TRIBUN PODCAST
Bebaskan Anak Dari Ancaman Stunting, Apa Itu Stunting dan Penyebabnya? Simak di Sini
Tribun Batam menghadirkan dua nara sumber yang berkompeten membahas soal stunting. Mereka dari BKKBN Kepri dan dokter anak di Batam. Simak di sini
Penulis: ronnye lodo laleng | Editor: Dewi Haryati
BATAM, TRIBUNBATAM.id - Pernah melihat fisik tinggi badan anak lebih kecil dari anak seumurannya? Kemungkinan anak itu dalam kondisi gagal tumbuh atau biasa disebut stunting.
Stunting merupakan bentuk kekurangan gizi kronis secara fisik yang memiliki tinggi badan di bawah standar pertumbuhan anak normal.
Untuk membahas lebih lanjut soal stunting, Tribun Batam menghadirkan dua nara sumber yang berkompeten dalam bidang ini lewat program Tribun Podcast (TRIPOD), Rabu (14/4/2021).
Berikut wawancara eksklusif Tribun Batam.id (T) bersama Mediheryanto,SH., MH (M), Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kepulauan Riau, dr. Retno Murti Laila, SpA (R), Dokter Spesialis Anak RSUD Embung Fatimah dengan tema “Bebaskan Anak Dari Ancaman Stunting”.
T : Selamat sore Tribunners dan juga kedua nara sumber. Akhir-akhir ini kita sering dengar kata stunting, apa itu stunting?
Baca juga: Walikota Ungkap Cara Ampuh Cegah Stunting di Batam, Dimulai dari Pengurusan Akta Lahir
R : Selamat sore kembali Tribunners. Stunting itu istilah pendeknya yakni perawakan pendek, yang perawakannya beranekah ragam. Secara definisinya antara usianya dengan target tingginya itu tidak sesuai.
Ada beberapa sel yang pertumbuhannya tidak normal. Hal ini diukur dari berat badan, dan tinggi badan sesuai umur anak itu sendiri. Nah ketika tinggi badan anak tersebut tidak sesuai dengan umur anak itu maka anak tersebut sudah memasuki area stunting.
T : Apa penyebab stunting itu ?
R : Penyebabnya bisa jadi keturunan, ada juga dari faktor sakit, serta faktor malnutrisi (kesalahan di dalam pemberian gizi) terhadap anak, serta dari faktor genetik-genetik tertentu, sehingga menimbulkan sakit pada anak tersebut. Nah saat ini yang sering kita hadapi lebih ke masalah soal makanan yang kurang asupan gizinya.
T : Kalau di Indonesia sendiri stunting ini sudah seburuk apa dan berapa jumlah anak yang terdampak?
M : Khusus di Indonesia hingga saat ini masih termasuk tinggi. Pada tahun 2013 sebelum trennya penanganan stunting di Indonesia, saat itu angka stunting balita di bawah 2 tahun di angkat 37,20 persen.
Jumlah itu tergolong sangat tinggi sekali, tahun 2018 turun menjadi 30,80 persen. Kemudian tahun 2019 turun lagi menjadi 27,67 persen dan masih termasuk kategori tinggi.
Nah untuk 5 tahun kedepan hingga tahun 2024 Presiden menargetkan angka tersebut harus turun menjadi 14 persen. Penurunan ini sangat fantastik sekali untuk dalam satu tahun kita harus bisa menurunkan 2,7 persen, ini merupakan target secara nasional.
T : Kalau di Kepri sendiri bagaimana perkembangan stunting ini?
M : Di Kepri alhamdulillah di tahun 2019 Kepri peringkat terendah kedua nasional yakni 16,82 persen setelah Provinsi Bali. Nomor satu tertinggi di Indonesia adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
T : Perkembangan stunting untuk Kota Batam sendiri bagaimana pak?
M : Untuk Batam di tahun 2019 jumlah stunting berada di angka 3.876 orang. Jika diambil dalam bentuk prosentasenya adalah Batam termasuk kategori rendah, yakni masih di angka 7 persen.
Sedangkan yang tertinggi yakni di Anambas yakni 15 persen.
T : Apa dampak jangka panjang dan pendek dari stunting sehingga menjadi salah satu program khusus dari pemerintah pusat?
M : Yang pertama kita lihat secara ekonomis, jika penduduk kita banyak yang terkena stunting artinya pada masa usia prokduktif, mereka tidak produktif, sehingga secara ekonomis terjadi suatu persoalan tertentu.
Jika dilihat dari sisi demograsi dengan adanya anak-anak yang terkena stunting tersebut itu, ada kemungkinan nantinya anak itu akan tumbuh menjadi sumber daya manusia yang tidak berkualitas.
T : Jika dilihat dari ilmu kedokteran bagaimana dampak buruknya anak yang menderita stunting tersebut?
R : Dari medis stunting dampak di dalam jangka pendeknya yakni peningkatan kejadian kesakitan dan juga kematian, karena awal dari stunting itu yakni berkurangnya pertumbuhan bisa jadi faktor-faktor gizi ataupun sakit, dan peningkatan biaya kesehatan.
Sedangkan untuk jangka panjangnya anak tersebut gestur tubuh yang tidak optimal saat dewasa akan lebih pendek di bandingkan anak yang lain pada umunya, bisa meningkatkan risiko obesitas serta menurunnya kesehatan reproduksi.
T : Apakah penyakit atau penderita stunting ini bisa disembuhkan?
R : Pada dasarnya memang banyak yang memang bisa disembuhkan akan tetapi belum tentu kesembuhannya itu langsung seperti apa yang diharapkan.
Karena masing-masing persoalannya berbeda-beda, tergantung dari persoalan ekonomi keluarganya.
T : Bagaimana cara menilai anak itu terkena stunting?
R : Secara kasat mata yang umum biasanya dinilai lebih pendek dari teman sebayanya. Hal ini bisa dilihat ketika mereka sama-sama dalam satu kelas anak tersebut akan terlihat lebih kecil dari pada temannya yang lain.
T: Apakah stunting ini sering terjadi di keluarga yang kurang mampu ataupun bisa menyerang semuanya?
M : Stunting itu bisa menyerang siapa saja, bukan hanya keluarga kurang mampu namun keluarga yang mampu pun bisa terserang stunting karena dari hasil penelitian, kami temukan ada beberapa faktor penyebab stunting.
Yakni yang paling pertama adalah gizi buruk, yang kedua dari hasil penelitian yang terjadi di 51 negara di dunia salah satu faktor penyebab yang dominan adalah karena hamil dan melahirkan di usia yang terlalu muda yakni di bawah 20 tahun, dan sering hamil dalam jangka waktu yang terlalu dekat.
T : Di dalam mengasuh anak pola asuh itu sangat penting, bagaimana menurut pendapat bapak?
M : Yang dimaksud dengan pola asuh di sini bukan merupakan pertumbuhan tetapi lebih kepada perkembangan anak itu sendiri.
T : Jika ada orang tua yang anaknya terindikasi stunting maka apa yang harus dilakukan?
R : Langkah pertama yakni dilakukan pelacakan diagnosis, setelah itu kita obati. Stunting inikan faktornya heriditer terus terang ketika anak terindikasi stunting, maka di sini bisa dikatakan mis dalam memberikan asupan gizi.
T : Apakah ada alat tertentu yang bisa mendeteksi stunting ini?
R : Soal stunting ini awalnya kita nilai yang pertama adalah dari pengukuran karena itu dilakukan secara fisik, bisa juga dinilai berdasarkan berat badan, dan juga gizi anak tersebut.
T : Bagaimana dengan perkembangan selama masa Covid 19 ini apakah berpengaruh juga dengan semakin banyak terdeteksi stunting ini?
M: Jika ditanya soal perkembangan dengan angka-angka, covid inikan baru berjalan satu tahun. Untuk itu kita belum mendapatkan data yang real, namun saat ini kita sedang melakukan pendataan kepada keluarga di bawah koordinasinya BKKBN bersama pemerintah daerah yang mana di saat bersamaan kita juga sekaligus melakukan pendataan stunting.
T : Strategi apa yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting ini?
M : Untuk menurunkan stunting ke angka 14 persen itu bukan hal yang mudah. Strategi yang akan kami lakukan yakni membuat pemetaan untuk mendapatkan data yang akurat.
Nah setelah mendapatkan angka real dari situ kita akan tahu secara pasti berapa penderita stunting yang ada saat ini.
Untuk mendapatkan ini bukan BKKBN saja namun harus membutuhkan beberapa instansi. Nah ini juga harus membutuhkan kesadaran dan komitmen masing-masing keluarga sehingga tahun2030 Kerpi bebas stunting.
T : Apa berbedaan kurang gizi dan stunting?
R : Kurang gizi belum tentu stunting sedangkan stunting sudah pasti kurang gizi.
T : Apakah BKKBN juga bekerja sama dengan posyandu untuk memantau stunting?
M : Ya BKKBN bekerja sama dengan Posyandu. Di posyandu merupakan salah satu wadah yang dikelola dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Posyandu ini dibina oleh pokja posyandu untuk itu BKKBN merupakan salah satu pokjanya dalam kaitannya dengan pemantauan stunting posyandu merupakan salah satu tempatnya.
Karena di posyandu, anak dilakukan penimbangan sehingga kita tahu berapa berat badannya, selain itu anak diukur tinggi badannya. Ini semua dituangkan dalam Kartu Menuju sehat (KMS) sehingga di sana kita tahu semuanya.
(TRIBUNBATAM.id/ Ronnye Lodo Laleng)
Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google
Berita Tentang Batam