Kandas Pimpin Demokrat, Sosok Ini Tawari KSP Moeldoko Ngopi-ngopi Sambil Bicarakan Parpol Baru
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko gagal menjadi Ketua Umum Partai Demokrat setelah didapuk jadi Ketum Demokrat versi KLB Deli Serdang, Sumut
TRIBUNBATAM.id - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko gagal menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.
Kepengurusan Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang ditolak Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Artinya, Demokrat yang sempat ada dua kubu, kini yang resmi diakui pemerintah hanya kepengurusan Partai Demokrat kubu AHY.
Kandas menjadi ketum utuh Demokrat, Moeldoko pun ditawari membentuk partai politik baru.
Tawaran tersebut datang dari Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) Bursah Zarnubi.
"Saya menantang Pak Moeldoko bergabung bersama kami dan para aktivis muda membuat partai baru, dengan platform baru yang lebih berpihak kepada rakyat dan pemberdayaan sektor pertanian, UMKM dan perburuhan.
Baca juga: Kubu KLB Moeldoko Pasca Ditolak Pemerintah Atur Strategi, Segara Siapkan Gugatan Hukum ke PTUN
Itu jalur legal konstitusional yang lebih bermartabat," kata Bursah dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews.com, Kamis (1/4/2021) dini hari.
Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) ini juga menyambut baik keputusan pemerintah yang menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB).

Menurutnya, keputusan yang tegas dan bijaksana sangat berdampak positif bagi pembangunan demokrasi di Indoneesia.
"Keputusan pemerintah menolak kepengurusan hasil KLB Demokrat harus kita apresiasi.
Kita memandang keputusan ini telah berdampak positif dalam menjaga marwah demokrasi di Tanah Air," kata Bursah.
Seperti diketahui, pada Rabu 31 Maret 2021, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM telah menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat Pimpinan Moeldoko Hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang.
Baca juga: KLB Partai Demokrat Pimpinan Moeldoko Ditolak Pemerintah, Moeldoko Gigit Jari & AHY di Atas Angin?
Dengan demikian maka Partai Demokrat yang sah dan diakui pemerintah adalah kepengurusan di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AYH).
Oleh karenanya, Bursah berharap kedua kubu yang sempat bersitegang dapat menerima keputusan pemerintah tersebut dengan legawa dan mengakhiri konflik yang terjadi dengan tetap menjaga diskursus publik yang sehat dan beradab.

"Saya ucapkan selamat kepada AHY yang secara politik telah memenangkan konflik yang terjadi.
Tetaplah bersikap patriotik dalam memimpin partai.
Ke depan sebaiknya tidak ada lagi pengurus partai yang saling mengejek dengan pihak lawan (Moeldoko)," ujarnya.
Imbauan yang sama juga disampaikan Bursah kepada kubu Moeldoko.
Baca juga: KLB Partai Demokrat Pimpinan Moeldoko Ditolak Pemerintah, Moeldoko Gigit Jari & AHY di Atas Angin?
Bursah menyarankan agar Moeldoko tidak perlu lagi menjadikan Partai Demokrat sebagai wadah untuk berpolitik praktis.
Bakat kepemimpinan Moeldoko, menurut Bursah, sebaiknya disalurkan melalui partai politik baru dengan platform yang baru.
Jika Pak Moeldoko setuju, kami siap berdialog sambil ngopi-ngopi membicarakan partai baru ini," ujar Bursah.
Yasonna sempat kesal
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyesalkan sejumlah pihak yang sebelumnya menuding pemerintah terlibat dalam konflik yang terjadi di tubuh Partai Demokrat.
Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak ikut campur terhadap munculnya gerakan yang menggoyang tubuh Partai Demokrat.
"Sebelum kami tutup, kami kembali menyesalkan statement dari pihak-pihak yang sebelumnya menuding pemerintah menyatakan campur tangan memecah belah partai politik," kata Yasonna dalam konferensi pers yang dipantau secara daring, Rabu (31/3/2021) siang.
Kemudian, Yasonna mengklaim bahwa pihaknya telah menjalankan tugas sebagaimana mestinya untuk mengusut tuntas persoalan hukum administrasi terkait konflik di Partai Demokrat.

Menurut dia, Kemenkumham selaku perwakilan pemerintah telah bertindak objektif dan transparan dalam menyikapi kasus tersebut.
"Seperti yang kami sampaikan sejak awal, bahwa pemerintah bertindak objektif, transparan, dalam memberi keputusan tentang persoalan partai politik ini," tegas Yasonna.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyampaikan bahwa pemerintah telah bertindak cepat mengusut kasus di Partai Demokrat dalam hal hukum administrasi.
"Murni soal hukum, dan sudah cepat.
Ini perlu ditegaskan karena dulu ada yang mengatakan, pemerintah ini lambat, mengulur-ulur waktu," ujar Mahfud.
"Hukumnya memang begitu, ketika ada gerakan yang bernama KLB, itu kan belum ada laporannya ke Kemenkumham, belum ada dokumen apa pun.
Lalu pemerintah disuruh melarang, kan tidak boleh, itu bertentangan dengan UU 9 tahun 1998, kalau kita melarang orang berkegiatan seperti itu," jelas Mahfud.
Baca juga: Pemerintah Tolak KLB Moeldoko, Reaksi Demokrat Kepri hingga Bakal Gelar Kenduri Tolak Bala
Diketahui, kisruh Partai Demokrat telah berlangsung sejak Februari 2021 di mana Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membeberkan adanya kelompok yang ingin melengserkan dirinya.
Diketahui beberapa waktu kemudian, kelompok tersebut disebut Demokrat adalah Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK-PD).
Pada Jumat (5/3/2021), kubu GPK-PD diketahui menggelar kongres luar biasa (KLB) yang menghasilkan Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB.
Namun, pada hari ini Rabu (31/3/2021), pemerintah memutuskan menolak hasil KLB Deli Serdang yang diumumkan oleh Menkumham Yasonna Laoly.

"Pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara tanggal 5 maret 2021 ditolak," ucap Yasonna dalam konferensi pers yang dipantau secara daring, Rabu.
Menurut Yasonna, pada pokoknya pihak KLB menyampaikan hasil KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara.
"Pihak Moeldoko dan Jhoni Allen sudah kirimkan surat, terkait perubahan AD/ART Partai Demokrat," jelas Yasonna sebagaimana dilansir dari KompasTV.
Namun masih ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi seperti rekomendasi dari DOC dan DPD.
Kisruh di tubuh partai berlambang mercy ini bermula saat Ketua Umum Agus Harimurti (AHY) mengeluarkan tudingan adanya upaya merebut Partai Demokrat oleh sejumlah mantan kader dan pejabat negara.
Tidak lama kemudian, 5 Maret lalu, Kepala Staf Presiden Moeldoko diangkat menjadi Ketua Umum setelah digelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. Sejak itu, kedua kubu saling klaim dan saling lontar tudingan.
Kedua kubu juga sudah menyambangi Kementerian Hukum dan HAM menyampaikan dokumen dan legalitas partai masing-masing.
Terbaru, setelah tidak bersuara sejak KLB digelar, Moeldoko menyampaikan sejumlah pernyataan.
Dia mengatakan tidak pernah mengemis jabatan dan pangkat.
"Saya tidak pernah mengemis untuk mendapat pangkat dan jabatan, apalagi menggadaikan yang selama ini saya perjuangkan," katanya lewat video di Instagram TV, Selasa (30/3/2021).
Sementara kader demokrat kubu AHY, Andi Arief, menuding kantor Partai Demokrat di Jalan Proklamasi akan direbut paksa sebelum 6 April.
"KLB Moeldoko akan main gila, tahu bahwa putusan Depkumham sulit mensahkan mereka, kini mereka akan berupaya merebut paksa kantor DPP Demokrat Jalan Proklamasi," kata Andi Arief yang dikutip dari akun Twitter pribadinya, @Andiarief__, pada Selasa (30/3/2021).
* Berita tentang Moeldoko
* Berita tentang KLB Abal-abal
* Berita tentang Kepala Staf Kepresidenan
.
.
.
Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google
(*/TRIBUNBATAM.id)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Gagal Jadi Ketum Demokrat, Moeldoko Ditawari Bikin Parpol Baru dan Kompas.com dengan judul Yasonna Sesalkan Ada Pihak yang Tuding Pemerintah Campur Tangan dalam Kudeta Demokrat