PERSPEKTIF
Trah dan Tahta Ganjar-Puan Ulang 'Sejarah' Jaka Tingkir-Pangeran Timur
Puan Maharani sebagau pewaris sah tahta PDIP yang layak meneruskan trah kepemimpinan Soekarno, namun belum punya pengalaman nyata memimpin negara
TRIBUNBATAM.id - Cerita ini bermula dari tahun 1568 M, sebagai tahun bersejarah diangkatnya seorang ksatria Gung Binathoro Bagus Jaka Tingkir alias Mas Karebet.
Sosok itu merupakan putra Ki Ageng Pengging cucu Brawijaya V, pungkasaning ratu Majapahit.
Pengangkatan Jaka Tingkir menjadi Sultan Pajang bukanlah didasarkan pada suka atau tida suka.
Loyalitasnya pada Kesultanan Demak tak bisa dianggap enteng.
Saat Demak diambang kehancuran akibat pemberontakan Arya Jipang, Jaka Tingkir tampil sebagai benteng terakhir Kasultanan Islam di Jawa bagian tengah tersebut.
Dari selatan Jawa ia menghimpun kekuatan bersama loyalis Demak dan trah Kertabhumi lain, seperti Ki Ageng Selo, Ki Juru Mertani dan Ki Ageng Penjawi.
Ia bermusyawarah bersama Gurunya, Sunan Kudus bagaimana persoalan Demak yang memang sudah berada pada titik nadir tidak sampai terjadi pertumpahan darah.
Namun sayang, takdir Tuhan berkata lain.
Perang saudara pecah dan tak bisa dihindari.
Jaka Tingkir harus mengembalikan kembali kehormatan Demak di detik-detik terakhir dalam "Mahapralaya" nya.
Hasil akhir, apa yang dilakukan Jaka Tingkir sebgai pemegang mandat Komandan Pemulihan Keamanan, memperoleh hasil gemilang.
Baca juga: Kisah Joko Tingkir hingga Jadi Bupati Pajang Bergelar Sultan Hadiwijaya
Meski akhirnya memaksa Demak sebagai pusat kekuasaan politik Tanah Jawa tersebut harus beralih ke pedalaman sebagai kekuatan politik baru, Kasultanan Pajang.
Demak saat itu tak bisa dipertahankan lagi sebgai "rumah politik".
Demak harus diakhiri oleh sejarahnya sendiri.
Politik Demak harus ganti baju dan politik Jawa harus pindah rumah.