KEBIJAKAN

PPnBM Kendaraan Bermotor Bakal Dihapus, Lalu Apa Gantinya?

Pungutan atas konsumsi barang mewah tersebut, nantinya hanya akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

www.karimunestilo.com
Insentif PPnBM kendaraan segera dihapus pemerintah. 

TRIBUNBATAM.id, JAKARTA - Pemerintah berencana menghapus skema pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).

Pungutan atas konsumsi barang mewah tersebut, nantinya hanya akan dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Klausul kebijakan tersebut tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Baca juga: Transaksi Perdagangan Indonesia-China Gunakan Rupiah dan Yuan, BI: Teknisnya Hampir Selesai

Beleid tersebut kini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersama Komisi XI DPR RI.

Pasal 7A RUU KUP menyebutkan pemerintah akan menerapkan multi tarif PPN yakni 5% atas barang yang dibutuhkan masyarakat dan 25% untuk barang mewah.

Tarif PPN tertinggi itulah yang akan mengakomodir pengenaan barang yang merupakan objek PPnBM yang berlaku saat ini.

Dalam Naskah Akademik RUU KUP disebutkan, implementasi perubahan skema pengenaan PPnBM atas penyerahan barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah menjadi pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan melalui dua tahapan.

Tahap pertama, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi akan diberlakukan bagi kelompok BKP yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor.

Terhadap BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor akan tetap dikenakan PPnBM.

Tahap kedua, pengenaan tarif PPN yang lebih tinggi terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor.

Baca juga: Aturan Perjalanan Domestik di Masa PPKM Level 4, Syarat dan Dokumen yang Dipersiapkan

Artinya, pada tahapan ini kendaraan bermotor tak lagi dibanderol PPnBM.

Pemerintah meyakini, perubahan PPnBM menjadi PPN akan berbanding lurus dengan pertambahan prosentase peningkatan tarif PPN.

Selisih penerimaan negara akibat peralihan skema pengenaan pajak terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah dan yang berupa kendaraan bermotor akan terkompensasi apabila terhadap kelompok BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dikenakan tarif PPN 25%.

Sebagai informasi dengan aturan yang berlaku saat ini, PPnBM terutang hanya satu kali, yakni pada saat penyerahan BKP oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut, atau saat impor BKP mewah.

Sementara PPN, terutang pada setiap rantai penyerahan BKP selama pengusaha atau pihak penjual merupakan pengusaha kena pajak (PKP).

Dus, meski tarif PPN 25% lebih rendah dibandingkan beberapa tarif berjenjang PPnBM, tapi pungutan PPN akan lebih sering.

Adapun, pemerintah telah mengkaji ada dua manfaat dari adanya rencana kebijakan baru tersebut.

Pertama, efektif untuk mencegah upaya penghindaran pajak yang dilakukan dengan memanfaatkan kelemahan skema PPnBM.

Kedua, memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah kelompok BKP yang tergolong mewah seperti barang-barang fesyen berupa tas, arloji dan pakaian mewah, atau barang-barang elektronik dengan spesifikasi tertentu yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.

“Sehingga pada akhirnya dapat berdampak pada penambahan penerimaan negara,” sebagaimana dikutip dalam Naskah Akademik RUU KUP.

Untuk diketahui, penerimaan PPnBM selama 2015 sampai dengan 2019 berada pada kisaran Rp 9 triliun sampai dengan Rp 13 triliun.

Berdasarkan data SPT Masa, penerimaan PPnBM yang berasal dari kendaraan bermotor mendominasi lebih dari 90%.

Setali tiga uang, kendaraan bermotor berpotensi menambah pundi-pundi negara lebih banyak jika dikenakan tarif PPN sebesar 25%.

PPNBM nol persen berlaku mulai Maret 2021, Ini prediksi harga harga mobil baru Avanza, Rush dan Yaris
Ilustrasi showroom mobil. (kontan)

Tanggapan Honda

Salah satu Agen Pemegang Merek (APM) pun buka suara menyoal informasi di atas.

Honda Project Motor (HPM) menyatakan pihaknya baru saja mendengar kabar terkait adanya rencana penghapusan PPnBM tersebut.

Kini, Honda masih akan terus memantau perkembangan dan mempelajari rincian peraturan tersebut sambil menilik bagaimana pengaruhnya terhadap industri otomotif secara lebih dalam.

"Tentu kami harus mempelajari lebih dalam untuk dapat menilai dampaknya, namun kami percaya bahwa pemerintah mengambil kebijakan dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan juga industri otomotif secara umum," Business Innovation and Marketing & Sales Director HPM, Yusak Billy, Kamis (22/7).

Perihal pengaruh rencana penghapusan PPnBM ke dalam harga jual kendaraan roda empat, Yusak bilang, struktur pajak memang merupakan satu dari sekian komponen yang ada di dalam penentuan harga jual sebuah mobil.

Namun lagi-lagi, Honda masih harus mempelajari secara lebih rinci terlebih dahulu guna menentukan pengaruhnya terhadap harga jual produk Honda. Jikalau ke depannya aturan ini resmi diberlakukan.

Yusak bilang, saat ini pemerintah telah banyak mendukung pasar otomotif dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan.

Maka dari itu, Honda percaya bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentunya telah mempertimbangkan upaya untuk terus mempertahankan tren pertumbuhan pasar otomotif saat ini.

"Di luar itu, tentu kami akan berupaya mempertahankan penjualan dengan produk dan dan program penjualan yang meringankan konsumen," kata Yusak.

Meningkatkan harga jual

Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azzam bilang, rencana ini berpotensi akan meningkatkan harga jual kendaraan roda empat yang diproduksi di dalam negeri.

Lebih lanjut dia bilang, saat ini industri otomotif tanah air masih berjuang untuk melewati terpaan pandemi di tahun lalu.

Sehingga dia menilai, belum tepat rasanya apabila pemerintah menerapkan berbagai struktur pajak yang agresif di tengah kondisi yang serba tak pasti seperti sekarang.

"Saat ini, di tengah kapasitas utilisasi pabrik yang rendah, market domestik yang masih terpuruk di level 750.000 tahun ini, daya beli belum mendukung untuk diterapkannya berbagai pajak tambahan yang agresif," kata Bob saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (22/7).

Bob menambahkan, apabila market otomotif mengalami pertumbuhan yang stagnan, maka tujuan industrialisasi kendaraan bermotor (KBM) tidak akan tercapai.

Lebih jauh, dampaknya bahkan akan terasa hingga ke mata rantai, seperti komponen, industri jasa keuangan, asuransi dan banyak lagi.

"Jangan sampai membebani konsumen, kami menimbang belum pulih kondisi ekonominya saat ini," tambah dia. (*)

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved