Berjuang di Masa Pandemi, Suku Laut Lingga Jual Sampan ke Pulau-Pulau

Dia adalah Atan (61), Pria suku laut di kepulauan Lingga ini harus berjuang hingga tetes darah terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Editor: Eko Setiawan
tribunbatam.id/istimewa
Foto Atan, seorang suku Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Pulau Lipan, Desa Penuba, Kecamatan Selayar, Kabupaten Lingga. Tampak ia sedang berlabuh di Pantai untuk menjajakan sampan buatannya 

LINGGA, TRIBUNBATAM.id - Kerasnya kehidupan dimasa pandemi membuat seorang pria paruh baya harus mendayang sampan dan menggandeng sampan buatanya untuk di jual.

Berpuluh mil ia mendayung demi menjajakan sampan buatannya.

Dia adalah Atan (61), Pria suku laut di kepulauan Lingga ini harus berjuang hingga tetes darah terakhir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ekonominya morat-marit selama masa pandemi ini.

Biasanya dia bekerja serabutan, namun kali ini tidak ada lai pekerjaan yang bisa dia kerjakan.

Maka dari itu, ia menggunakan keahliannya untuk membuat sampan

Sebagai anak suku laut, tentunya dia sangat paham bagai mana membuat sampan yang bagus dan nyaman dipakai.

"Saya bisa habiskan waktu satu bulan untuk buat sampan ini," sebutnya.

Dengan berbagai keterbatasan, masyarakat di sana berusaha mengambil peluang dengan bekerja seadanya.

Pria berusia 61 tahun ini merupakan seorang pengrajin sampan (perahu) tradisional melayu di Lingga.

Baca juga: Kisah Pilu Calon TKI Ilegal, Tinggalkan Keluarga di Kampung Demi Mengadu Nasib di Malaysia

Baca juga: Kisah Penjual Air Tahu di Anambas Bertahan Hidup di Tengah Pandemi Covid-19

Atan menjual sampannya dengan cara digandeng menggunakan sampan lainnya, lalu menjajakan sampan hasil buatannya ke kampung-kampung.

Tentu saja, hal itu ia lakukan dengan menyeberangi laut yang berombak.

Di usianya yang sudah tak muda lagi, Atan mendayung sampannya menempuh ratusan mil jauhnya untuk menawarkan hasil sampan buatannya ke orang-orang yang dijumpainya.

"Mau tidak maulah, kalau tidak sampan saya tidak bisa terjual. Saya tidak paham jual-menjual melaui telepon colet-colet (telepon pintar-red)," kata Atan polos saat berada di Pantai Desa Kote, Kecamatan Singkep Pesisir kepada Tribunbatam.id, baru-baru ini.

Atan bercerita, ia hanya mampu memproduksi satu buah sampan dalam 1 bulan dengan harga jual sebesar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.

"Cukuplah untuk menyambung hidup. Kalau arus laut lagi bagus, saya juga memancing ikan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari," ungkapnya.

Atan hanya bisa berjuang, karena profesi itu sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari untuk menyambung hidup (*)

Baca juga Berita Tribun Batam lainnya di Google

Berita Tentang Human Interest Story

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved