Sebanyak 101 JAKSA Bermasalah, Begini Penjelasan Jaksa Agung ST Burhanuddin
Bidang Pengawasan, penjatuhan hukuman disiplin telah dilakukan kepada sebanyak 101 jaksa. Ini harapan Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin
JAKARTA, TRIBUNBATAM.id - Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin mengungkapkan kurun waktu Januari - Juni 2021, bidang Pengawasan, penjatuhan hukuman disiplin telah dilakukan kepada sebanyak 101 jaksa.
Kendati demikian, jaksa yang bermasalah menjadi perhatian tersendiri bagi instansi yang dipimpinnya.
Bahkan di antaranya ada 6 jaksa yang diberhentikan statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung saat memberikan amanat pada upacara peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-61 Tahun 2021 secara virtual dari ruang kerja Jaksa Agung di Gedung Menara Kartika Adhyaksa, Kebayoran Baru Jakarta Selatan pada Kamis (22/7/2021).
"Penanganan itu berdasarkan hasil inspeksi umum yang dilakukan sebanyak 62 kali dan inspeksi khusus 10 kegiatan," kata Burhanuddin.
Dari antara mereka, terdapat 6 orang Jaksa yang diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dia hanya meminta agar anggota Korps Adhyaksa dapat menjaga marwah institusinya dan bekerja dengan baik.
"Jaga marwah institusi dengan bekerja secara cerdas, integritas, profesional dan berhati nurani," tukas dia.
Baca juga: Cuma 43,7 Persen Puas Kinerja Jokowi - Maruf Amin, Survei: Jaksa Agung ST Burhanuddin Memuaskan
Kilas Balik Kasus Pinangki Sirna Malasari
Untuk diketahui, dari 101 jaksa yang bermasalah termasuk jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat memutuskan tidak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Pinangki Sirna Malasari.
Diberitakan Kompas.com, Senin (5/7/2021), Jaksa Penuntut Umum (JPU) berpandangan bahwa tuntutan JPU telah dipenuhi dalam putusan pengadilan tinggi.
Diketahui, Pinangki terbukti bersalah melakukan tiga tindak pidana dalam kasus korupsi pengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA).
Pertama, Pinangki dinyatakan terbukti menerima uang suap 500.000 dollar Amerika Serikat dari Djoko Tjandra.
Kedua, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang dengan total 375.229 dollar AS atau setara Rp 5,25 miliar.
Selain itu, Pinangki juga dinyatakan terbukti melakukan pemufakatan jahat bersama Djoko Tjandra, Andi Irfan Jaya, dan mantan kuasa hukum Djoko Tjandra, Anita Kolopaking.
Mereka terbukti menjanjikan uang 10 juta dollar AS kepada pejabat Kejagung dan MA demi mendapatkan fatwa.
Lantas seperti apa perjalanan kasus Jaksa Pinangki?
Baca juga: Keanehan Vonis Hukuman Jaksa Pinangki, Lebih Ringan Dari Perantara, Padahal yang Untung Pinangki

Perjalanan kasus Pinangki
Pinangki Sirna Malasari, sebelumnya berstatus sebagai Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Pinangki mulanya ramai dibicarakan setelah fotonya bersama Djoko S Tjandra dan Anita Kolopaking, yang merupakan pengacara Djoko S Tjandra, viral di media sosial.
Dugaan pertemuan Pinangki dan Djoko S Tjandra tersebut dilaporkan oleh Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) ke Komisi Kejaksaan.
Ini berdasarkan bukti foto bersama keduanya yang diperoleh MAKI.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga pertemuan dalam foto terjadi sekitar 2019 di Kuala Lumpur untuk memuluskan rencana permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh Djoko S Tjandra.
Baca juga: Sosok Muhammad Yusuf, Hakim yang Pangkas Hukuman Jaksa Pinangki jadi 4 Tahun
Dicopot dan dijadikan tersangka
Berdasarkan laporan itu, pihak Kejagung kemudian melakukan pemeriksaan internal kepada pejabatnya yang diduga berkaitan dengan Djoko S Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali.
Mengutip Harian Kompas, 30 Juli 2020, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengatakan, dari hasil pemeriksaan internal, terbukti bahwa Pinangki telah melakukan pelanggaran disiplin.
"(Pinangki) terbukti melakukan pelanggaran disiplin pegawai negeri sipil, yaitu telah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa mendapatkan izin tertulis dari pimpinan sebanyak sembilan kali pada 2019," kata Hari.
Divonis bersalah
Penyidikan lebih lanjut oleh Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung kemudian menetapkan Pinangki sebagai tersangka tindak pidana suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat dalam perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Pinangki kemudian ditangkap oleh tim penyidik Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung pada 11 Agustus 2020 malam.
"Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus berdasarkan bukti permulaan yang cukup tadi malam menetapkan tersangka dengan inisial PSM," ujar Hari Setyono, dikutip dari Antara, 12 Agustus 2020.
Pada Februari 2021, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Pinangki terbukti bersalah dalam perkara yang disangkakan kepadanya.
Majelis kemudian menjatuhkan vonis hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 600 juta kepada Pinangki.
Vonis tersebut lebih tinggi dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta agar Pinangki divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Pinangki kemudian melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Majelis hakim mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki, dari yang semula 10 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Diberitakan Kompas.com, 14 Juni 2021, terdapat sejumlah pertimbangan majelis hakim sehingga mengurangi lebih dari separuh masa hukuman Pinangki tersebut.
Pertama, Pinangki dinilai telah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta telah mengikhlaskan dipecat dari profesi sebagai jaksa.
Oleh karena itu ia masih dapat diharapkan akan berperilaku sebagai warga yang baik.
Pertimbangan selanjutnya, Pinangki merupakan seorang ibu dari anak yang masih balita (berusia empat tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhan.
Pertimbangan lain, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil.
Baca juga: Hukuman Jaksa Pinangki Dipotong 6 Tahun, ICW Sebut Merusak Akal Sehat
Tak ada kasasi untuk Pinangki
Atas putusan itu, sejumlah pihak telah mendesak jaksa penuntut umum agar mengajukan upaya hukum kasasi di tingkat Mahkamah Agung.
Namun, JPU memutuskan tidak akan mengajukan kasasi karena menganggap bahwa putusan itu sudah sesuai dengan tuntutan JPU.
Diberitakan Kompas.com, (5/7/2021) peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat, jika Kejagung tak mengajukan kasasi, berarti benar bahwa ada upaya untuk melindungi Pinangki.
"Jika tidak (mengajukan kasasi), maka dugaan publik selama ini kian terkonfirmasi bahwa Kejaksaan Agung sedari awal memang ingin melindungi dan berharap agar Pinangki dihukum rendah," kata Kurnia.
Menurut Kurnia, Pinangki layak mendapatkan hukuman berat. Sebab, selain merupakan penegak hukum, Pinangki melakukan tiga tindak pidana sekaligus.
Baca juga: Kesaksian Sopir Pinangki di Persidangan, Kerap Antar Majikan ke Terminal 3 Soetta: Saya Menemani
"Yaitu suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat. Lebih miris lagi, terdakwa menjalankan praktik korupsi guna membantu buronan korupsi yang sedang dicari oleh Kejaksaan Agung, Djoko S Tjandra," ujar dia.
Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga ada upaya menutupi peran "king maker" dalam perkara yang bertalian dengan terpidana Djoko S Tjandra tersebut.
Dugaan atas sosok "king maker" ini muncul saat majelis hakim membacakan vonis terhadap Pinangki.
Menurut majelis hakim Pengadilan Tipikor, keberadaan "king maker" terbukti berdasarkan percakapan di aplikasi WhatsApp yang dibenarkan oleh Pinangki, saksi Anita Kolopaking, serta saksi Rahmat.
Sosok "king maker" disebut-sebut membantu Pinangki dan seorang saksi bernama Rahmat menemui Djoko Tjandra untuk membahas pengurusan fatwa di MA.
"Saya menduga ini ada upaya untuk menutupi peran 'king maker' dalam kasus terkait Pinangki. Salah satu kunci 'king maker' itu ada di Pinangki," kata Boyamin.
(*/tribunbatam.id)
BACA JUGA BERITA TERBARU TRIBUNBATAM.id di GOOGLE NEWS
Berita lain tentang JAKSA
Sumber: TribunJateng.com