WHO Kritik dan Menilai Vaksin Berbayar di Indonesia Rentan Praktik Bisnis Semata
WHO menilai, ada kecenderungan jika vaksin berbabayar dilanjutkan negara sengaja mengambil keuntungan di tengah pandemi.
2. Banyak orang sekarat
Ryan menyampaikan, seharusnya Indonesia memiliki lebih banyak akses vaksin melalui kerja sama COVAX.
Rencana awal adalah dengan memberikan vaksin pada kelompok rentan, seperti tenaga kesehatan dan mereka yang bekerja di garis depan.
"Sayangnya ini tidak berhasil dan sekali lagi kita melihat ratusan, ribuan orang terinfeksi dan lebih penting lagi orang-orang dirawat di rumah sakit dan sekarat yang dapat dan seharusnya dilindungi sejauh ini dalam pandemi ini," imbuh Ryan.
Baca juga: Malaysia Bakal Setop Penggunaan Vaksin Sinovac dan Beralih ke Pfizer
3. COVAX diberikan gratis
Selama pandemi Covid-19, WHO menjalankan kerja sama internasional COVAX.
Kerja sama COVAX ini melibatkan UNICEF, organisasi dan berbagai negara yang memungkinkan vaksin gratis kepada negara yang membutuhkan.
"Tentu saja mereka memiliki akses vaksin yang gratis, hingga 20 persen dari populasi yang didanai oleh para penyandang dana kerja sama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya," jelas Linstrand.
4. Ada pendanaan operasional
Selain vaksin, tentu butuh dana yang tak sedikit untuk masalah operasionalnya.
Misalnya, transportasi, logistik, peralatan dan biaya pengiriman.
Akan tetapi, hal itu bisa diatasi dengan mengajukan bantuan pendanaan kepada Bank Dunia.
"Ada pendanaan yang tersedia untuk semua negara AMC melalui bank pembangunan multilateral, bank dunia dan sekarang juga Open Window dengan pendanaan yang cepat dan dapat diakses dari GAVI, dukungan pengiriman COVAX," tutur Linstrand.
AMC adalah advance market commitment, yang merupakan negara yang menjadi sasaran mendapat prioritas vaksin Covid-19.
(*/tribunbatam.id)
BACA JUGA BERITA TRIBUNBATAM.ID DI GOOGLE NEWS
Baca Juga tentang VAKSIN