Isu Perintah Jokowi Depak Novel Baswedan Cs dari KPK Fitnah dan Berbahaya, ReJo Bereaksi

Tuduhan adanya peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap penonaktifan Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya membuat relawan Jokowi bereaksi

KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG
Penyidik KPK Novel Baswedan tiba di gedung KPK, Jakarta, Kamis (22/2/2018). Novel kembali ke Indonesia setelah sepuluh bulan menjalani operasi dan perawatan mata di Singapura akibat penyerangan air keras terhadap dirinya 

TRIBUNBATAM.id -Tuduhan adanya peran Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap penonaktifan Novel Baswedan dan 74 pegawai KPK lainnya membuat relawan Jokowi bereaksi.

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari sebelumnya menduga ada perintah Jokowi di balik penonaktifan tersebut lewat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Umum Relawan Jokowi (ReJo) HM Darmizal MS menegaskan tuduhan itu merupakan bentuk fitnah dan berbahaya.

"Feri Amsari telah memfitnah Presiden Joko Widodo melalui penggiringan opini publik bahwa penonaktifan Novel Baswedan dan 74 pegawai lainnya di KPK adalah atas perintah Presiden Jokowi," ujar Darmizal, Rabu (12/5/2021).

Apalagi yang bersangkutan adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan dosen di Universitas Andalas, Padang yang menjadi panutan banyak orang.

"Publik akan melihat bahwa pernyataan Feri Amsari sebagai dosen dari Kampus ternama ini diyakini kebenarannya.

Presiden dituduh mengintervensi KPK dan persepsi publik kepada Presiden Jokowi menjadi negatif," ungkapnya.

Baca juga: Firli Bahuri Diminta Patuhi Putusan MK soal Alih Status Pegawai KPK, Novel: Ini Bahaya!

"Tak etis dan tak patut, seorang ASN berkomentar seperti itu.

Apa yang disampaikan Feri Amsari, jauh dari disiplin ilmu yang ia dalami sebagai ahli hukum tata negara.

Pernyataannya tidak etis dan saya nilai melanggar kode etik seorang ASN," imbuh Darmizal seperti dilansir dari Tribunnews.com berjudul Darmizal: Tudingan Perintah Jokowi Dibalik Penonaktifan Novel Cs Adalah Fitnah dan Berbahaya.

Di sisi lain, Darmizal menilai Feri Amsari tak hanya telah memfitnah Presiden Jokowi.

OTT KPK - Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjaring Bupati Nganjuk Rahman Hidayat dipimpin oleh Harun Al Rasyid. FOTO: HARUN AL RASYID (KIRI)
OTT KPK - Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjaring Bupati Nganjuk Rahman Hidayat dipimpin oleh Harun Al Rasyid. FOTO: HARUN AL RASYID (KIRI) (ISTIMEWA)

Namun juga telah menggiring opini publik dan telah melanggar ketentuan UU No 5 Th 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 3, 4, 5.

Sebab, proses seleksi di KPK adalah otoritas penuh KPK sebagai lembaga independen.

KPK dinilainya tidak main-main dalam melakukan proses seleksi.

Selain itu, lanjut Darmizal, KPK juga menggandeng lembaga-lembaga negara untuk menyeleksi pegawainya agar benar-benar diperoleh pegawai yang memenuhi kriteria yang ditetapkan KPK.

KPK pun memiliki standar ukur sendiri dan tentu tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun dan oleh siapapun.

"Hasil test yang dilakukan KPK juga akuntabel, transparan, yang bisa dilihat secara jelas.

Jika tidak lulus dalam tes, jangan lalu tuduh tuduh Presiden terlibat," tegasnya.

Darmizal mengatakan seorang akademisi seperti Feri Amsari ini, tidak boleh membuat asumsi-asumsi sesat.

Baca juga: Novel Baswedan dan 74 Pegawai KPK Melawan, Firli Bahuri Terbitkan SK Berisi 4 Poin

Karena itu bertentangan dengan prinsip-prinsip seorang akademisi.

Menurutnya, seorang akademisi harus melandasi pernyataan dan argumentasinya berdasarkan fakta dan data.

Karenanya, dia menilai pernyataan Feri Amsari berbahaya sebagai seorang akademis.

"Tentu sah dan halal untuk berpendapat. Perbedaan pendapat juga dijamin UU.

Tetapi haram bagi siapapun termasuk ASN untuk menfitnah, menebar asumsi sesat dan membangun opini yang menyesatkan.

Apalagi tuduhan itu diarahkan kepada Presiden," kata Darmizal.

"Sudah saatnya menteri terkait membuat aturan main yang jelas, tegas untuk seluruh ASN agar tidak ada lagi asumsi dan opini sesat yang berkeliaran dikalangan ASN dan perguruan tinggi.

ASN dan akademisi mestinya menjadi agen agen kemajuan pembangunan yang kompak dan bersatu dan memberikan teladan kepada masyarakat luas," tandasnya.

Ilustasi Koruptor dan gambar sebelahnya gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta
Ilustasi Koruptor dan gambar sebelahnya gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta (KOLASE TRIBUN BATAM / LEO HALAWA)

Menangani Perkara Besar

KPK menonaktifkan 75 pegawai yang tak lulus TWK melalui Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK.

Kenyataannya saat ini KPK kekuarangan SDM, baik penyelidik maupun penyidik.

Dari 75 pegawai yang tak lulus TWK terdapat sejumlah penyelidik dan penyidik yang sedang menangani perkara korupsi.

Salah satunya penyelidik Harun Al Rasyid yang memimpin tim Satgas KPK dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidhayat, pada Ahad (9/5/2021).

Selain itu, terdapat juga nama penyidik senior Novel Baswedan, Ambarita Damanik dan Ketua WP KPK, Yudi Purnomo serta sejumlah penyelidik dan penyidik lain yang kerap menangani sejumlah perkara korupsi besar, seperti e-KTP, kasus suap bansos, benur dan lainnya.

Yudi Purnomo misalnya, menangani kasus suap izin ekspor benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan kasus suap penanganan perkara korupsi di Tanjungbalai yang menjerat penyidik KPK dari unsur Polri, Stepanus Robin Pattuju.

Baca juga: Penjelasan Kapuspen TNI soal Keterlibatan TNI dalam Tes Seleksi Pegawai KPK

Sementara, Novel dan Ambarita kerap berada dalam satu tim Satgas dan menangani sejumlah perkara besar, seperti korupsi e-KTP.

Saat ini, keduanya sedang menangani kasus suap jual beli jabatan di Pemko Tanjungbalai Sumut yang melibatkan wali kotanya.

Berikut isi SK tertanggal 7 Mei 2021 yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri, dan untuk salinan yang sahnya ditandatangani oleh Plh Kabiro SDM Yonathan Demme Tangdilintin:

Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.

Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). 2 Jenderal Polisi Bintang Dua Bela Terdakwa Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan, 'Saya Heran'
Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan berpose usai wawancara khusus dengan Tribunnews di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (19/6/2020). 2 Jenderal Polisi Bintang Dua Bela Terdakwa Penyiram Air Keras ke Novel Baswedan, 'Saya Heran' (TRIBUNNEWS.COM/IRWAN RISMAWAN)

Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.

Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.

Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

SK itu telah diterima para pegawai yang tak lulus TWK, termasuk penyidik senior Novel Baswedan dan Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo.

Novel mengatakan SK tersebut seharusnya tentang hasil asesmen TWK, bukan penonaktifan jabatan.

Namun, kata Novel, isinya justru meminta agar pegawai yang tak lulus TWK menyerahkan tugas dan tanggung jawab.

Menurutnya, SK tersebut bentuk kesewenangan Ketua KPK Firli Bahuri.

"Itu SK tentang hasil asemen TWK, bukan pemberhentian.

Tapi isinya justru meminta agar pegawai dimaksud menyerahkan tugas dan tanggung jawab.

Menurut saya itu adalah tindakan Ketua KPK yang sewenang-wenang," kata Novel saat dikonfirmasi, Selasa (11/5/2021).

Baca juga: Gaji Rp 5 Juta per Bulan, Segini Tunjangan Ketua KPK, Capai Ratusan Juta Rupiah

Novel mengatakan tindak-tanduk ketua KPK yang sewenang-wenang dan berlebihan seperti ini menarik dan perlu jadi perhatian.

Dikatakan, akibat dari tindakan sewenang-wenang berdampak buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.

Hal ini mengingat sebagian pegawai yang tak lulus TWK dan dinonaktifkan merupakan penyelidik atau penyidik yang tengah menangani perkara.

"Masalah seperti ini merugikan kepentingan kita semua dalam agenda pemberantasan korupsi. Dan semakin menggambarkan adanya ambisi untuk menyingkirkan pegawai-pegawai berintegritas dengan segala cara," kata Novel.

Hal senada dikatakan Yudi Purnomo.

Ditegaskan, SK penonaktifan tersebut menyalahi aturan perundang-undangan.

Ketua KPK, Firli Bahuri saat melakukan konferensi pers
Ketua KPK, Firli Bahuri saat melakukan konferensi pers (YOUTUBE/KPK)

Hal ini mengingat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi dan uji formil UU Nomor 19 Tahun 2019 menyatakan alih status menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai. Apalagi, UU Nomor 19/2019 menegaskan hanya peralihan status.

"Bagi kami putusan MK sudah jelas bahwa peralihan status tidak merugikan pegawai dan amanat revisi UU KPK hanya alih status saja dari pegawai KPK jadi ASN. Dan Ketua KPK harus mematuhi itu," katanya.

Tak hanya merugikan pegawai, SK penonaktifan 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK berdampak buruk bagi upaya pemberantasan korupsi.

Hal ini mengingat, dari 75 pegawai yang tak lulus TWK dan dinonaktifkan, terdapat penyelidik dan penyidik yang sedang menangani perkara.

"Diminta dalam SK itu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya kepada atasan langsungnya, ini artinya penyelidik dan penyidik yang TMS (tidak memenuhi syarat) misalnya tidak bisa lagi melakukan kegiatan penyelidikan dan penyidikan dan harus menyerahkan perkaranya kepada atasannya," katanya.

Untuk itu, Yudi mengatakan, saat ini, dirinya bersama para pegawai, terutama yang dinonaktifkan akan berkonsolidasi menyikapi SK tersebut.

"Pegawai KPK tentu akan melakukan konsolidasi untuk langkah yang akan kami ambil berikutnya," kata Yudi.

.

.

.

Baca berita menarik TRIBUNBATAM.id lainnya di Google

(*/ TRIBUNBATAM.id/ Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved