masjid ini adalah penggunaan putih telur sebagai campuran bahan bangunannya.

Telur tersebut digunakan untuk membangun tembok masjid dan dipercaya bisa membuatnya lebih kokoh.

Warna masjid ini relatif sangat mencolok dibanding bangunan lainnya lantaran dibalut dengan cat berwarna kuning cerah.

Selain sebagai tempat ibadah, Masjid Raya Sultan Riau juga menjadi destinasi wisata religi sekaligus sejarah yang banyak didatangi wisatawan.

Baca juga: Menengok Kekayaan Sejarah Pulau Penyengat, Tempat Lahir Tata Bahasa Melayu

Baca juga: Jadi Ikon di Pulau Penyengat, Inilah Sejarah Masjid Raya Sultan Riau, Awalnya Hanya Bangunan Kayu

Baca juga: Sejarah dan Keunikan Masjid Agung Al Hikmah Tanjungpinang, Dibangun Perantau India

Arsitektur

Masjid ini memiliki 13 kubah, yakni sepuluh kubah berbentuk bulat dan tiga berbentuk persegi panjang.

Ada pula 4 menara yang dibangun di setiap sudut masjid.

Menara itu beratap kerucut dengan balutan warna hijau dan menjulang setinggi 18,9 meter.

Jika dijumlahkan hasilnya menunjukkan jumlah rakaat dalam salat fardu lima waktu, yakni 17.

Tujuh pintu yang ada di masjid ini melambangkan jumlah ayat dalam surah Alfatihah yang artinya pembukaan.

Jendelanya yang berjumlah enam buah melambangkan Rukun Iman.

Masjid ini memiliki lima ruangan utama, dari ruangan ini sampai ke ruangan mimbar.

Lima ruangan utama ini seperti jumlah Rukun Islam. 

Luas keseluruhan kompleks masjid ini sekitar 54,4 x 32,2 meter.

Bangunan induknya berukuran 29,3 x 19,5 meter, dan ditopang oleh empat tiang.

Adapun empat tiang utama masjid tersebut menunjukkan jumlah Khulafaur Rasyidin atau sahabat Nabi.

Arti lainnya bisa juga jumlah mazhab dalam Islam.

Di depan pintu masuk utama masjid terdapat lampu kristal hadiah dari Raja Prusia karena terkesan oleh kebaikan Kesultanan Riau-Lingga yang telah menerima Eberhardt Herman Rottger, yang menjalankan misi gereja, sebagai warga di kesultanannya.

Di sini juga terdapat Al-Qur’an tulisan tangan Abdurrahman Stambul yang ditempatkan dalam kotak kaca.

Namun peninggalan paling berharga di masjid ini ada di dalam dua lemari yang terdapat di ruangan depan masjid. Lemari yang di pintunya terdapat kaligrafi. Lemari ini milik Yang Dipertuan Muda X Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi.

Di dalam lemari terdapat ratusan kitab dan buku yang dikumpulkan oleh Raja Muhammad Yusuf Al Ahmadi, nama yang diabadikan menjadi nama Gedung Perpustakaan dan Arsip Daerah Kepulauan Riau.

Di kanan dan kiri halaman depan masjid terdapat bangunan panggung tanpa dinding yang disebut balai-balai.

Tempat tersebut digunakan untuk menunggu waktu salat atau pada saat bulan ramadan menjadi tempat untuk buka puasa bersama.

Ada pula dua rumah sotoh di bagian kiri dan kanan halaman depan masjid.

Rumah sotoh yang kini tertutup ini dulunya terbuka dan digunakan sebagai tempat belajar ilmu agama dan musyawarah.

Selain itu, rumah sotoh juga menjadi tempat istirahat para musafir. 

Baca juga: Tempat Wisata di Pulau Bintan, Lagoi Bay hingga Pulau Penyengat

Baca juga: Sejarah Masjid Sultan Mahmud Riayat Syah Batam, Arsitektur Megah Mirip Masjid Nabawi

Baca juga: Satu-satunya Masjid Pink di Indonesia, Ini Sejarah dan Keunikan Masjid Raya An-Nur Bintan

Sejarah

Masjid Raya Sultan Riau Penyengat dibangun oleh Sultan Mahmud pada 1803.

Sumber lainnya mengatakan jika masjid ini mulai dibangun sekitar tahun 1761-1812.

Peletakan batu pertama dilakukan pada 1761.

Pada awalnya, masjid ini hanya berupa bangunan kayu sederhana berlantai batu bata yang hanya dilengkapi dengan sebuah menara setinggi lebih kurang 6 meter.

Masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Mahmud ketika membangun infrastruktur untuk kediaman istrinya, Raja Hamidah putri dari Raja Haji Fisabilillah. 

Seiring bertambahnya jumlah jemaah, pada 1832 masjid dipugar oleh Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman. 

Ia memberikan seruan pada masyarakat tepat pada 1 Syawal.

Seruan tersebut adalah seruan jihad untuk bersama-sama memperbaiki masjid.

Dengan adanya seruan ini, masyarakat berbondong-bondong untuk ikut membangun masjid.

Untuk pembangunan pondasinya sendiri hanya memakan waktu selama tiga minggu.

Selain memberikan sumbangan tenaga, banyak juga masyarakat yang memberikan sumbangan bahan makanan, salah satunya telur.

Penggunaan telur sebagai campuran bahan bangunan karena dulu banyak pekerja asal India yang membawa kepercayaan ini.

Mereka percaya jika telur bisa digunakan sebagai bahan perekat bangunan.

Lokasi

Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau

Berita lain tentang Masjid

Baca berita terbaru lainnya di Google!

Sumber: Tribun Batam
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved