Berkaca dari Pengalaman di India Abaikan Prokes, Angka Korban Covid-19 Meroket

Di India, pada Kamis (22/4/2021) kasus positif virus corona bertambah hampir 315.000, angka harian tertinggi di dunia.

"Karena mereka merasa sudah hebat, berasal dari kelompok sosial yang tinggi, mereka merasa bisa melakukan apa saja," kata Arif yang mengambil jurusan hukum.

Menghadapi situasi seperti ini, Arif dan beberapa mahasiswa Indonesia di Rajkot, berusaha hati-hati dengan selalu menaati protokol kesehatan.

DAFTAR Lokasi Karantina Pasien Covid-19 di Kepri, Paling Banyak di Batam

"Kami tahu, kami sadar Covid-19 ini sangat berbahaya, kami mematuhi protokol, tapi lagi-lagi saya melihat mahasiswa lain kurang serius," katanya.

Yang membuatnya khawatir adalah ia tinggal di asrama yang dekat dengan gedung yang dipakai untuk menampung orang-orang yang sedang menjalani isolasi karena terkena Covid-19.

"Dan mereka dibiarkan keluar (dari gedung) ... sepertinya mereka menganggap Covid-19 itu nothing (tak ada bahayanya)," kata Arif.

"Dua teman satu kamar saya terkena Covid-19 dan harus isolasi (di gedung di depan asrama) dan mereka dibolehkan lalu-lalang," kata Arif.

"Merasa sudah menang lawan pandemi"

Agoes mengatakan ada semacam perasaan menang melawan pandemi.
Agoes mengatakan ada semacam perasaan menang melawan pandemi. (MOHD AGOES AUFIYA via BBC INDONESIA )

Situasi berbeda dirasakan oleh mahasiswa Indonesia di Delhi, Mohd Agoes Aufiya. 

Agoes mengatakan karantina wilayah dan sejumlah pembatasan -- yang diberlalukan lagi mulai hari Minggu (18/4/2021) -- ditaati warga di kota ini.

KRONOLOGI Kejadian WNA Asal India Diduga Bikin Ricuh saat Diisolasi, Masuk Indonesia Positif Covid

"Semua warga tinggal di rumah, tidak ke mana-mana, kecuali bagi mereka yang punya alasan valid untuk keluar rumah," kata Agoes.

 
"Toko yang menyediakan kebutuhan bahan pokok buka, tapi toko-toko yang menjual bahan atau produk nonesensial tutup ... toko sepatu atau toko ponsel, itu tutup," katanya.

Ia mengatakan secara umum warga di Delhi mematuhi protokol kesehatan, misalnya mengenakan masker.

"Mungkin sekitar 95 persen pakai masker, tapi ya tetap saja masih ada yang tidak mengenakan masker. Saya merasa ketakukan atau kekhawatiran (warga) tidak seperti saat gelombang pertama," kata Agoes, mahasiswa doktoral jurusan hubungan internasional ini.

Baca juga: Respon Iis Dahlia Sang Putri Ditegur Kareena Kapoor Usai Bandingkan Artis India & Korea: Biasa Aja

"Ketika itu orang-orang pakai masker, pakai sarung tangan, pakai face shield dan menerapkan jaga jarak. Tapi dengan berjalannya waktu, mungkin karena merasa sudah menang (melawan pandemi virus corona), karena angka kasus memang sempat turun di bulan November, Desember, Januari, Februari, mungkin membuat kekhawatiran atau ketakutan warga tidak sebesar dulu," kata Agoes.

Perasaan seperti ini ia perkirakan menjadi penyebab masyarakat tak lagi patuh sepenuhnya melaksanakan protokol kesehatan.

Krematorium di Delhi sibuk melakukan pembakaran jenazah pasien virus corona.
Krematorium di Delhi sibuk melakukan pembakaran jenazah pasien virus corona. (REUTERS via BBC INDONESIA melalui kompas.com)
Sumber: Kompas.com
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved