Mahfud MD Akan Angkat Novel Baswedan Jadi Jaksa Agung Jika Ini yang Terjadi
Mahfud MD Meminta jangan menyalahkan PResiden Terkait Pelemahan KPK dan Polemik TWK, Bahkan dirinya akan mengangkat Novel Baswedan jika dia jadi presi
TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyalahkan anggota DPR dan Partai Politik terkait lemahnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polemik TWK di KPK saat ini.
Menurutnya, Presiden Joko Widodo dalam hal ini tidak bisa disalahkan.
Bahkan Mahfud MD mengatakan jika dia punya keinginan untuk menjadikan Novel Baswedan Menjadi Jaksa Agung jika dia menjadi Presiden.
Masifnya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dan polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai sorotan dari berbagai pihak.
Terbaru, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD buka suara terkait dua hal tersebut.
Baca juga: Reaksi Tak Biasa Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Usai Diperiksa KPK, Hanya Diam Membisu
Baca juga: Akhirnya KPK Telusuri Pemberian Rp 1 Miliar Anggota BPK Achsanul Qosasi di Kasus Bansos, Siapa Dia?
Baca juga: Mahfud MD Ungkap Fakta Soal Korupsi di Masa Kini: Lebih Gila dari Zaman Orde Baru
Mahfud menyatakan, polemik TWK yang membuat 51 pegawai KPK dipecat bukanlah kesalahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tak hanya itu, Mahfud juga mengungkap keinginannya mengangkat Novel Baswedan menjadi jaksa agung jika dirinya menjadi Presiden.
Sejumlah hal itu diungkapkan Mahfud MD saat menjadi pembicara dialog dengan Rektor UGM dan pimpinan PTN/PTS seluruh Yogyakarta yang ditayangkan YouTube Universitas Gadjah Mada pada Sabtu (5/6/2021) lalu.
Dihimpun Tribunnews.com, Minggu (6/6/2021), berikut rangkuman pernyataan Mahfud MD:

1. Minta Jokowi Tak Disalahkan
Terkait polemik TWK di KPK yang membuat 51 pegawai KPK diberhentikan, Mahfud MD meminta Jokowi tidak disalahkan.
Menurut Mahfud, Jokowi berkomitmen untuk menguatkan KPK.
Namun, usaha menguatkan KPK itu, lanjut Mahfud, justru diganjal oleh DPR hingga partai politik.
Dia pun mencontohkan ketika Jokowi ingin menerbitkan Perppu untuk membatalkan revisi UU KPK beberapa waktu lalu.
"Ketika presiden mengeluarkan Perpu untuk undang-undang itu itu kan hantam kanan kiri. Bahwa DPR tidak setuju dan partainya tidak setuju. Bagaimana ingin mengeluarkan Perpu tapi ditolak artinya permainan itu tidak mudah. Tetapi saya sama seperti bapak dan masyarakat mendukung KPK itu harus kuat dan oleh sebab itu tinggal bagaimana menguatkan itu," ujarnya.
Dikatakan Mahfud, keputusan soal KPK bukanlah di tangan pemerintah semata, namun juga melibatkan DPR dan partai politik.
"Keputusan tentang KPK itu tidak di pemerintah saja, ada di DPR, ada di partai, dan di civil society ini akan pecah juga," ujar dia.
Mahfud mengaku dirinya berkomitmen tetap pro terhadap KPK.
Dia mengungkit perjuangannya dahulu saat masih menjabat ketua Mahkamah Konstitusi (MK).
"Saya sejak dulu pro KPK. Saya ketua MK, 12 kali itu (KPK) ingin dirobohkan undang-undangnya dan saya bela dan menangkan KPK terus," jelasnya.
2. Jika Jadi Presiden, Mahfud Ingin Angkat Novel Baswedan jadi Jaksa Agung
Mahfud MD mengungkap obrolan yang pernah terjadi antara dirinya dengan Novel Baswedan.
Awalnya, Mahfud bercerita mengenal baik dengan sejumlah pegawai KPK yang terancam dipecat tersebut.
Termasuk dengan penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Menurut Mahfud, dia dan Novel Baswedan telah lama saling mengenal.
Dia pun menceritakan salah satu pertemuannya saat tengah membahas mengenai isu pemberantasan korupsi.
Dalam pertemuan itu, baik Novel-Mahfud saling mengagumi satu sama lainnya.

Saat itu lah, dia sempat mengungkapkan keinginannya jadikan Novel Baswedan jadi Jaksa Agung jika dikasih kesempatan menjabat presiden Indonesia.
"Pak Novel Baswedan sambil hormat bilang kalau pemimpin negara seperti bapak semua beres negara ini. Dia bilang begitu. Kalau saya jadi presiden, Anda Jaksa Agung. Waktu itu saya bilang," ungkapnya.
Ia menuturkan ada sebagian orang yang tidak senang dengan Novel karena dituding sosok yang politis.
Pasalnya, Novel dituding kerap mengincar orang dan partai-partai tertentu dalam penyidikan kasus korupsi.
"Jadi saya kenal baik dengan Pak Novel Baswedan beberapa kali ke rumah dan beberapa kali ke kantor saya dan saya juga nengok ketika dia diserang air keras. Saya nengok ke rumah sakit. Ketika orang banyak tidak nengok karena takut dan karena segan, saya tetap nengok," tukas dia.
3. Sebut Pelemahan KPK Ulah Koruptor yang Bersatu
Mahfud MD menyatakan dirinya dalam posisi mendukung penguatan KPK termasuk ia tidak sepakat dengan pemecatan 51 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.
Namun, kata Mahfud, sejumlah pihak punya pendapat lain.
Mahfud menyatakan, pihak yang tidak sepakat dengan KPK itu termasuk koruptor yang dendam dengan KPK dan berusaha untuk dapat melemahkannya dengan cara apapun.
"Saya sangat hormat pada anak-anak ini (51 pegawai KPK,-Red) semua. Tetapi orang yang merasa punya data lain dan koruptor-koruptor yang dendam dan koruptor yang belum ketahuan tetapi takut ketahuan ini sekarang bersatu untuk hantam itu," kata Mahfud.
4. Sebut Korupsi saat Ini Lebih Gila
Selain menyatakan pendapatnya soal polemik TWK, Mahfud MD juga mengutarakan pendapatnya soal korupsi hari ini.
Menurut Mahfud, korupsi zaman sekarang lebih gila dibandingkan era Orde Baru.
"Beberapa waktu yang lalu ada viral sebuah pernyataan saya bahwa di era reformasi ini, korupsi semakin meluas. Itu pernyataan saya pada tahun 2017, jauh sebelum saya jadi menteri."
"Itu viral lagi, orang yang iseng tanya apakah Pak Mahfud sesudah menjadi pejabat mau meralat pernyataan ini? Apa tidak malu ada di era sekarang, katanya korupsi semakin meluas, lebih meluas di zaman Orde Baru," kata Mahfud dalam sebuah dialog yang disiarkan akun YouTube UGM, Sabtu (5/6/2021).
Mahfud lantas menyebut tidak akan meralat pernyataannya tersebut.
"Saudara, saya katakan, saya tidak akan meralat. Karena kenyataannya sekarang ini saja, sekarang ni hari ini, korupsi itu jauh lebih gila dari zaman Orde Baru. Saya tidak katakan semakin besar apa jumlahnya, semakin meluas," tegasnya.
Mahfud berujar bahwa banyak yang mengeluh kenapa kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ditelantarkan hingga puluhan tahun.
"Mari kita lihat, orang harus paham ini agar tidak selalu menyalahkan, 'Pemerintah kok diam saja, kemarin itu goblok, kok BLBI dibiarkan berjalan sampai begitu lama 20 tahun'," ujar Mahfud menirukan komplain.
Kata dia, perkara BLBI adalah limbah masa lalu yang harus diselesaikan.
"Saya bilang Pak Jokowi baru jadi presiden enam tahun, saya baru jadi menteri satu tahun, kalau 20 tahun, berarti 16 tahun sebelumnya itu bukan urusan kita. Kita justru diwarisi limbah yang harus diselesaikan," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, korupsi era Orde Baru lebih terkoordinasi.
"Apa lebih luasnya, mari kita ingat, zaman Pak Harto itu KKN banyak luar biasa, tapi Bapak ingat nggak dulu, nggak ada korupsi dilakukan oleh DPR, hakim, nggak berani dulu, gubernur, pemda, bupati nggak berani."
"Dulu korupsinya terkoordinir di dalam disertasi saya tahun 93 pemerintah ini membangun jaringan korporatisme."
"Petani dibuat organisasi, diatur di sini, diberi bagian siapa yang mimpin petani, pedagang pasar, dibuat struktur korporatisnya, dibuat korupsinya teratur," katanya.
Korupsi pada saat itu, dikatakan Mahfud, diatur oleh Soeharto.
"Dulu diatur oleh Pak Harto korupsi, memang korupsi betul Pak Harto itu KKN, maka ada di tap MPR Pak Harto itu pemimpin KKN, ada di UU KPK pemerintahan lama itu pemerintahan KKN, jadi bukan soal baru, kita jangan takut katakan pemerintahan Pak Harto itu KKN," kata dia.
(Tribunnews.com/Daryono/Igman Ibrahim/Ilham Rian)
Artikel ini telah tayang di TribunTernate.com dengan judul Tanggapi Korupsi dan Polemik TWK KPK, Mahfud MD: Jangan Salahkan Jokowi, Pelemahan KPK Ulah Koruptor